Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 29 November 2012

Mengisi Medan Kemanusiaan

gambar: google
Aposalamo amembalimo kancia, Tabeana mopakea motopenena, Momuliana incana duniasi, Tea toangganaile i-akherati 
(Berbeda dengan awalnya, Kecuali pakaian yang teramat baik, Yang mulia di dunia ini, Yang terhormat esok di akhirat)
 Namaangu kabarina tangkanapo, Ise kaea jua akalo-alo, Talu kaea apa keokasi, Lima piara ana kaoincafu
 (Enam banyaknya hanya itu, Satu malu, dua segan, tiga takut, empat kasih sayang, lima piara, enam insyaf)
 (Syair Wolio)

             "InsyaAllah kuat Kak". Kalimat ini keluar dari lisan istri seorang relawan Gaza yang diwawancarai wartawan TVone malam itu. Ibu muda berkerudung hitam itu dengan tegas dan penuh keyakinan menjawab pesan Sang suami yang sedang berada di pusaran konflik Gaza. "Sabar ya De' kami masih di sini.....". Begitu Pesan Sang suami. Ya, Sang Suami yang juga Relawan Mer-C itu, masih setahun lagi bertugas di sana. Terharu ku menyaksikan momen ini.
             Siang itu di tengah berkecamuknya Perang Dunia II, diatas geladak kapal, menjelang penyerangan balasan AS ke Tokyo, Laksamana Doolitle berucap pada Letnan Jack Richard (adegan dalam film Pearl Harbor): "Mungkin kita akan kalah bertempur, tapi kita akan menang berperang, kau tahu darimana aku tahu? "Tidak", jawab Richards. "Mereka", sambil menunjuk ke arah beberapa relawan. "Karena mereka langka. Disaat-saat seperti ini mereka merelakan diri. Tak ada yang lebih kuat daripada hati seorang relawan."
            Apa yang muncul dalam pikiran kita saat mendengar kata Relawan? Deretan kata dan kalimat ini mungkin mewakili: Pahlawan, orang yang mendedikasikan dirinya untuk kebaikan orang lain, mengutamakan kepentingan orang lain diatas kepentingan dirinya, hebat, luar biasa, dan lain sebagainya. Anda mungkin punya ribuan jawaban yang lain. Tapi, saya yakin, ekspresi kita tentang mereka akan terakumulasi dan terwakilkan pada satu kata, APRESIASI. 
             Bagaimana sesungguhnya orang-orang seperti ini bisa hadir? Ahh...mungkin pertanyaan ini tak perlulah kita jawab. Paling tidak kita tahu, semua orang membutuhkan mereka. Dan kitapun bisa menjadi seperti mereka. Nyaris di setiap sudut negeri ini terbuka lebar ruang-ruang bagi aktivitas kemanusiaan. Yang perlu kita lakukan adalah jangan membuat jiwa-jiwa luar biasa ini "terluka" rasa kemanusiaannya. 
             Dalam Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A Fillah mengajak kita menyempatkan waktu untuk menonton film Mother Theresa, In The Name of God's Poor. "Saya menyeksamai secuplik adegan menarik di film ini", Kata Salim. Ketika para pandit dan masyarakat fanatik Hindu berdemonstrasi menuntut pengusiran misionaris Ibu Theresa, kepala polisipun turun tangan. Ia menginspeksi kerja kemanusiaan suster itu di rumah sewaannya. Ia melihat penderita kusta, para fakir, orang cacat, jompo, semua mendapatkan perawatan dan pelayanan. Ia melihat sendiri bagaimana Ibu Theresa mengangkat seorang berpenyakit menular ke pangkuannya, memandikannya, menyuapinya dan menyelimutinya.
             Ia lalu keluar menemui para demonstran yang masih berteriak-teriak. "Tenang semua!!! Demi dewa, aku pasti akan mengusir wanita itu!", ia berkata penuh wibawa. "Aku akan mengusir wanita itu jika isteri-isteri dan anak perempuan kalian telah menggantikan dan menangani semua yang mereka kerjakan di panti ini! Salam!"
             Masih ingat dengan Sir Paul Hewson alian Bono? vokalis band U2 inin juga mengambil peran itu. Bono menghabiskan waktunya untuk kegiatan memerangi kemiskinan dan kelaparan di Afrika. Meski memiliki jadwal tur yang padat bersama U2, Bono tidak lupa mengampanyekan perdamaian dunia. Ia juga gigih menyuarakan anti-perang Irak. Ia juga menjadi salah satu yang berada dibalik gerakan penghapusan hutang negara-negara miskin. Semua aktivitas ini membuatnya beberapa kali masuk daftar nominasi penerima Nobel Perdamaian. 
             Bagaimana dengan kita???
             Saya ingin mengatakan bahwa di negeri ini kita sedang mengalami kelangkaan Relawan. Medan amal kemanusiaan yang begitu luas, belum mampu disentuh oleh sedikitnya jumlah mereka. Karenanya mari mengambil peran itu. Mari bergabung dengan jiwa-jiwa luar biasa itu. Berikan apa yang mampu kita berikan. Karena sedikit yang kita berikan itu, bermakna besar bagi kemanusiaan.      
            Hasan Al Banna berkata: "Setiap kali saya berada di tengah banyak orang yang senantiasa mendengarkanku, maka saya memohon kepada Allah dengan sangat agar Dia berkenan mendekatkanku kepada suatu masa, yang ketika itu kita telah meninggalkan medan kata-kata menuju medan amal, dari medan penentuan strategi dan manhaj menuju medan penerapan dan realisasi. Telah sekian lama kita menghabiskan waktu dengan hanya sebagai tukang pidato dan ahli bicara, sementara zaman telah menuntut kita unbtuk segera mempersembahkan amal-amal nyata yang profesional dan produktif. Dunia kini tengah berlomba untuk membangun unsur-unsur kekuatan dan mematangkan persiapan, sementara kita masih berada di dunia kata-kata dan mimpi-mimpi" 
Akhirnya mudah-mudahan kita menjadi seperti bait-bait puisi berikut: 
 Akulah si telaga: barlayarlah di atasnya 
Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma 
Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya 
Sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja perahumu
 Biar Aku yang menjaganya... 
 (Supardi Djoko Damono dalam akulah Si Telaga)

Sabtu, 24 November 2012

Misteri Sukses Orang Buton

gambar: google
Kebudayaan tempat kita besar dan warisan yang diturunkan oleh para pendahulu kita membentuk berbagai pola keberhasilan kita dalam cara yang tidak bisa kita bayangkan.
 (Malcolm Gladwell) 

        Beberapa hari yang lalu, saya sempat menyaksikan Thriller film terbaru Hollywood yang mengangkat kisah hidup Abraham Lincoln, seorang presiden Amerika Serikat. Saya lupa kapan tepatnya penayangan perdana film yang menceritakan kehidupan sang presiden (dua bulan sebelum kematiannya) ini. Tapi Saya yakin, film garapan Steven Spielberg ini akan menjadi Box Office, sebagaimana film-filmnya sebelumnya.
            Apa yang unik pada Abraham Lincoln? Mungkin ada yang akan menjawab, pidatonya. Betul, Pidato Presiden yang akhirnya di tembak mati ini memang menjadi salah satu pidato terbaik di dunia. Ataukah ketokohan dan kenegarawanannya? Bisa juga, walau tidak dimasukkan oleh Michael Heart dalam bukunya yang berjudul Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh di Dunia, tapi Heart memiliki catatan yang setidaknya layak menempatkan beliau sejajar dengan para tokoh tersebut.
       Tapi, sesuatu yang paling unik menurut Saya adalah daftar riwayat hidupnya sejak mulai "mandiri" sampai terpilih sebagai presiden. Salim A Fillah dalam Barakallahulaka menuliskan daftar riwayat itu:
  • Gagal dalam bisnis di usia 22 tahun 
  • Kalah dalam pencalonan untuk negara bagian si usia 23 
  • Gagal dalam bisnis di usia 25 
  • Ditinggal mati istrinya di usia 26 
  • Menderita penyakit syaraf di usia 27 
  • Kalah berpidato di usia 29 
  • Kalah dalam pencalonan anggota Kongres di usia 34 
  • Terpilih sebagai anggota Kongres di usia 37
  •  Kalah dalam pencalonan anggota Kongres di usia 39
  •  Kalah dalam pencalonan anggota senat di usia 46
  •  Kalah dalam pencalonan Wakil Presiden Amerika Serikat 
  • Kalah dalam pencalonan anggota senat di usia 49
  • TERPILIH SEBAGAI PRESIDEN dalam usia 51 
          Kalo Sule berkata kepada saya, "jadi gue harus koprol dan bilang WOW gitu?", maka saya akan menjawab, "Iya, dan kalo bisa koprolnya dari lawana Gundu-gundu supaya terlihat oleh sebagian besar masyarakat Baubau". Hehehe.... 
          Apa yang ada di benak kita saat mendengar atau menyaksikan orang-orang sukses? Dengan melihat perjalan Abraham Lincoln, atau menonton tayangan di televisi, membaca buku-buku motivasi, dan lain sebagainya, maka biasanya kita akan sampai pada kesimpulan bahwa mereka adalah tipe pekerja keras, memiliki daya tahan, semangat yang tinggi, pembelajar sejati, punya keberanian, penuh inisiatif, pantang menyerah, punya visi, dan lain sebagainya. Sesungguhnya ini tidaklah salah. Ini benar. Sayapun dalam berbagai kesempatan mengisi training pengembangan diri, juga mengatakan hal yang sama. 
          Akan tetapi, mungkin ada sesuatu yang lewat dari perhatian kita. Dan Malcolm Gladwell melihat itu dari sisi yang lain. "Saya ingin meyakinkan Anda bahwa berbagai penjelasan tentang kesuksesan seperti ini tidak ada artinya." Tegas Gladwell dalam buku (Best Seller Internasional)-nya yang berjudul Outliers. Orang-orang tidak bangkit dari nol. Kita berutang sesuatu dari orang tua dan dukungan orang lain. Orang-orang yang berani menantang para raja mungkin terlihat seakan-akan melakukan semua itu sendirian. Tetapi sebenarnya mereka, tanpa kecuali adalah penerima berbagai keuntungan yang tersembunyi, kesempatan yang luar biasa, dan warisan kebudayaan yang membuat mereka bisa belajar dan bekerja keras serta menghadapi dunia ini dalam cara yang tidak bisa dilakukan orang lain. Tempat dan kapan kita tumbuh besar memiliki pengaruh yang cukup besar. Kebudayaan tempat kita besar dan warisan yang diturunkan oleh para pendahulu kita membentuk berbagai pola keberhasilan kita dalam cara yang tidak bisa kita bayangkan. Dengan kata lain, tidak cukup untuk menanyakan seperti apa orang-orang yang sukses itu. Namun dengan menanyakan asal-usul mereka, kita bisa mengungkapkan logika dibelakang orang-orang yang meraih kesuksesan dan kegagalan. Jelas Gladwell. 
          Ahli biologi seringkali membicarakan tentang "ekologi" organisme: Pohon ek tertinggi di hutan menjadi yang tertinggi bukan karena ia tumbuh dari biji pohon yang paling gigih; ia menjadi pohon tertinggi karena tidak ada pepohonan lain yang menghalangi sinar sang surya, tanah di sekelilingnya dalam dan subur, tidak ada kelinci yang mengunyah kulit kayunya sewaktu masih kecil, dan tidak ada tukang kayu yang menebangnya sebelum ia tumbuh dewasa. Kita semua tahu bahwa orang yang sukses berasal dari bibit yang bagus. Tetapi apakah kita tahu cukup banyak tentang sinar matahari yang menghangatkan mereka, tanah yang menjadi tempat tinggal akar-akarnya, dan para kelinci serta tukang kayu yang bisa mereka hindari? 
          Akhirnya, ketika kita (orang Buton) sukses menjadi "orang", mampu melakukan sesuatu yang luar biasa, mencapai target yang kita cita-citakan,  maka sesungguhnya kita semua tanpa kecuali, Kata Gladwell adalah penerima berbagai keuntungan yang tersembunyi, kesempatan yang luar biasa, dan warisan kebudayaan (Buton) yang membuat kita bisa belajar dan bekerja keras serta menghadapi dunia ini dalam cara yang tidak bisa dilakukan orang lain.
      
 ***

Rabu, 21 November 2012

Bola Karet di Langit GAZA

gambar: eramuslim.com

    Minggu malam yang lalu Alhamdulillah Allah, SWT memberi Saya kesempatan kembali untuk menyaksikan program Golden Ways-nya Mario Teguh. Seperti biasa, dari lisannnya yang lembut, untaian kata indah penuh hikmah dan motivatif kembali "mencipta" gelombang positif di ruang dengar pemirsanya. Terus terang, saya "tersihir".
Tapi apa yang membuat perasaan saya malam itu berbeda dengan malam-malam sebelumnya adalah kalimatnya yang menarik tentang bola karet. Ini diucapkannya saat closing statement acara tersebut. Memang detail kata demi kata dalam rangkaian kalimat itu tidak sutuhnya ku ingat. Tapi memoriku sedikit masih menyimpannya.
"Jadilah seperti bola karet, semakin keras dipantulkan ke lantai, maka semakin tinggi ia melenting ke udara..... Jika ada yang "menekan" anda, itu adalah sebuah isyarat bahwa anda akan melenting tinggi melampaui kesuksesan orang yang "menekan" anda...." Inilah sebagian kata-kata yang masih tersimpan itu.
Kalimat ini mengingatkanku pada rangkaian kalimat dalam buku Winning with Passion, karya Jimmy Gani. Dalam buku setebal 284 halaman ini, pada sub bab membangun daya hidup, salah satu motivator terkenal ini juga menyebut tentang bola karet. Apa kaitan antara membangun daya hidup dengan bola karet?
Gani memulainya dengan menceritakan salah satu film kesukaannya yang berjudul Tai Chi Master yang dibintangi oleh Jet Li. Yang disukai oleh sang penulis dari film tersebut bukan hanya peragaan adu jotosnya saja, namun ada filosofi yang bisa diambil dari salah satu bagian cerita, yaitu ketika Sang Tai Chi Master (Jet Li) sedang berlatih ketika ia baru sembuh dari sakit. Pada adegan tersebut ia memainkan sebuah bola yang diputar dan dilemparkannya ke berbagai tempat, salah satunya ketika ia menekan bola tersebut masuk ke dalam gentong isi air. Semakin bola itu di tekan bukannya tenggelam, namun semakin memberi reaksi yang sangat kuat sekali. Begitu juga ketika bola itu dilemparkan ke dinding, semakin keras ia melempar bola tersebut semakin keras juga pantulannya yang akan ia terima.
Dari adegan tersebut, Gani menyimpulkan bahwa adanya hukum alam dalam kehidupan ini yaitu antara aksi dan reaksi. Jika kita melakukan sesuatu pasti akan timbul reaksi (sebagai akibat). Namun, Iapun berpikir bisakah bola itu memantul jika terbuat dari besi atau betu? Yakin tidak bisa.
Lalu apakah yang menyebabkan bola itu mampu memberikan reaksi terhadap aksi yang kita lakukan? Mengapa bola itu tidak tenggelam ketika ditekan ke dalam air? Mengapa bola itu memberikan perlawanan balik (memantul) ketika dilemparkan ke dinding?
Menurut Gani, selain karena adanya hukum alam (gravitasi), reaksi bola juga dipengaruhi dari kualitas yang dimilikinya. Kemungkinan bola itu dibuat dari karet yang kenyal sehingga dapat memantul dan di dalamnya pun terdapat gumpalan udara (gas) yang bersifat ringan dan menekan ke segala arah. Maka ketika bola itu ditekan ke dalam air bukannya tenggelam namun justru memberikan perlawanan yang kuat untuk naik ke permukaan. Semakin bola itu ditekan justru semakin keras daya tolaknya. Begitupun ketika dilempar ke dinding, semakin keras melemparnya semakin kuat juga daya pantulnya.
Jika hal ini dianalogikan dalam kehidupan kita tentu sangat bermanfaat sekali. Tidak ada salahnya kita mempunyai kemampuan seperti bola itu, tidak tenggalam dan terhempas ketika ditekan dan dilemparkan namun dapat memberi respons yang sama baik atau bahkan lebih baik.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sangat sering berhubungan dengan pekerjaan, target, dan tanggung jawab yang sangat menekan dan dapat menjadi pemicu terjadinya stres. Maka untuk menyikapinya, kita harus mampu membangun daya hidup dengan mengisi jiwa dan raga ini seperti bola tersebut.
Kita harus membangun daya hidup atas diri kita. Jiwa kita harus diisi dengan udara (gas) yang bernama Passion, dan raga kita harus dilatih agar lentur/kenyal dengan berbagai aktivitas sehingga kita terlatih dengan memiliki skill. Jangan jadikan diri kita menjadi bola batu atau bola besi yang bersifat kaku, keras, kasar mudah terhempas dan tenggelam ketika menerima tekanan. Jadikan diri kita begaikan bola yang terisi dengan gumpalan (gas) passion yang kuat, serta mampu bergerak lentur mengikuti berbagai bentuk dan kondisi yang dihadapi.
Menjelang Pemilihan Presiden Tahun 2004 yang lalu, saya menyaksikan sebuah diskusi publik yang di gelar di bundaran UGM. Emha Ainun Najib (Cak Nun) yang kebetulan menjadi salah satu pembicara pada diskusi tersebut seingat saya sempat berujar: "Apa hebatnya jadi orang Indonesia?...hebatnya orang Indonesia adalah walaupun di timpa berbagai krisis, mereka masih menunjukkan daya survival... Ini belum tentu mampu dilakukan oleh bangsa lain jika mendapat stressor yang sama". Walaupun statement Cak Nun ini bukanlah sebuah "fatwa", tapi saya perlu mengatakan WOW untuk ini.
Tapi apa yang mirip dan mungkin lebih hebat dari itu adalah daya hidup masyarakat Gaza. Tekanan yang begitu hebat mereka dapatkan dari Zionis Israel, ternyata tak mampu membuat mereka hancur. Justru sebaliknya, mereka menunjukkan daya survival yang tinggi.
"Israel kini mulai ketakutan terhadap kemampuan bertahan masyarakat Gaza yang telah mengalami embargo sekaligus menguatnya kemampuan militer HAMAS", demikian kata Mahfudz Siddiq, ketua Komisi I DPR RI.
Jiwa mereka telah diisi dengan udara (gas) yang bernama Passion, dan raga mereka telah dilatih agar lentur/kenyal dengan berbagai aktivitas sehingga terlatih dengan memiliki skill. Mereka tidak menjadikan diri mereka bola batu atau bola besi yang bersifat kaku, keras, kasar mudah terhempas dan tenggelam ketika menerima tekanan.
Kini "bola karet" milik warga gaza itu telah melenting tinggi di atas langit Gaza. Kian hari kian meninggi pantulannya. Dari saudara mereka di Indonesia, Minggu malam itu, Mario Teguh berucap: "Jadilah seperti bola karet, semakin keras ditekan/dipantulkan ke lantai, maka semakin tinggi ia melenting ke udara..... Jika ada yang "menekan" anda, itu adalah sebuah isyarat bahwa anda akan melenting tinggi melampaui kesuksesan/kehebatan orang yang "menekan" anda.

Jumat, 16 November 2012

Kosoryoku, Sebuah Resep dari Jepang

gambar: pix abay.com

“Imagination is more important than knowledge because knowledge is limited, whereas imagination embraces the entire world, stimulating progress, giving birth to evolution.”
 (Albert Einstein)

          Visi, mimpi dan imajinasi adalah 3 (kata) yang “sama maknanya”. Kata ini juga kadang dipertukarkan penggunannya dalam beberapa buku motivasi. Semuanya merujuk pada upaya pencapaian sesuatu dimasa mendatang yang tentu saja dibarengi dengan upaya, semangat dan ilmu yang cukup. 
             Setiap orang mempunyai mimpi, tapi tidak semua orang mengejar mimpinya. Mimpi adalah bayangan tentang sesuatu yang kita harapkan terjadi di masa depan, seabsurd apa pun ia. Dalam buku The Next Global Step, karya Kenichi Ohmae, kita diperkenalkan dengan istilah jepang, Kosoryoku. Kata ini berarti Visi, konsep dan imajinasi. Mungkin bagi sebagian orang, bermimpi adalah sesuatu yang “aneh”. Akan tetapi bermimpi toh tidak ada salahnya. Khayalan tentang negeri yang maju, makmur, dan damai dengan manusia-manusianya yang unggul pasti adalah mimpi yang positif, besar, dan sangat menyenangkan.
          Mungkin nanti kita juga bisa bermimpi. Akan tetapi, bebebrapa mimpi benar-benar bisa menjadi kenyataan, apalagi kalau diperkuat dengan ilmu yang cukup dan semangat yang besar.
             Jadi, bermimpilah, karena membunuh mimpi akan menyebabkan matinya motivasi, matinya kreativitas dan matinya potensi. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Eko Laksono, “Pengetahuan akan membuat manusia maju, tetapi imajinasilah yang mendoronng kreativitas unggul yang akan menghasilkan lompatan-lompatan besar peradaban. 
            Maka dengan tegas saya mengatakan “WOW” ketika membaca slide demi slide yang berjudul To Reflect & To Act yang diterjemahkan oleh Boedi Dayoni, Januari 2004. Isinya sebagai berikut:   
          “Perbedaan antara Negara berkembang (miskin) dan Negara maju (kaya) tidak tergantung pada umur negara itu. Contohnya India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang.
           Disisi lain –Singapura, Kanada, Australia dan New Zealand- Negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun. Saat ini mereka adalah bagian dari Negara maju di dunia, dan penduduknya tidak lagi miskin.
            Ketersediaan Sumber Daya Alam dari suatu Negara juga tidak menjamin Negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang punya area yang sangat terbatas. Daratannya, 80% berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian dan peternakan. Tetapi saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu Negara “Industri Terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua Negara di dunia dan mengekspor barang jadinya. 
          Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat, tetapi sebagai Negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11% daratannya yang bisa ditanam. Swiss juga mengelola susu dengan kualitas terbaik (Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia). Swiss juga tidak punya cukup reputasi dalam keamanan, integritas dan ketertiban, tetapi saat ini Bank-Bank di Swiss menjadi Bank yang sangat di sukai di dunia. 
          Para eksekutif dari Negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari Negara terbelakang akan sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan….”
              Perbedaannya hanya terdapat pada komitmen dan ketaatan pada nilai dasar kehidupan. Begitu kesimpulan mereka. Tetapi menurut pendapat saya, hal tersebut terangkum dalam satu kata di atas, KOSORYOKU. Hal inilah yang dilakukan oleh negara-negara terbelakang menjadi maju. Dan hal inipun berlaku dalam konteks pribadi. Dan bangsa Jepang adalah Saksi dan contoh nyata.
                “Eipsa Scientia Potestas est.” Tulis Eko Laksono dalam Bukunya Imperium III. Kalimat ini berarti pengetahuan adalah kekuatan. Ungkapan ini sangat bagus, lanjut Eko, tetapi sudah absolute, kadaluarsa. Ini bukan abad 17 lagi, tetapi sudah abad 21. Dahulu di zaman Francis Bacon, karena mental zaman kegelapan masih kental, perbedaannya adalah siapa yang mempunyai (dan mengembangkan) ilmu pengetahuan. Dahulu siapa saja yang mengembangkan ilmu pengetahuan pasti akan kuat dan berkuasa. Sekarang sudah beda. 
              “Untuk itu, sebuah bangsa yang ingin maju dan “berkuasa” tidak cukup hanya belajar, tidak cukup hanya mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka harus superior. Harus menciptakan proses pembelajaran yang unggul. Untuk mencapai hal itu, logikanya sederhana. Belajar dari yang terunggul. Semua yang terunggul. Bangsa-bangsa terunggul dan manusia-manusia terunggul dalam sejarah umat manusia”. Pungkas Eko Laksono.

Senin, 12 November 2012

Kekuatan ‘Personal Power’ dalam Syair Wolio (Sebuah pesan untuk Pemimpin Baubau 2013-2018)

Sumber : timur-angin.com

“Bari-baria mingkuna boasakana, Ee komiu mokenina kapoli, Tantomakea tilikia kamatea, Bari-baria miakidina situ” ( Segala gerak dan tutur katanya, Wahai kalian yang memegang kekuasaan, Perhatikan, tilik dan lihat, Semua orang kecil itu).’ 
 {Syair Wolio} 

                 Namanya adalah Abdul Rahman Ibnul Jauzi, dilahirkan di Baghdad sekitar tahun 1117M, saat dunia sedang menyaksikan ganasnya perang salib. Ia adalah seorang ulama, yang dengan tangannya telah menulis banyak karya yang hampir mencapai dua ratus buku. Beliau memiliki reputasi terkenal dalam memberikan nasehat. Majlis taklimnya biasa dihadiri oleh para raja, menteri, imam dan para penguasa. Pernah diceritakan bahwa beberapa majelisnya dihadiri oleh seratus ribu orang.
              Anis Matta dalam bukunya Mencari Pahlawan Indonesia, memberikan gambaran yang luar biasa tentang orang ini. “Kata-katanya adalah sihir”. Kata Anis Matta. Suara yang mengantar pikiran-pikirannya adalah gema yang menguasai jiwa. Sorot mata yang menyertai nasihat-nasihatnya adalah kekuasaan yang mengalahkan hati. Ribuan atau bahkan ratusan ribu orang menemui kesadarannya kembali begitu mereka mendengarnya. Mereka semua bertobat seketika. Bahkan, pemilik hati sekeras batu sekalipun. Bahkan, penguasa paling digdaya yang tidak pernah menangis seumur hidupnya akan menangisi dirinya dihadapannya.
           Pria ini juga di sebut Anis sebagai orang yang memiliki kekuasaan spiritual. Kekuasaan yang menurut Anis tidak mengikat, tapi mengendalikan. Tidak menekan, tapi menggetarkan. Tidak mengancam, tapi mempesona. Tidak menakutkan, tapi menggairahkan, Tidak memaksa, tapi mencerahkan. Ia berkuasa karena kekuatan kepribadiannya. Ia berkuasa dengan kharismanya. Kharismanya terbentuk dari gabungan wibawa dan pesona, ilmu dan akhlaq, pikiran dan tekad, keluasan wawasan dan kelapangan dada. Ulama, pemikir, budayawan, seniman, biasanya memiliki jenis kekuatan seperti ini. Mereka tidak menguasai leher kita, tapi menguasai pikiran dan jiwa kita. Mereka tidak menguasai hidup kita, tapi mengarahkan hidup kita. Ketaatan kita pada mereka lahir dari pengakuan yang tulus atas integritas mereka. Bukan ketakutan terhadap kekuasaan dan ancaman mereka. Ketundukan kita muncul dari rasa hormat dan cinta, bukan dari rasa takut dan ketidakberdayaan. 
         John C. Maxwell, dalam buku The Law of Connection (Hukum hubungan), memberikan statement menarik tentang bagaimana orang-orang seperti ini bisa hadir di tengah-tengah kehidupan kita: “kemampuan seorang pemimpin yang baik adalah menyentuh hati orang lain terlebih dulu, sebelum meminta seseorang mengikuti Anda. Fakta menunjukkan bahwa ada orang yang bersedia mengikuti pemimpin yang mereka tidak sukai, tetapi mereka akan dengan senang hati mengikuti pemimpin yang mereka sukai. Itulah sebabnya, kemapuan menarik simpati pengikut merupakan bagian terpenting dalam proses mempengaruhi orang lain.”
               Dan kemampuan menarik simpati orang lain kata Maxwell, dimulai dari kepedulian terhadap sesama, menghargai mereka sebagai “manusia” yang memiliki harkat dan martabat, dan kemampuan seorang pemimpin untuk memberikan nilai tambah (added value) bagi sesamanya. Kemampuan menarik simpati adalah masalah keotentikan dan orisinalitas Anda sebagai seorang pemimpin, agar orang lain tahu dan merasakan bahwa Anda peduli dengan mereka secara tulus. 
       Maka jauh sebelum Maxwell mengungkapkan teorinya, sebuah syair wolio telah “menitip” pesan untuk para pemimpin: ‘Bari-baria mingkuna boasakana, Ee komiu mokenina kapoli, Tantomakea tilikia kamatea, Bari-baria miakidina situ (Segala gerak dan tutur katanya, Wahai kalian yang memegang kekuasaan, Perhatikan, tilik dan lihat, Semua orang kecil itu).’ 
            Marpaung Perlindungan, penulis best seller Setengah Isi Setengah Kosong, dalam Life is Choise menyebut fenomena semacam ini sebagai personal power. Personal Power (kekuasaan pribadi) adalah kekuasaan yang paling penting. Sang pemimpin mampu memimpin orang lain karena kekuatan pribadinya yang luwes, ringan tangan dan rendah hati. Pengikutnya mau menerima pengaruhnya bukan semata-mata karena sang pemimpin tersebut memiliki jabatan. Namun, ada kekuatan pribadinya yang luar biasa sehingga ada daya tarik sendiri pada orang tersebut. 
        Parlindungan melanjutkan bahwa kekuasaan semacam ini perlu terus disah dan dikembangkan, tetapi tanpa menafikkan jenis kekuasaan yang lain. Jenis kekuasaan apakah yang lain itu? yaitu Legitimate Power, Reward Power dan Expert Power. Hanya saja ketiga jenis kekuasaaan ini tidaklah sempurna tanpa adanya Personal Power.
             Pertama adalah Legitimate Power, artinya kekuasaan yang dimiliki pemimpin karena dia disahkan oleh pihak manajemen perusahaan untuk memegang jabatan tertentu (pemimpin “SK”). Oleh karena itu, pemimpin yang mengandalkan kekuasaan seperti ini, semua pengikutnya akan menghormati dan mengikutinya selama ia memegang jabatan tersebut. Namun, tidak ada keterikatan batin diantara keduanya. Begitu sang pemimpin tidak lagi memegang jabatan tersebut maka diapun akan disingkirkan dan dilupakan oleh masyarakat sekitarnya. 
            Kekuasaan yang kedua adalah kekuasaan memberi (reward power), artinya seseorang memiliki kekuasaan dengan memberi. Semakin banyak dan sering dia memberi maka semakin banyak pula orang yang mengikutinya. Namun, ketika suatu saat sang pemimpin tersebut tidak mampu lagi memberi, diapun akan ditinggalkan orang lain. 
         Kekuasaan jenis ketiga adalah kekuasaan karena ahli (expert power), ketika seorang pemimpin mampu mempengaruhi orang lain karena dia memiliki keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh pengikutnya. Keahlian ini dimiliki berdasarkan disiplin ilmu yang dimiliki dan pengalaman yang sudah melekat, ditambah lagi pergaulannya yang luas selama ini. 
          Namun, sekali lagi ketiga hal ini tidaklah cukup. Ketiganya perlu sebuah cahaya yang mampu memancarkan pesona ketiganya. Karenanya disinilah pentingnya Kekuasaan Pribadi (Personal Power). Inilah cahayanya. Dan orang-orang yang memiliki ini, usia sejarahnya akan jauh melampaui usia biologisnya. Mereka ini akan senantiasa dikenang oleh banyak orang walaupun telah tutup usia. Maka begitulah kita orang Buton melakukannya pada Sultan Himayatuddin (Oputa Yikoo). Seorang pemimpin yang mampu menggerakkan 5000 prajurit dan bergerilya melawan penjajah Belanda di negeri Butuuni. ***

Jumat, 09 November 2012

Budaya Buton VS Penyakit Jantung dan Patologi Sosial

gambar: jatinangorku.com
Menurut Blum (seorang pakar kesehatan masyarakat), ada beberapa factor yang mempengaruhi status kesehatan; yaitu lingkungan, (yang terdiri dari lingkungan social budaya, ekonomi), perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan. Selanjutnya, Blum juga menjelaskan, bahwa lingkungan social budaya tersebut tidak saja mempengaruhi status kesehatan, tetapi juga mempengaruhi perilaku kesehatan.

Dalam konteks Indonesia, masyarakatnya terdiri dari banyak suku bangsa yang mempunyai latar belakang budaya yang beraneka ragam. Lingkungan budaya tersebut mempengaruhi tingkah laku manusia yang memilik budaya tersebut, sehingga dengan keanekaragaman budaya, menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala , termasuk perilaku kesehatan.

Maka, secara sederhana kita bisa menjelaskan, mengapa di sebuah daerah tertentu sangat banyak ditemukan penyakit hipertensi tetapi di daerah lain tidak. Atau mengapa di negara Hongaria, angka kematian akibat penyakit jantung begitu tinggi, sementara di negara lain tidak.

 Khusus tentang penyakit jantung, ada sesuatu yang menarik sekaligus unik, ketika Malcolm Gladwell menggambarkan kehidupan warga Roseto di Pennsylvania Amerika Serikat dalam bukunya yang berjudul Outliers. Roseto adalah kota kecil yang didiami oleh warga AS keturunan Italia. Nama Roseto sendiri diambil dari sebuah nama yang juga merupakan nama sebuah daerah kecil di Italia Selatan, yang pada abad ke-19 beberapa dari mereka berlayar ke dunia baru (Amerika), dan akhirnya menetap di Pennsylvania.

Di tahun 1950-an, Serangan jantung sudah menjadi epidemic di Amerika Serikat. Penyakit ini menjadi penyebab utama kematian pria di bawah usia enam ;puluh lima tahun. Tahun tersebut Juga adalah tahun dimana berbagai obat penurun kolesterol dan pengobatan yang agresif untuk mencegah timbulnya penyakit jantung belum ditemukan. Akan tetapi, di Roseto, jarang ditemukan orang berusia di bawah 65 tahun yang mengidap penyakit jantung.

Adalah dr. Stewart Wolf, seorang dokter terkenal dari Fakultas Kedokteran Universitas Oklahoma, Kata Gladwell, yang pada akhirnya memutuskan untuk melakukan penelitian terhadap fenomena ini pada tahun 1961. Hasilnya benar-benar menakjubkan. Di Roseto, praktis tidak ada orang di bawah usia lima puluh lima tahun yang meninggal karena serangan jantung atau menunjukkan tanda-tanda penyakit jantung. Untuk orang di atas enam puluh lima tahun, tingkat kematian karena penyakit jantung di Roseto terhitung sangat sedikit dari seluruh Amerika Serikat. Bahkan tingkat kematian karena berbagai penyebab di Roseto sekitar 30 sampai 35 persen di bawah dugaan.

Demi meyakinkan hasil ;penelitiannya, Wolf membawa seorang sosiolog dari Oklahoma bernama John Bruhn, untuk menolongnya. Dari kolaborasi mereka berdua, sesuatu yang semakin menari ditemukan Tidak ada kasus bunuh diri, tidak ada penyalahgunaan alcohol, tidak ada kecanduan obat terlarang, dan sangat sedikit kejahatan. Tidak ada seorangpun dari mereka yang hidup di garis kemiskinan, dan tidak ;ada yang mengidap penyakit luka lambung. Orang-orang di daerah ini meninggal karena usianya yang sudah uzur.

 Penilaian awal Wolf dalah warga Roseto pasti menjalankan sejenis pengaturan makanan dari dunia lama (kampung aslinya di Italia) yang membuat mereka lebih sehat dari kebanyakan orang Amerika lainnya. Tetapi ternyata itu adalah asumsi yang keliru. Saat Wolf mendatangi ahli diet untuk menganalisis kebiasaan makanan warga Roseto, mereka menemukan bahwa 41 persen kalori yang mereka dapatkan berasal dari lemak. Warga di kota inipun jarang melakukan yoga dan berlari pagi sejauh enam mil di udara ;yang dingin secara konsisten. Warga Roseto di Pennsylvania adalah perokok berat dan banyak diantaranya yang berkutat dengan permasalahan obesitas.

Kalau pola makan dan olahraga tidak menjelaskan temuan mereka, maka bagaimana dengan genetika? Jadi dia menyelidiki anggota keluarga warga Roseto yang tinggal di bagian lain Amerika Serikat untuk melihat apakah mereka memiliki tingkat kesehatan yang sama seperti saudara-saudaranya di Pennsylvania. Ternyata tidak.

Dia kemudian menyelidiki ke daerah tempat warga Roseto tinggal. Apakah mungkin ada seseuatu dilingkungan perbukitan yang mereka diami di Pennsylvania timur yang bagus untuk kesehatan mereka? Wolf akhirnya meneliti catatan kesehatan di dua kota yang paling dekat dan memiliki ukuran yang sama dengan Roseto, yang juga didiami oleh imigran Eropa, yaitu Bangor dan Nazareth. Untuk pria diatas enem puluh lima tahun, tingkat kematian akibat serangan jantung di Nazareth dan bangor ternyata tiga kali lipat dibandingkan dengan Roseto. Buntu lagi.

Hal yang mulai disadari Wolf adalah rahasia di Roseto bukanlah pola makan atau olahraga atau gen atau lokasi. Rahasianya pasti di Roseto sendiri. Saat Bruhn dan Wolf berjalan-jalan di kota tersebut, mereka menemukan jawabannya. Mereka melihat bagaimana warga Roseto saling berkunjung antara satu dengan yang lain berhenti untuk mengobrol dalam bahasa Italia di jalanan atau memasak untuk tetangganya di halaman belakang rumahnya. Mereka mempelajari tentang berbagai klan keluarga besar yang menjadi penopang struktur sosial kota tersebut. Mereka melihat berapa banyak rumah yang ditinggali tiga generasi keluarga, dan seberapa besar rasa hormat yang didapat oleh para kakek nenek. Mereka pergi menghadiri misa di Our Lady of mount Carmel dan melihat efek pemersatu dan penenang dari gereja tersebut. Mereka menghitung ada 22 organisasi kemasyarakatan yang berbeda-beda di dalam kota yang memiliki etos egaliter di dalam hidup bermasyarakat, yang mendorong orang-orang kaya untuk tidak memamerkan kekayaannya dan menolong orang-orang yang kurang sukses mengubur kegagalannya. 

“Dalam menerapkan kebudayaan paesani dari Italia selatan ke perbukitan di Pennsylvania timur, penduduk Roseto telah menciptakan sebuah struktur social yang hebat dan protektif yang mampu melindungi mereka dari tekanan dunia modern. Warga Roseto hidup sehat karena tempat asal mereka, karena dunia yang telah diciptakan untuk mereka sendiri di kota kecil mungil di perbukitan”. Jelas Malcolm Gladwel. Sungguh mengagumkan. 

Nah, bagi kita yang tinggal di bekas kesultanan Buton, khususnya wolio, praktek kehidupan seperti warga roseto bukanlah sebuah hal yang asing. Secara umum, sama dengan tata cara hidup kita. Bahkan kita “diatur” dengan falsafah Bhinci-bhinciki kuli yang luar bisa. Sebagaimana kita ketahui bersama, ada empat pemahaman substansial dalam falsafah ini. Muh. Athar Hasimin dalam buku Menafsir Ulang Sejarah dan Budaya Buton menuliskan kepada kita berikut: Pertama, Pomae-maeka, berarti senantiasa saling memuliakan dengan takut melanggar rasa kemanusiaan antara sesama anggota masyarakat. Kedua, Pomaa-maasiaka, berarti senantiasa hidup saling peduli dan saling menyayangi ;antara sesama anggota masyarakat. Ketiga, Popia-piara, berarti senantiasa hidup saling memelihara kedamaian, ketentraman antara sesama anggota masyarakat. Dan keempat, Poangka-angkataka, berarti hidup bermanfaat dengan saling ,mengangkat derajat antara sesama anggota masyarakat. 

Saya memang belum memiliki data tentang jumlah penderita penyakit jantung di Kota Baubau (orang wolio khususnya), juga kisaran usianya. Akan tetapi, sebagaimana warga roseto dengan budaya Paesani-nya, kejadian& penyakit jantung dapat kita cegah dengan cara konsisten menjalankan budaya kita. Rupanya selama ini budaya kita, kearifan lokal kita, praktek kehidupan sehari-hari orang Wolio ternyata tanpa kita sadari mampu memberikan dampak yang luar bisa bagi kesehatan, khususnya jantung kita. 

Lebih dari itu, sayapun yakin, sebagaimana warga Roseto, jika kita konsisten –tidak terpengaruh penetrasi budaya luar yang negatif- dalam melaksanakannya, maka tidak akan ;ada kasus bunuh diri atau membunuh, tidak ada penyalahgunaan alkohol, tidak ada kecanduan obat terlarang, dan sangat sedikit kejahatan. Serta tidak ada seorangpun yang hidup di garis kemiskinan. ***

Kamis, 08 November 2012

Pria Metroseksual, Uberseksual vs Alumni Ramadhan

gambar: pinterest.com
Dalam beberapa kesempatan mengisi training pengembangan diri saya seringkali bercanda kepada para pelajar dan mahasiswa tentang "model manusia" Indonesia menurut iklan. Iklan mengajarkan bahwa seorang wanita yang sempurna adalah: harus memiliki kulit yang putih, rambut panjang dan lurus, body langsing, tinggi semampai, suara harus bagus, dan seabrek identitas lainnya. Sedang bagi laki-laki: paling tidak harus jangkung, kulit putih, tubuh atletis, kaya dan lain-lain. 

Dan ternyata, tidak sedikit para remaja, bahkan orang tua sampai manula yang terpengaruh dengan "model manusia" versi iklan ini. Sekitar tahun 2002, di Yogyakarta, ada kasus yang tragis sekaligus unik. Seorang remaja putri ditemukan tewas gantung diri dikamarnya. Alasan gantung diri rupanya cukup unik. Bentuk tubuh serta warna kulit dan pesona wajah yang tak mirip sinetron adalah alasannya untuk mengakhiri hidup. 

Bagi sebagian kita, mungkin hal ini tak masuk akal. Tapi ini adalah fakta dan salah satu dari sekian pengaruh "model manusia" menurut iklan. Manusia memang selalu mencari model/percontohan untuk hidupnya. Mulai dari level model ideology sampai yang simple seperti model pakaian dan gaya rambut. Dan kadang, standarnya lumayan sederhana, yaitu sesuatu yang disukai banyak orang. Maka orang berlomba-lomba mendekatkan diri untuk sama dengan model atau trend tersebut. 

Walau trend kadangkadang berubah dengan cepat. Khusus untuk pria, salah satu trend gaya hidup yang mendapat perhatian begitu besar bagi kaum Adam ini adalah trend metroseksual. Mark Simpson, dipertengahan decade 90-an yang memperkenalkan istilah ini. Metroseksual disematkan untuk pria pesolek atau pria yang gemar berdandan, melakukan perawatan kulit, perawatan kuku serta rambut dan narsisme serta perhatian pada mode busana. 

Salim A Fillah dalam Jalan Cinta Para Pejuang menyebut David Beckham sebagai icon pria metroseksual. Dilapangan hijau, penampilannya begitu memukau penonton. Diluar lapangan, ia menjelma menjadi pria penebar pesona, sekaligus bintang iklan,yang sukses. Beckham adalah pedandan sejati. Sang isteri, Victoria Posh Spice', pernah membuat pengakuan, "Saya hanya perlu setengah jam untuk bersiap keluar rumah. Dia Setidaknya dua jam untuk dandan!" Maka citra Beckham sebagai lelaki sejati, ayah dan suami yang baik, maskulin, serta professional menjadi citra Metroseksual. Citra yang menjadi trend dan diikuti banyak pria di dunia. 

Maka jangan kaget jika kita melihat para pria baik adik, teman, saudara, atau tetangga yang tiba-tiba senang melakukan perawatan kulit, perawatan kuku, perawatan rambut dan narsisme. Buktinya adalah hasil riset Euro RSCG pada paruh kedua tahun 2004 yang mencoba memantau perilaku pria di Inggris dan Amerika untuk penampilan fisik mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa 89 responden mengaku bahwa merias dan mempercantik penampilan diri adalah hal penting bagi mereka. 

Namun,Tahun 2005, ada trend baru yang muncul. Marian Salzman kepala riset di Euro RSCB bersama Ira Matathia dan Ann O'Relly merilis buku barunya, The Future Man. Menurut riset mereka, pria masa depan yang menjadi trend adalah Istilah sebagaimana Salim Fillah menjelaskan dalam bukunya Jalan Cinta Para Pejuang berasal dari bahasa jerman, yang berarti "diatas" atau superior". Konsep uberseksual menekankan keunggulan kualitatif . Menurut Salzman, pria uberseksual adalah pria yang menggunakan aspek maskulinitas, seperti kepercayaan diri, kepemimpinan dan kepedulian terhadap orang lain dalam kehidupannya. 

Pria uberseksual ini sangat peduli pada nilai dan prinsip hidup. Icon untuk para uberseksual antara lain adalah Barrack Hussein Obama dan Sir Paul Hewson alias Bono, vokalis band U2. Kini dunia, kata Marian Salzman, jauh lebih berharap kepada pria-pria yang menghabiska waktunya untuk membaca buku, mengikuti berbagai pelatihan, mencermati perkembangan mutakhi dan menganalisis berbagai peristiwa disamping juga menarik secara penampilan, dari pada mereka yang sibuk ke salon, menata rambut, mempermak wajah, dan memadukan assesorisnya. Dunia berharap pada pria masa depan, pria yang memiliki perhatian besar pada lingkungannya, nasib masyarakatnya, dan kemajuan dunia ketimbang mereka yang begitu perhatian pada beberapa kalori yang diserapnya setiap hari dan menginvestasikan uang untuk mempercantik kulit. 

Secara psikologis, Salim, pria metroseksual adalah gelas kosong yang dipoles, sedang pria uberseksual adalah gelas yang penuh minuman manis. Maka akan tampak gejala kecil perbedaan ini: para pria metroseksual selalu mencoba menarik perhatian para wanita. Sebaliknya para pria uberseksual sangat menghormati wanita. Intinya metroseksual setia pada dirinya, sementara uberseksual setia pada prinsipnya. 

 Nah, bagaimana dengan anda yang mengaku Muslim? Apakah anda sudah terpengaruh dengan salah satu trend di atas?Tapi, tunggu! Sejak awal, sebagai muslim, kita punya teladan yang lebih agung dari pada para pria uberseksual manapun. Itulah Rasulullah yang penampilannya begitu menarik. Muhammad, Rasulullah SAW telah mencontohkan kepada kita model manusia sesungguhnya. Sebuah model manusia yang tetap relevan sepanjang zaman. 

Menurut Ust. Anis Matta, Model Manusia Muslim adalah Keseluruhan kehendak Allah SWT tentang bagaimana seharusnya seorang muslim menjadi. Ada empat kualifikasi yang menggambarkan kehendak-kehendak Allah SWT, sebagaimana digambarkan dalam surat Al 'Asr: Iman, amal shalih, dakwah an sabar, dapat di rekonstruksikan secara sederhana dalam tiga tangga kehidupan: afiliasi, partisipasi dan kontribusi. Afiliasi adalah tangga dimana seorang bergabung dan memperbaharui kembali komitmennya kepada Islam menjadikan Islam sebagai basis identitas yang membentuk paradigm, mentalitas dan karakternya. 

Dalam proses afiliasi ulang itu, kita memperbaharui kembali komitmen kita dalam tiga hal. Pertama, komitmen aqidah yang menetapkan tujuan dan orientasi, atau visi dan misi kehidupan kita. Kedua, Komitmen ibadah yang menentukan pola dan jalan kehidupan, atau cara kita menjalani kehidupan. Ketiga, Komitmen akhlaq yang menentuka pola sikap dan perilaku dalam seluruh aspek kehidupan kita. Partisipasi adalah tangga kedua dimana seorang Muslim telah mencapai kesempurnaan pribadinya, dari mana kemudian ia melebur ke masyarakat, menyatu dan bersinergi dengan mereka, guna mendistribusikan keshalihannya. 

Dalam proses partisipasi itu, kita melakukan tiga hal. Pertama, Komitmen untuk mendukung semua proyek kebajikan dan melawan semua proyek kerusakan ditengah masyarakat. Kedua komitmen untuk selalu menjadi factor pemberi atau pembawa manfaat dalam masyarakat. Ketiga, komitmen untuk selalu menjadi factor perekat masyarakat dan pencegah disintegrasi social. Kontribusi adalah tangga ketiga dimana seorang muslim yang telah terintegrasi dengan komunitas dan lingkungannya (keluarga, perusahaan, dan masyarakat) berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara menajamkan posisi dan perannya, sesuai dengan bidang spesialisasinya, agar ia lebih tepat dan sesuai dengan kompetensi intinya. 

Dengan cara itu, ia dapat memberikan kontribusi sebesar-besarnya dan menyiapkan sebuah karya terbesar dalam hidupnya. Amal yang ia persembahkan bagi Allah, umat, dan kemanusiaan secara umum dan bagi komunitas social dan bisnisnya secara khusus. Kontribusi itu dapat ia berikan dalam berbagai bidang pemikiran, kepemimpinan profesionalisme, finansial dan yang lainnya. Dengan melewat ketiga tangga tersebut, seorang Muslim menggabungkan tiga kekuatan sekaligus kekuatan pribadi, kekuatan social dan kekuatan profesionalisme. 

Manusia muslim yang memiliki kualifikasi tersebut, pastilah akan menjadi manusia-manusia yang cemerlang. Dan kecemerlangan mereka, pastilah akan mempesona masyarakat dan lingkungan dimana ia berada. Pesona kecemerlangan mereka tentulah dengan sendiri akan menjadi pesona Islam. Bulan Ramadhan adalah wadah bagi kita sebagai Muslim untuk melakukan metamorphosis, Quantum atau lompatan besar dalam menghadirkan pesonapesona kecemerlangan itu dalam diri kita. Sehingga akhirnya kita menjadi manusia-manusia baru yang mengisi ruang sejarah dengan beribu kemanfaatan bagi orang banyak, yang jauh melampaui segala trend gaya hidup buatan manusia. ***

Aksi Heboh Briptu Norman & Kekuatan Humor

gambar: 52d azhew.com
Dalam 2 (dua) minggu ini, Wajah Briptu Norman Kamaru menghiasi media massa tanah air, menyusul aksi uniknya menyanyi lipsing lagu india Chaiya Chaiya, lengkap dengan goyang Indianya yang berdurasi selama 6 menit 30 detik. Efeknya tak tanggung-tanggung, pria lajang ini kebanjiran order manggung mulai dari rujab gubernur Gorontalo sampai beberapa TV swasta nasional. Sekejap ia menjadi selebriti, dengan jutaan fans yang mengelu-elukannya. Sampai-sampai artis Julia Perez alias Jupe harus menunda launching album terbarunya karen
a takut tenggelam oleh popularitas Norman.

Menurut kedua orang tua Norman, Idrus Kamaru dan Halima Martinus, sejak kecil anak mereka memang sudah menunjukkan bakatnya sebagai penyanyi. Bahkan Norman pernah bercita-cita menjadi seorang penyanyi. Namun pasca menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Atas, Briptu Norman lebih memilih mengikuti jejak sang Ayah sebagai polisi. Idrus dan Halima tidak menyangka anaknya akan menjadi terkenal berkat hobinya berdendang lagu India. 

Sebagaimana kita ketahui bersama, Briptu Norman begitu terkenal di youtobe. Menurut laporan dari detikcom, kepopuleran anggota Brimob Gorontalo itu ternyata mengalahkan Shahrukh Khan, actor India yang sangat diidolakan oleh Norman. Hal itu bisa dilihat dari jumlah kunjungan ke Video Norman saat menari dan lipsync lagu India‘Chaiyya Chaiyya’. Saat detikcom melihat video itu, Rabu (6/4/2011) pukul 17.30 WIB. 

Aksi Norman yang membuat orang terhibur itu telah dibuka sebanyak 517.957 kali. Dan melesat tajam setelah aksi Norman itu diberitakan hampir seluruh media massa nasional. Sementara itu ‘Chaiyya Chaiyya’ asli yang menampilkan Shahrukh Khan yang berduet dengan Malaika Arora hanya dibuka 292.402 kali. Versi video ‘Chaiyya Chaiyya’ Shahrukh Khan lainnya bahkan hanya ditonton sekitar 90-an kali. Agaknya, dikarenakan pula oleh pengaruh yang satu ini, konon Syakhrukh Khan mengirim Salam Khusus untuk Norman. 

Hobi menghibur teman-temannya sesama anggota brimob yang lagi stress, ternyata berubah menjadi hiburan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Banyak ekspresi yang muncul, ada yang tersenyum, adapula yang tertawa, seperti yang dilakukan oleh gubernur Gorontalo saat mengundang Norman ke rujabnya. Akumulasi dari semua ekspresi itu adalah terbentuknya jutaan dukungan yang terus mengalir pada Norman. 

Ada Apa dengan Humor? Disadari atau tidak oleh Norman, apa yang dilakukannya ternyata adalah sebuah bentuk ekspresi humor yang elegan. Humor yang berujung pada lahirnya tawa, ternyata memberikan efek peningkatan kecerdasan dan kesehatan pada tubuh. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Penelitian mutakhir tentang otak yang mengagumkan, telah menempatkan humor atau tawa, music, irama dan melodi sebagai elemen psikologis pada otak kanan. 

Selain itu, adapula kreativitas, konseptual, inovasi, gagasan, cinta, gambar dan bermimpi yang merupakan elemenelemen popular yang memayungi belahan otak kanan. Sebagai informasi, istilah-istilah popular yang memayungi belahan otak kiri adalah akademik, intelektual dan bisnis. Jika dijabarkan secara spesifik, bagian otak ini adalah tempat bagi matematika, bahasa, membaca, menulis, logika, urutan, sistematis analitis dan lain-lain. Bagi orang yang hanya menggunakan otak kirinya, sangat mudah terkena stress, bahkan depresi. 

Oleh karena itu setiap orang perlu menggunakan otak kiri dan otak kanannya secara bersamaan. Ternyata, menurut penelitian, penggunaan keduanya secara bersamaan mampu meningkatkan kecerdasan manusia sebesar sepuluh kali lipat. Bagaimana cara memfungsikan otak kanan? Salah satunya adalah dengan menonton aksi Briptu Norman. Rasa humor (sense of humor) diyakini juga berguna untuk menghilangkan berbagai penyakit yang diderita manusia, khususnya penyakit yang berkaitan dengan kejiwaan seperti stress, depresi dan hipertensi. 

Mengingat pentingnya humor atau canda, banyak pakar yang menulis disertasi dengan topic seputar humor; bahkan jurnal ilmiahpun mengangkatnya sebagai topic bahasan khusus. Martonis Toni dalam Nyala Satu Tumbuh Seribu menjelaskan bahwa Dr. Hajime kimata, dari Departement of Allergy MoriguchiKeijinkai Hospital di Osaka (Jepang), meminta 26 pasien (15 pasien wanita dan 11 pasien pria) yang menderita dermatitis atopic –suatu peradangan kulit akibat alergi- untuk menonton film Charlie Chaplin (film komedi), sebuah film yang dipilih untuk penelitian karena dianggap mudah dimengerti oleh siapapun. 

Para penderita alergi kutu debu rumah ini diminta tidak meminum obat mereka selama 3x24 jam sebelum menonton film itu. Setelah para pasien itu menonton film Chaplin, Kimata menyuntikkan allergen debu ke kulit para pasien untuk melihat apakah film tersebut berpengaruh terhadap ukuran bercakbercak mereka. Ia menemukan bahwa ada penurunan ukuran yang cukup signifikan, dan hal ini bertahan selama 2 jam. Jika pasien menonton berita atau laporan cuaca, tidak ada tanda-tanda alergi mereka membaik. 

Penjelasan ilmiah dari hasil penelitian Kimata cukup masuka akal. Tertawa memang telah diketahui menurunkan kadar hormon stress atau kortisol. Sementara tertawa dapat pula menekan system imun yang memproduksi IgE, antobodi yang berperan dalam reaksi alergi sehingga reaksi alergipun menurun. Sense of humor, kata Toni mengutip kata psikolog Ratih Andjayani Ibrahim, dalam sebuah harian nasional, tidak selalu sebuah lawakan yang membuat orang tepingkalpingkal. Tapi, bisa juga bagaimana seseorang bisa menghargai atau mensyukuri sesuatu sehingga membuat kita atau orang lain gembira. 

Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa sense of humor sudah bisa diperkenalkan sejak seseorang masih dalam kandungan. Orang tua adalah contoh utama bagi anak-anak. Ratih nerpendapat bahwa sense of humor yang dilakukan anak-anak pasti akan merujuk dari sense of humor yang dipraktikkan orang tuanya. “Makanya orang tua harus mencontohkan humor-humor yang sehat dan dan mendidik kepada anak-anak,” jelas Ratih. Selain lingkungan keluarga, sense of humor dapat difasilitasi dilingkungan sekolah. Bila sekolah itu kaku, anak-anak akan sulit mengapresiasi dirinya. Alhasil, potensi humor anak-anak tidak akan muncul. Setiap anak yang terlahir sebenarnya sudah membawa sense of humor. 

Hanya masalahnya adalah bagaimana orang tua dan lingkungannya bisa memfasilitasi potensi tersebut agar berkembang dengan baik sehingga anak-anak yang memiliki sense of humor adalah anak yang sehat, smart dan pantang menyerah? Dalam hal ini, orang tua sebaiknya memberikan kebebasan pada anak-anak untuk mengungkap jiwa humornya. Tanpa sense of humor, akan terbentuk anak-anak yang tidak happy dan pada akhirnya menjadi anak yang cengeng. Anak seperti ini biasanya lebih mudah patah arang jika mengahadapi masalah. Sementara itu, anak-anak yang memiliki sense of humor akan lebih gembira. 

Setiap masalah dihadapinya dengan riang, tanpa menganggap sepele masalah. Tertawa dan Pengaruhnya Para peneliti tak hentihentinya mempelajari dampak tawa pada tubuh. Selain informasi diatas, muncul beberapa informasi menarik tentang tertawa dan pengaruhnya, diantaranya adalah: 

1. Aliran darah. Peneliti dari University of Maryland mempelajari efek pada pembuluh darah orangorang yang sedang menyaksikan pemutaran acara baik komedi atau drama. Setelah pemutaran, pembuluh darah dari kelompok yang menonton komedi bersikap normal. Namun pembuluh darah pada orang yang menyaksikan drama cenderung tegang, membatasi aliran darah. 

2. Respon Imun. 
 Peningkatan stres dikaitkan dengan penurunan respon sistem kekebalan tubuh. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kemampuan untuk menggunakan humor dapat meningkatkan tingkat antibodi yang memerangi infeksi dalam tubuh dan meningkatkan kadar sel-sel kekebalan, juga. 

3. Kadar gula darah. Satu studi dari 19 orang dengan diabetes melihat efek tawa pada kadar gula darah. Setelah makan, kelompok menghadiri ceramah membosankan. Pada hari berikutnya, kelompok makan makanan yang sama dan kemudian menonton komedi. Setelah komedi, kelompok itu kadar gula darah lebih rendah daripada yang mereka lakukan setelah kuliah. 

4. Relaksasi dan tidur. Dengan menyaksikan sajian komedi seperti Candid Camera dapat membantu pasien penderita spondilitis, kondisi tulang belakang yang menyakitkan, bisa merasa lebih baik. Sepuluh menit tertawa memungkinkan penderita spondilitis dua jam tidur dengan bebas rasa sakit. 

 5. Rasa Nyeri Tertawa dapat pula memberikan efek analgesic atau mampu menurunkan rasa nyeri. Maka, cobalah untuk tertawa saat ;terpapar nyeri. 

6. Aerobik Tertawa selama 10,15 menit, dapat menghabiskan sekitar 50 kalori. Tertawa sebanyak 100 kali sama dengan berlari selama 10 menit. Selain itu, tertawa dapat meningkatkan kapasitas vital dan oksidasi paru. Jadi, dunia kesehatan telah menemukan bahwa orang yang gemar megekspresikan humor. tersenyum, tertawa tidak berlebihan, membuat jasmani menjadi sehat. Wajah selalu terlihat berseri dan indah dipandang. 

Secara filosofi, ekspresi humor, senyum dan tawa adalah ekspresi optimisme dan harapan. Sedangkan marah adalah ekspresi keputusasaan dan ketidaksabaran. Humor, senyum dan tawa adalah sikap membangun, tetapi marah adalah sikap merusak. 

Menyikapi berbagai masalah kehidupan ini, layaklah kita tersenyum. Sikap marah hanya akan memperkeruh kondisi, kemarahan bisa berbuah dendam, bisa menyulut pertikaian, bisa mengubur persaudaraan. Ringkasnya, marilah ber-humor, tersenyum dan tawa serta hindari marah. Thanks Norman, berkat aksi Anda, sejenak Indonesia penuh senyum dan tawa. (Tulisan Lawas)

Rabu, 07 November 2012

Ulang Tahun Sultra: Budaya, Momentum dan Kompetensi -Sebuah Catatan untuk Pemuda-

gambar: png download.id
Hawai, 7 Desember 1941, menjadi saksi, penyerbuan tentara Jepang atas Pearl Harbor (pangkalan angkatan laut AS) yang menenggelamkan sedikitnya 21 kapal perang, menghancurkan 200 pesawat tempur, dan menewaskan sekitar 3000 personil Angkatan Laut Amerika Serikat. Peristiwa ini semakin memperlebar front perang dunia II, setelah dua tahun sebelumnya, tepatnya tahun 1939, Jerman menginvasi Polandia yang menandai awal mula meletusnya perang paling tragis dalam sejarah. 

Salim A Fillah, dalam tulisannya berjudul Teluk Mutiara menjelaskan bahwa Laksamana Isoroku Yamamoto, inisiator penyerbuan gemilang itu, telah menunjukkan kepada kita tentang nilai penting warisan leluhur. Jika kita perhatikan, rudal-rudal torpedik Jepang yang menghancurkan kapal-kapal Amerika itu, ternyata didesain untuk mengambang di dekat permukaan begitu dijatuhkan dari pesawat tempur ke lautan. 

Artinya, pesawat tempur Jepang tidak menjatuhkan bom di atas kapal hingga mudah menjadi sasaran tembak meriam anti-pesawat AS. Mereka cukup menjatuhkan rudal torpedik dengan arah yang tepat dari kejauhan, dan rudal itu akan meluncur di permukaan air lalu menghantam tepat di lambung kapal. Dan ternyata, dengan menggunakan kayu dan bambu yang di desain sedemikian rupa, rudal-rudal tersebut bisa mengambang. 

Memakai kayu dan bambu adalah salah satu nilai tradisi Jepang. Seperti kita ketahui bersama, bangsa Jepang dikenal dengan komitmennya pada warisan nenek moyang. Tetapi Jepang harus melalui perang dunia II dengan kepahitan terlebih dahulu untuk bisa sedikit memilah mana warisan leluhur yang dihidupkan, dan mana yang tidak. Kaisar Hirohito merasa, bahwa titik tolak politik ekspansif yang membawa Jepang pada kesengsaraan itu adalah anggapan rakyat dan para prajurit Jepang bahwa dirinya Sang Tenno, merupakan turunan langsung Amaterasu Omikami, dewa matahari. 

Dengan asumsi itulah, para prajurit Jepang tega membumihanguskan banyak negeribahkan dengan kamikaze karena merasa sedang memberikan pengabdian tertinggi, dan membawa tugas suci menebarkan cahaya Sang Matahari ke seluruh penjuru bumi. Betapa mengerikan! Maka dengan bijak, pada tanggal 1 Januari 1946, Kaisar Hirohito mengumumkan dengan tegas bahwa dirinya adalah manusia biasa yang sama sekali tidak bersangkiut paut dengan kedewaan. Hirohito telah sukses mematahkan salah satu tradisi nenek moyangnya yang membahayakan. 

Dan akhirnya, bertahun-tahun kemudian pasca peristiwa bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima, Jepang menjelma menjadi salah satu negara maju dengan akar budaya yang kuat. Bangsa Jepang dan bangsabangsa lainnya di dunia, termasuk kita di Buton adalah adalah ”makhluq historis”, kata Anton Bakker. Yang berkembang berdasarkan pengalaman dan pikiran bersama lingkungan dan zamannya. Bila perkembangan itu bersifat positif, maka warisan masa lalu akan membentuk karakter masa kini yang lebih baik dan menentukan masa depan yang dicitacitakan. 

Dengan demikian, kita dapat mengembangkan kapasitas belajar untuk membentuk identitas genuin sebagai bangsa merdeka dan berdaulat penuh. Yakni, kemampuan untuk mempelajari perkara yang dibutuhkan di masa kini (learning how to learn), dan mempelajari perkara yang harus ditinggalkan dari masa lalu (lerning how to unlearn), dan mempelajari perkara yang diperlukan untuk merancang masa depan (learning how to relearn). 

Proses belajar yang dinamik dan bersifat sistemik itu akan membuat kita lebih obyektif dengan warisan sejarah manapun, tidak lagi sekedar menyesali dan mencaci-maki sejarah karena menimbulkan luka yang dalam, atau sebaliknya juga tidak memuji-muji dan membanggabanggakan masa lalu tanpa sikap kritis. Nilai-nilai Budaya Buton Manusia sebagai ”makhluq budaya” dibentuk oleh nilai dan simbol yang diyakininya, dan memiliki kemampuan untuk memberi makna serta penafsiran atas kehidupan yang dijalaninya. 

Manusia Indonesia juga dipengaruhi lingkungan fisik dan demografis, serta nilai yang diwarisi dari zaman ke zaman. Pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha, dilanjutkan dengan kebudayaan Islam dan Barat, saling berinteraksi dengan nilai-nilai lokal. Pergulatan nilai itu membentuk karakter manusia Indonesia yang bergerak dinamik. Karena itu kita perlu menelaah karakter manusia Indonesia secara jujur dari sisi positif maupun negatifnya, lalu meramu suatu perpaduan nilai yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman di masa kini dan mendatang. 

Mochtar Lubis, salah seorang budayawan, mengungkapkan karakter asli manusia Indonesia sebagai bentuk pertanggung jawaban intelektualnya. Lubis membeberkan sejumlah ciri negatif (misalnya: sifat munafik, enggan bertanggungjawab, feodalistik, percaya takhayul, berwatak lemah, boros, malas, suka menggerutu, cepat cemburu, mengambil jalan pintas, mabuk kuasa, tukang tiru dll), disamping mengakui sifat positifnya (dekat dengan alam, artistik dan spiritualistik). 

Sebagai masyarakat Buton, selain menguliti manusia Indonesia secara obyektif, kita perlu melacak dimensi lokal dari identitas kemanusiaan yang tercermin dari budaya kita. Menurut Dr. Tasrifin Tahara, secara harfiah, kata ’Buton’ memiliki banyak arti. Pertama, ’Buton’ berarti ’Pulau Buton’, yang terletak di Semenanjung Sulawesi Tenggara. Kedua, ’Buton’ secara wilayah yang terdiri atas beberapa bagian selatan Pulau Buton, dan bagian selatan pulau Muna, Kepulauan Tukang Besi, Pulau Kabaena dan beberapa pulau kecil, dan sebagian dari semenanjung Sulawesi Tenggara. Dahulu, daerah-daerah tersebut berada dibawah kakuasaan Kesultanan Buton, yang berpusat di Keraton Wolio. 

Tidak ada bahasa pemersatu untuk masyarakat Buton (selain bahasa Indonesia) dan orang-orang Buton menggunakan lebih dari 14 bahasa. Masih menurut Doktor bidang antropologi ini, sebagai suatu wilayah bekas kesultanan, Buton, sudah pasti banyak memiliki nilai-nilai budaya yang sampai saat ini masih membekas dalam memori kolektif masyarakat Buton. 

Nilai-nilai budaya Buton yang bersumber dari falsafah bhincibhinciki kuli yang mengandung makna yang hakiki dan universal yakni setiap orang bila mencubit dirinya sendiri akan terasa sakit; karena itu janganlah mencoba mencubit orang lain sebab iapun merasa sakit, dan karena itu kemungkinan besar akan menimbulkan reaksi yang sama, ia akan membalas mencubit kulit anda. 

Falsafah dasar bhincibhinciki kuli mengandung empat nilai yang menjadi pedoman masyarakat Buton dalam berperilaku sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat. Keempat nilai tersebut yakni: (1) pomae maeka (saling takut melanggar hak asasi orang lain), (2) po maa maasiaka (saling menyayangi), (3) po pia piara (saling memelihara), (4) po angka angkataka (saling menghormati dan menghargai jasa sesama kita). Idealnya nilai-nilai budaya itu akan menjadi pedoman bagi tindakan masyarakat Buton. 

Nilai-nilai budaya itu merupakan Blueprint yang telah menjadi kompas dalam perjalanan hidup manusia, Ia menjadi pedoman dalam tingkah laku. Titik Temu Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia, khususnya Buton, tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Inilah yang kemudian kita sebut sebagai globalisasi. 

Globalisasi merupakan fenomena multidimensional yang tak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia dewasa ini. Sesungguhnya globalisasi tidak lain merupakan sebuah proses dalam kehidupan umat manusia menuju masyarakat yang meliputi seluruh bola dunia. Dampaknya adalah bukan mustahil kalau di Kota Baubau khususnya sebagai pusat Kesultanan Buton akan terkena virus globalisasi yang berdampak pada perubahan sosial budaya. 

Oleh karena itu, perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya penguatanpenguatan terhadap kearifan lokal agar masyarakat Buton bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tetapi tetap mempertahankan tradisi leluhur. Namun, suka atau tidak, laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini ternyata menuntut kualifikasikualifikasi baru yang harus dipenuhi oleh setiap orang. Jika kualifikasi ini tidak segera dipenuhi, maka kita akan semakin jauh ketinggalan. 

Biasanya, dunia kampus menjawabnya dengan cara memperkaya kurikulum yang ada dengan kompetensikompetensi tambahan, sekaligus menghadirkan kreatifitas baru dalam metode pembelajaran. Maka, lahirlah apa yang dikenal sekarang sebagai kurikulum berbasis kompetensi. Pekerjaan rumah kita sekarang adalah bagaimana mempertemukan kualifikasikualifikasi tersebut dengan nila-nilai budaya lokal kita, dalam hal ini adalah budaya Buton. 

Jika kita membicarakan bangsa Jepang, biasanya kata yang keluar dari lisan kita adalah disiplin, tepat waktu, profesional, semangat kerja tinggi, kualitas, dll. Kenapa? Singkatnya adalah karena itu sudah menjadi trade mark mereka. Nah, sekarang, kalau kita berbicara tentang Buton, bisanya apa yang muncul dalam benak dan lisan kita? Biasanya yang sering muncul adalah aspal, benteng keraton, masjid agung, atau yang lainnya yang kebanyakan bersifat materil. 

Tetapi jarang muncul kalimat disiplin, tepat waktu, profesional, semangat kerja tinggi, kualitas. Karena hal tersebut belum melekat sebagai atribut orang Buton. Sekali lagi, jika orang melihat Jepang, akan sampai pada kesimpulan bahwa itu semua berasal dari budayanya. Salah satu trend global yang harus dimiliki oleh setiap orang adalah pemenuhan Soft Skill. Yaitu pembangunan mentalitas manusia yang luar biasa. Yang bila dijabarkan secara sederhana, memuat; Kreatifitas, vitalitas, semangat kerja, kepemimpinan, berjiwa besar, percaya diri, tanggung jawab dan seabrek pesona keindahan spiritual dan emosional manusia. 

 Jika kita menggali budaya Buton, ternyata semua hal tersebut merupakan khazanah budaya kita. Budaya kita ternyata mengajarkan semua hal itu. Belajar dari bangsa Jepang, maka yang harus kita lakukan adalah bagaimana mengaplikasikan Budaya kita tersebut dalam sertap aktivitas dan interaksi kita sehingga ketika orang berbicara tentang sumber daya manusia dari buton, orang akan berbicara tentang mentalitas luar biasa, kedisiplinan, karakter, kepemimpinan, dll. Mari kita mulai! Khusus bagi para pemuda, harus memiliki kesadaran yang tinggi dan harus mengambil peran penting terhadap masalah ini. Oleh karena itu, sekali lagi diperlukan kesadaran dan motovasi pada diri setiap pemuda Buton. Dan tugas kita bersama untuk menghadirkan momentum tersebut. 

 Quantum dan Momentum Berbicara tentang kualifikasi global, pada saat yang sama kita juga akan berbicara tentang standarisasi. Trend yang sangat didambakan oleh perubahan yang cepat ini adalah terkait dengan quantum atau lompatan. Yaitu bagaimana orang mampu melakukan lompatan kualitas sehingga mampu berada diatas rata-rata orang kebanyakan. Dan yang paling penting dari itu semua adalah bagaimana menghadirkan orang diatas rata-rata ini dalam jumlah yang begitu banyak. Karenanya kita butuh momentum. 

Dan formula Momentum diperlukan dalam kerangka menciptakan momentum baru menyingkap embun pagi menuju masa-masa produktivitas pemuda. Ada keyakinan bahwa momentum itu, selain ia hadir karena pergesekan realitas berbagai sejarah besar, juga sebenarnya momentum dapat diciptakan. Momentum apa pun yang ingin kita ciptakan, rumusannya sama. Dan ia harus mengikuti ketentuan umum, yakni massa dikali kecepatan. 

Rijalul Imam menyebutnya sebagai Fisika Gerakan dan menyederhanakannya manjadi: m x v. Rijal menerjemahkan rumusan fisika di atas ke dalam bahasa pergerakan sosial. Bahwa yang disebut dengan massa adalah masyarakat, umat, atau aktivis pergerakan itu sendiri. Sedangkan kecepatan adalah upaya dan tindakan terjadinya berbagai akselerasi perubahan. Mengikuti rumusan di atas, jika kita ingin menciptakan momentum, maka rumusnya adalah perbanyaklah kuantitas massa kita bersamaan dengan itu perbesarlah tingkat akselerasi kita dalam banyak hal. Perlu diperhatikan. 

Rumus Momentum bukanlah massa ditambah kecepatan melainkan dikalikan. Itu artinya, satuan kekuatan kita sebagai seorang pemuda bukan ditambah dengan satuan pemuda lainnya, melainkan seorang dan seorang lainnya—yang tentunya bukan dua orang—digandakan berlipat ganda dalam sebuah sistem pergerakan yang akseleratif. Maka dalam sebuah upaya perubahan terhadap pemuda, sistem pengkaderan perlu dirancang secara heroik (psikomotorik) , menjiwai hingga tingkat kesadaran yang tinggi (afektif), dan memantik daya pikir (kognitif) mereka pada persoalan dan kemampuannya menjadi problem solver, bukan sekedar problem speaker, atau malah problem maker. 

Kerja-kerja ini juga tidak akan berhasil jika tidak ditopang dengan sistem gerakan yang terpadu di semua aspeknya, baik dari sisi tata keorganisasian, kecepatan menanggapi persoalan (tidak sekedar cepat bersikap), kemampuan menjaring relasi perubahan, dan daya dukung lainnya secara operasional. Di atas itu semua, diperlukan kesadaran dan motivasi tinggi akan keberhasilan proyek ini. 

Pengkaderan adalah kultur proyek/usaha, yang berarti pekerjaan mengkader adalah mentalitas kader dan orang/institusi (yang mengupayakan) itu sendiri. Masingmasing mereka adalah orang-orang pembelajar dan secara terbuka terbiasa menularkan kemampuannya pada yang lainnya. Mereka memiliki tradisi berguru pada orang-orang terbaik di zamannya, pada ustadznya, dosennya, kawan mahasiswa yang menjadi teladannya, pakar di bidangnya, organisasi kepemudaan, khazanah para ulama yang telah meninggalkan warisan ilmunya, bahkan teknologi, maupun kajian stratejik yang dimiliki Barat maupun Timur. Mereka pegiat di lapangan, kokoh secara akhlak dan valid secara konsepsional. 

Rancangan usaha/upaya dengan spirit menuju pemuda dengan kualifikasi luar biasa adalah tantangan kita semua untuk menciptakan momentum baru pemuda di jazirah Buton. Seperti apakah bentuk konkritnya kelak, ia hanya akan dicapai bentuknya oleh rumusan tadi: kuantitas banyaknya pemudapemuda terbaik yang akseleratif dan progresif dalam mempelajari berbagai hal secara terpadu dan terinterkoneksi satu sama lainnya. Lebih dari itu mereka adalah orang-orang yang ketika diam duduk dengan tenang dan bergerak dengan semangat. 

Memadukan Trend Global dengan Nilai-nilai Budaya Buton (Kompetensi) Perubahan yang terjadi secara secara terus menerus akibat pengaruh globalisasi, menuntut perlunya strategi internalisasi tradisi budaya yang positif, termasuk formulasi kualifikasi pemuda Buton untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan warisan budaya Buton. Untuk itu upaya internalisasai nilai-nilai budaya Buton harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup pengembangan dimensi manusia, yakni aspek-aspek moral, akhlaq, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga dan perilaku. 

Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life skill) yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi pemuda untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa datang. Dengan demikian pemuda Buton akan memiliki ketangguhan, kemandirian dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran dan atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Sekedar informasi, dalam SK Mendiknas No. 045/U/2002, dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. 

Menurut saya, terdapat tujuh karakter khusus (berbasis trend global) yang harus dipenuhi agar tetap memiliki daya saing di era sekarang ini,: 1. Kokoh dan Mandiri Kokoh yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah karakter pemuda yang memiliki kekuatan, kematangan dan kedewasaan secara spiritual, pemikiran/wawasan dan jasmani. Inilah pemuda yang memiliki ketajaman spiritual, kebeningan dan kejernihan jiwa juga pemuda yang memiliki keluasan ilmu pengetahuan, wawasan global dan kekuatan mengimplementasikan keilmuannya dalam realitas kehidupannya. Ini pulalah pemuda yang mampu tenang dan memiliki komitmen dalam kehidupan meskipun gelombang ujian silih berganti menghadangnya. 

Dan seorang pemuda yang memiliki kebugaran dan kesehatan jasmani, sehingga mampu mengemban tanggung jawab dan senantiasa dinamis dan energik. Tanpa mengenal lelah, lesu dan loyo dalam merespon setiap upaya dalam menghadirkan hal-hal positif. Hasan Al Banna, seorang Ulama Mesir dalam sebuah tulisannya secara eksplisit menginginkan pemuda yang memiliki kekokohan dan kemandirian untuk mengemban tanggung jawab, Beliau berkata: ”Kami menginginkan jiwa-jiwa yang hidup, kuat dan selalu muda. Hati yang baru yang senantiasa berkibar-kibar dan ruh yang selalu menggelora dan berobsesi untuk menuju cita-cita yang tinggi...” Mandiri dalam tulisan ini adalah kemampuan seorang pemuda dalam melakukan pengembangan diri dan pembelajaran secara mandiri serta kemandirian dalam dimensi keuangan. 

Seorang pemuda harus memiliki kemandirian dalam urusan keuangan. Ia tidak boleh bergantung dengan orang lain dalam masalah ini. Bagaimana dapat melakukan pengorbanan, jika tidak mandiri dalam masalah pembelajaran maupun keuangan. Bahkan tidak adanya kemandirian yang dimiliki pemuda dapat menjadi faktor ke-malasan. 2. Dinamis dan Kreatif Ada beberapa pandangan tentang makna dinamis dan kreatif, salah satunya adalah kemampuan mental manusia untuk dapat melahirkan sesuatu yang unik, berbeda, orisinal, baru, indah, efisien, tepat sasaran dan tepat guna. Intinya adalah yakin dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru yang lebih baik untuk mengerjakan apa saja. 

Dinamis dan kreatif adalah perpaduan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual. 3. Spesialis dan Berwawasan Global Dimasa kini dan di masa mendatang, tantangan kehidupan semakin berat. Salah satunya isu globalisasi yang sekarang ini melanda dunia. Globalisasi membuat dunia seakan-akan menjadi desa yang menyatu (global village). Informasi semakin cepat dapat diakses dan up to date, distribusi barang dan jasa menjadi tak terbatasi, manusia dan kebudayaannya semakin seragam, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin cepat berkembang, sehingga hal itu menimbulkan hal yang serius bagi pengembangan karakter. 

 Guna menghadap tangtangan era globalisasi tersebut, profil pemuda yang ingin dihadirkan adalah pemuda yang memiliki spesialisasi pada bidang tertentu dan berwawasan global. Dengan spesialisasi, diharapkan setiap pemuda fokus pada keahlian atau keterampilan tertentu, sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Sebab tanpa spesialisasi akan sulit bagi pemuda untuk memiliki daya saing yang tinggi terhadap pihak lain yang saat ini semakin fokus dan terspesialisasi menggarap berbagai bidang kehidupan. Sedang berwawasan global diharapkan akan membuat pemuda tidak berpikiran sempit dan ’terkotak-kotak’, pada bidang tertentu sehingga melupakan kepaduan pemahaman terhadap ilmu dan pengembangan dunia kontemporer. 

Hal ini nampaknya paradoks, sebab memadukan dalam satu kepribadian dua sifat yang berbeda, sifat yang semakin spesialis (khusus) dengan sifat yang semakin umum (luas). Namun hal ini sebenarnya tidak paradoks. Sebab yang satu (yakni spesialis) berada pada tataran aktifitas (amal), sedang yang satu lagi (yakni global) berada pada tataran pengetahuan (pemikiran). 4. Pengajar Produktif Secara sederhana, Pengajar dapat diartikan sebagai orang yang melakukan tugas mendidik. Menumbuhkan sesuatu dari satu keadaan kepada keadaan lain sampai menjadi sempurna. Dalam hal ini adalah pemuda yang memiliki kualifikasi pemberi teladan dan penyebar kebaikan di lingkungannya. 5. Kapasitas Organisasi Berorganisasi adalah kegiatan yang dilakukan secara kolektif dimana seorang pemuda memenuhi kualifikasi kedewasaan mental, manajemen dan kepemimpinan. 6. Pelopor Perubahan Yang dimaksud dengan pelopor perubahan adalah sikap mental yang ofensif, senantiasa berada digarda terdepan dalam merespon setiap perubahan positif yang terjadi di masyarakat serta berusaha meminimalisir kejumudan, status quo dan perubahan negatif. 7. Ketokohan Sosial Yang dimaksud dengan ketokohan sosial adalah pribadi atau individu yang jujur dan kredibel baik secara moral maupun intelektual, sehingga dirinya menjadi rujukan publik (public reference) dan menjadi tumpuan masyarakat untuk dimintakan saran dan solusi atas permasalahan mereka (problem solving). Ia pun menjadi contoh teladan dalam hal kepribadian, akhlaq, kebersihan dan kepedulian serta menjadi motor penggerak kesadaran politik masyarakat. Ketokohan sosial dapat dilahirkan dan ditumbuhkan oleh faktor dominan yang dimiliki oleh seseorang, seperti faktor keilmuan, ekonomi, politik dan genelogis (nasab). Inilah tujuh karakter yang harus dibangun pada diri setiap pemuda, jika ingin memenangkan persaingan dimasa depan. 

Belajar dari bangsa Jepang, nilai-nilai tradisi budaya Buton yang positif harus menjadi bagian dari kualifikasi dari para pemuda Buton. Tanggal 27 April adalah hari jadi Provinsi Sulawesi Tenggara. Bertambahnya usia, harus dibarengi dengan evaluasi yang ketat. Salah satunya adalah bagaimana setiap stakeholder di provinsi ini khususnya di Kota Baubau mampu memberikan peran optimal bagi kemajuan provinsi ini di masa mendatang. 

Dan yang paling penting dari itu semua adalah semoga acara hari ulang tahun provinsi yang dilaksanakan di kota semerbak ini menjadi momentum bagi setiap kita terutama pemuda Buton untuk memenuhi segenap kompetensi yang dibutuhkan di era global ini, dan pada saat yang sama menjadikan tradisi nilai-nilai Budaya Buton sebagai ke-khasan kita yang kemudian akan menjadi Model kita dalam bersaing di dunia global dan lebih khusus adalah untuk mewujudkan provinsi kita yang adil, makmur dan sejahtera. ***

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More