 |
Gambar: Pekanbaru.co.id |
Kemarin (9 Desember 2014), saat berkunjung ke rumah orang tua, kusaksikan para Polisi dan Tentara berkerumun menjaga kantor Pengadilan dan Kejaksaan Negeri Kota Baubau. Kebetulan rumah orang tua Saya berhadapan langsung dengan kedua kantor tersebut.
Sementara tepat di depan rumah Saya (beberapa masuk halaman rumah), sekelompok mahasiswa sedang mempersiapkan aksi demonstrasi. Mereka sedang menunggu rombongan teman mereka yang sedang pawai mengelilingi Kota Baubau. Saya menyempatkan diri bertanya kepada salah satu dari mereka: “Ada apa ini?”. “Aksi memperingati hari anti korupsi Pak”. Jawab Sang mahasiswa. Jadi begitu ya. Hari anti korupsi. Pantesan aja di kampus yang Saya lewati ada mahasiswa sedang berorasi.
Saya jadi teringat foto-foto itu. Beberapa foto yang mengabadikan eksekusi mati Seorang keruptor beserta keluarganya di China. Beserta istri dan anak-anaknya. Mereka di eksekusi di sebuah lapangan, oleh tentara negeri tirai bembu. Sangat mengerikan menurutku. Entah peluru jenis apa yang ditembakkan pada keluarga itu. Seorang gadis yang baru memasuki usia remaja (anak Sang koruptor), kepalanya nyaris hancur setelah ditembus peluru. Semua mereka tergeletak tanpa nyawa di tempat itu. Sebuah harga untuk korupsi di China.
Mengapa sih seseorang atau kelompok orang berani melakukan korupsi? Bahkan mereka tahu sendiri bahwa itu salah dan akan mendapatkan ganjaran berat jika tetap melakukannya. Tapi mengapa tetap terjadi? Tentu banyak jawaban. Dahulu, Saya selalu bercanda pada beberapa rekan, “kenapa sih, sudah ada tulisan ‘Di Larang Membuang Sampah di Sini’, tapi tetap saja di tempat itu banyak sampah. Atau maaf, “Kenapa ya di ditempat itu ada tulisan ‘Di Larang Kencing di Sini’, tapi tetap saja tiap hari ada bau pesing di tempat itu.
Mereka mengerti, paham dan sadar bahwa sesuatu itu adalah larangan. Dan ada konsekuensi hukum jika dilakukan. Tapi mengapa mereka tetap melakukannya? “Karena mereka sudah gila alias sakit jiwa, bahkan lebih gila dari orang yang benar-benar gila”. Jawab seorang teman. Kok bisa? “Coba lihat orang gila”. Katanya melanjutkan. “Orang gila, biasa melakukan hal-hal yang berbahaya, melanggar aturan, tapi, mereka tidak sadar atas apa yang mereka lakukan. Nah para koruptor itu, paham, sadar, tapi tetap melakukan peanggaran. Bukankah ini lebih gila dari orang gila?”. Wow… begitu ya. Tapi maaf, bukan Saya yang bilang gila lho. Hehehe….
Ada pakar yang mengatakan bahwa korupsi bahkan sudah menjadi karakter. Maka korupsi akan menjadi sesuatu yang sukar untuk dirubah. OK, mari kita coba melihat, mengapa sesuatu itu bisa menjadi karakter? Bapak Sudharmono (2002), telah memberikan jawaban pada kita untuk pertanyaan ini: “Tanamlah pemikiran, kamu akan menuai tindakan. Tanamlah tindakan, kamu akan menuai kebiasaan. Tanamlah kebiasaan, kamu akan menuai karakter. Tanamlah karakter, kamu akan menuai nasibmu”.
Sederhananya begini; pemikiran, tindakan yang dilakukan berulang-ulang atau terus menerus, maka akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang atau terus menerus akan menjadi karakter. Sudah masuk di alam bawah sadar seseorang. Masuk ke dalam hati. Dan kita tahu bersama, sekitar 80% aktivitas manusia, dikendalikan oleh alam bawah sadarnya. Kalau sudah menjadi karakter, maka ia akan menjadi “nasib”. Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah kebiasaan? Banyak para “pakar” yang menjawab 21 hari. Jadi, tidak butuh waktu yang lama untuk menjadi sebuah kebiasaan.
Tunggu dulu! Semua orang khan berada di ruang dan waktu. Apa yang bisa menyebakan lahirnya pikiran, tindakan, kebiasaan dan karakter negatif itu? Para peneliti psikologi terdahulu masih yakin bahwa seseorang memiliki sifat jahat dikarenakan mereka memang memiliki ‘bibit’ jahat sedari lahir. Namun Zimbardo, seorang Profesor Psikologi dari Universitas Stanford menemukan bahwa hal tersebut tidak benar. Ia menemukan bahwa faktor lingkunganlah yang lebih besar dalam membuat seseorang menjadi jahat. Pada tahun 1970an, ia melakukan eksperimen yang berisiko besar mengenai hal tersebut, yaitu “Stanford Prison Experiment”.
Dalam eksperimen ini, sebagaimana dijelaskan dalam Ruang Psikologi (Webzine Psikologi Moderen), Zimbardo meminta bantuan sukarelawan untuk rela bermain peran sebagai sipir penjara dan narapidananya untuk 2 minggu penuh. Penelitian ini melibatkan orang-orang yang sama sekali tidak punya sejarah masuk penjara atau melakukan tindak kriminal apapun, dapat dikatakan bahwa mereka semua orang baik-baik. Dari awal penelitian, mereka betul-betul diskenariokan sebagai narapidana, mulai dari dijemput di rumah masing-masing dengan mobil polisi dan borgol dari polisi, hingga aturan-aturan di penjara simulasi yang terletak di ruang bawah tanah Universitas Stanford.
Hari-hari pertama penelitian berlangsung sesuai perkiraan, namun pada beberapa hari setelah itu, ada kejadian-kejadian di luar dugaan. Para sipir mulai bertindak di luar instruksi dengan alasan ‘mendidik’ para napi yang tidak disiplin, diikuti dengan reaksi melawan dari napi. Bahkan ada salah satu napi yang sampai tantrum dan akhirnya harus dikeluarkan dari penelitian karena khawatir akan mendapati efek negatif dari eksperimen tersebut. Karena kekacauan yang terus menerus terjadi, penelitian tersebut diakhiri hanya dalam waktu seminggu.
Dari penelitian tersebut, Zimbardo menarik kesimpulan bahwa faktor lingkungan adalah faktor yang sangat kuat dan dominan dalam mengubah seseorang dari baik menjadi jahat ataupun sebaliknya penemuan yang menentang teori lama bahwa disposisi (kepribadian) seseorang merupakan hal yang dominan dalam merubah tingkah laku seseorang). Dan dari penelitiannya, Zimbardo menawarkan solusi, yaitu Heroism atau ‘kepahlawanan’ untuk melawan bobroknya sistem dan situasi yang dihasilkan demi kebaikan umat manusia.
Hohoho… tampaknya “terlalu” keren kalau sampai berani menentang sistem yang buruk dan fokus pada pemecahan situasi. Kita pake saja hal yang sederhana, tapi InsyaAllah bisa mewabah. Apakah itu? Seperti yang dikatakan Aa Gym: “Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil-kecil, dan mulai saat ini. Dari pikiran dan tindakan positif, lalu menjadi kebiasaan positif, kemudian kenjadi karakter. Sesuatu yang positif itu akhirnya masuk ke alam bawah sadar/hati. Kita lawan kebiasaan dengan kebiasaan.
Dari experiment Zimbardo di atas, kita juga bisa mengambil kesimpulan bahwa kita semua sudah sepatutnya tidak membiarkan aktifitas yang mengarah ke lahirnya korupsi terus berlangsung. Mengapa? Apabila kita membiarkan hal tersebut terus terjadi, berarti kita sudah turut andil dalam menciptakan lingkungan yang tidak sehat. Dan lingkungan inilah yang nantinya dapat akan menghadirkan para koruptor.