Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 15 Februari 2016

‘Bahagianya Tuh di Sini’ VS Perilaku Bunuh Diri

Sumber gambar: muslimahcorner.com
             ‘Sakitnya Tuh di Sini’. Ini adalah judul lagu yang dipopulerkan olah Cita Citata. Di awal-awal tembang ini muncul, Saya sering melihat orang melantunkannya sambil menggerakkan jari tangan menunjuk kearah dada. Mengapa begitu? Ya, sebab disitulah letaknya perasaan. Baik perasaan sedih (galau) maupun bahagia. Maka jika orang sedang senang, Iapun akan menunjuk kearah dada, sambil mengucap: “Bahagianya tuh di sini.” Dan kalau sudah bahagia, apalagi ditambah dengan Iman yang mantap, maka orang tidak akan bunuh diri. 
                Saya memulai tulisan ini dengan kalimat ‘Sakitnya Tuh di Sini’, untuk menjelaskan tentang bunuh diri. Menurut para ahli, ternyata keinginan bunuh diri dilandasi pada mood dan suasana hati seseorang. Suasana hati yang sangat buruk (Sakitnya Tuh di Sini), bisa membuat seseorang mengakhiri nyawanya sendiri. Tapi tentu saja hal ini hanya berlaku bagi mereka-mereka yang tidak punya mekanisme penyelesaian masalah yang baik. 
                Baiklah, sebelum lanjut, Saya ingin bercerita sedikit tentang peristiwa heboh sekitar 2 (dua) minggu lalu. Pagi itu kami dikagetkan dengan aksi nekat seorang pemuda yang memanjat menara telkomsel setinggi beberapa puluh meter. Kejadiannya tak begitu jauh dari rumah kami. Tapi tunggu!!! Lelaki itu tidak sedang melakukan pertunjukan panjat memanjat. Saat itu Ia sedang melakukan percobaan bunuh diri. Menurut informasi dari beberapa warga yang hadir di lokasi kejadian, sang pemuda ingin mengakhiri hidupnya sebab sedang dirundung masalah yang tak sanggup diselesaikannya. 
                Biasanya Saya hanya menyaksikan upaya percobaan bunuh diri lewat layar televisi. Tapi di hari itu, ku tonton secara live di TKP (tempat kejadian perkara). Alhamdulillah aksi nekat pria muda itu tidak berakhir dengan kematian. Iapun akhirnya turun dari ketinggian dan berkumpul kembali dengan keluarganya. Mudah-mudahan peristiwa semacam ini tidak terulang kembali. 
               Tahun-tahun belakangan ini, Saya mendengar beberapa informasi tentang upaya bunuh diri beberapa warga Kota Baubau. Ada yang berujung pada kematian, ada pula yang tidak. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa mengakhiri hidup menjadi sebuah opsi atau pelarian dari masalah yang tak kunjung terpecahkan. 
               Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa setiap tahun, satu juta orang melakukan bunuh diri. Itu juga berarti bahwa setiap 40 detik ada orang yang mengakhiri hidupnya sendiri. Tentu ini sangat mengkhawatirkan, sebab jika dibandingkan dengan hilangnya nyawa akibat pembunuhan dan perang, ternyata hilangnya nyawa akibat bunuh diri jauh lebih besar. Data tahun 2012 menunjukkan, dalam 20 kali upaya percobaan bunuh diri, 1 diantaranya berhasil dilakukan. 
            Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), orang yang melakukan upaya bunuh diri hingga akhirnya meninggal, pada tahun 2012 mencapai angka sekitar 10.000 jiwa pertahun. Sekitar 4 atau 5 orang per 100.000 jiwa penduduk.
              Dalam bukunya yang berjudul ‘Keperawatan Jiwa’, Iyus Yoseph (2009), menjelaskan bahwa sejak tahun 1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Sedangkan untuk negara Austria, Denmark, Inggris, rata-rata 23 orang. Urutan pertama diduduki Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. 
            Di Amerika, tiap 24 menit seorang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya adalah 10 kali lebih besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang mengkhawatirkan trend bunuh diri mulai tampak meningkat terjadi pada anak-anak dan remaja. 
              Lalu, apa sesungguhnya pemicu keinginan mengakhiri hidup sendiri itu? Ternyata keinginan bunuh diri dilandasi pada mood dan suasana hati seseorang. Suasana hati yang sangat buruk, bisa membuat seseorang mengakhiri nyawanya sendiri. 
             Ahli psikiatri Kaplan Sadock (1997), berkata: “seorang anak yang berupaya bunuh diri sangat rentan terhadap pengaruh stressos sosial, seperti percekcokan keluarga yang kronis, penyiksaan, penelantaran, kehilangan sesuatu yang dicintai, kegagalan akademik, dan lingkingan yang buruk. Menurut hasil riset, ciri universal penyebab anak dan remaja bunuh diri adalah ketidakmampuan mereka memecahkan masalah dalam menghadapi percekcokan keluarga, penolakan dan kegagalan.”
             Menurut Iyus Yoseph (2009), rata-rata anak-anak menonton TV di rumah selama 8 jam sehari. Bila 2 jam saja acara tersebut berisi kekerasan, maka menurut Learning Theory ia akan merekam kejadian tersebut sebagai cara pemecahan masalah. Bila ia saksikan juga di rumah pertengkaran ayah ibunya, maka metoda pemecahan masalah dengan kekerasan makin terekam. Bila saat di luar rumah ia saksikan penggusuran dan premanisme oknum aparat, maka kekerasan itu maki dalam terekam pada diri anak. 
           Bila di sekolah ia menyaksikan perangai guru yang galak, ia yakin kekerasan itulah pemecahan masalah. Bila saat mengurus aktenya dilayani oleh aparat pemerintah yang kasar, maka makin yakinlah ia bahwa kekerasan adalah problem solving. 
            Bila pulang sekolah ia menyaksikan bentrokan antar kampung, maka itulah pemecahan masalah. Akumulasi rekaman berbagai kekerasan dan bentuk kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri itulah bunuh diri (self mutilation). 
            Kata Vygotsky, lingkungan terdekat anak (zone of proximal development) akan sangat berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak. Sedangkan menurut Psychiatric Nursing Stuart Sundeen (1995) jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah tipe agresif, bermusuhan, putua asa, harga diri rendah, dan kepribadian anti sosial. Anak akan memiliki resiko besar untuk melakukan bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter atau keluarga yang pernah melakukan bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga dengan alkoholisme. 
              Nah, bagaimana Langkah-langkah menolong orang yang Ingin bunuh diri? Menurut Dr. L Suryantha Chandra SpKJ, sebagaimana dimuat dalam website islampos (16 Agustus 2014), ada sejumlah nasihat bagi orang yang ingin melakukan bunuh diri agar keinginannya tidak berlanjut. Penderita bisa ditolong dengan terapi dan bisa hidup lebih baik, mau berbicara dan mendengar dalam upaya memecahkan persoalan, serta tidak ada alasan melalui kesulitan sendirian tanpa bantuan orang lain. 
             Pertama, Sebagai anggota keluarga, kerabat, teman dekat atau tetangga sekalipun, jangan biarkan orang itu merasa sendirian. Ajaklah berbicara. Bila menolak berbicara, jangan dipaksakan. Tunggu sampai orang tersebut mau berbagi keluhan. 
               Kedua, Bila mendapati ada orang yang hendak melakukan bunuh diri, sebaiknya dengarkan apa yang dia keluhkan. Berikan dukungan agar dia tabah dan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat, buat lingkungan tempat dia tinggal aman dengan cara menjauhkan alat-alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri. 
            Ketiga, Lingkungan sosial, termasuk keluarga, juga menjadi sarana yang baik untuk membantu mengurangi atau menghilangkan keinginan orang untuk bunuh diri. Obat-obatan antidepresi memang bisa diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan. Terapi lainnya adalah membuat orang itu menjadi lebih berarti. 
               Chandra juga menegaskan bahwa terapi kedua-duanya harus berjalan ditambah lagi dengan pendekatan agama. Yang paling penting adalah jangan membiarkan orang tersebut terisolasi. Yang juga bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk mencegah terjadinya bunuh diri adalah menerapkan pola hidup sehat dengan pola makan sehat, olahraga, berdoa dan bersosialisasi dengan lingkungan terdekat seperti keluarga, masyarakat merupakan terapi yang baik untuk menyehatkan jiwa. 
         Keempat, Para orang tua hendaknya lebih memperhatikan anak-anak mereka dengan memberikan pedidikan moral dan agama sejak dini, sehingga mental anak-anak menjadi kuat. Kita sebagai bagian dari masyarakat sebaiknya juga memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap kondisi lingkungan sekitar. Jika melihat tetangga atau lingkungan susah, bantulah sebisanya. Bantuan tak hanya materi, bantuan moril seperti empati dan dukungan pun bisa memperkuat mental siapa saja yang tengah dilanda masalah.***

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More