 |
Sumber gambar: Butikaini.com |
Namanya adalah Gaetan Dugas. Seorang pria yang berprofesi sebagai pramugara. Salim A Fillah dalam bukunya yang berjudul ‘Jalan Cinta para Pejuang’ mencontohkan orang ini untuk menjelaskan tentang ‘The Law of The Few’-nya Malcolm Gladwell. Ada apa dengan Gaetan Dugas? Orang ini sungguh keterlaluan. Berdasarkan pengakuannya, ia telah berkencan dengan 2500 orang di seluruh Amerika Utara, dan tersangkut setidaknya 40 kasus penularan HIV di California dan New York saja. Gila!!!
Ini tentang seks bebas. Kasus Gaetan Dugas diatas menunjukkan kepada kita bahwa begitu parahnya perilaku seks bebas di Amerika. Dan dampaknya, HIV/AIDS juga menyebar begitu mudah di sana. Menyadari efek berbahaya tersebut, maka negara Swedia, pelopor seks bebas di Eropa, dan negara-negara benua biru lainnya kini terus berbenah untuk memperbaiki karakter masyarakatnya. Sebab mereka sudah merasakan dampak negatif akibat seks bebas itu.
Baiklah, bagaimana dengan seks bebas di Kota Baubau? Beberapa minggu yang lalu, usai menyelesaikan tugasnya selama kurang lebih 1 (satu) tahun di Kota Semerbak ini, seorang dokter berpesan pada kami: “Selama Saya bertugas di sini, Saya banyak menangani kasus kehamilan di luar nikah. Lembaga Anda harus lebih giat lagi melakukan pembinaan moral bagi para remaja.”
Sebenarnya Saya tidak terlalu kaget mendengar informasi ini. Bahwa seks bebas terutama dikalangan remaja telah merebak di Baubau. Sebab, beberapa tahun lalu seorang teman yang bekerja di sebuah apotik pun pernah menyampaikan kepada kami tentang keprihatinannya menyaksikan para bocah SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang dengan berbagai cara berusaha mendapatkan kondom di Apotik tempatnya bekerja.
Berbicara tentang seks bebas dikalangan remaja, selain memprihatinkan banyak pihak, ini juga sekaligus peringatan akan hadirnya dampak yang mengancam dan membahayakan Kota Baubau. Sebelumnya, mari kita coba mengintip fenomena seks bebas pada kota-kota lain di Indonesia. Jika kita melihat data beberapa tahun lalu, berdasarkan berita yang di muat di Media Indonesia, 6 Januari 2007, 85% remaja 15 tahun berhubungan sex. Warta Kota, 11 Februari 2007 melaporkan bahwa separuh siswa di Cianjur melakukan hubungan seksual. Sedangkan di Republika, 1 Maret 2007, mewartakan bahwa 50% remaja perempuan di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah.
Dampak dari itu semua adalah ancaman terkena PMS alias Penyakit Menular Seksual. PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut The Centers for Disease Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun. Hampir seluruh PMS dapat diobati. Namun, bahkan PMS yang mudah diobati seperti gonore telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS lain, seperti herpes, AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yang disebabkan oleh virus, tidak dapat disembuhkan.
Beberapa dari infeksi tersebut sangat tidak mengenakkan, sementara yang lainnya bahkan dapat mematikan. Sifilis, AIDS, kutil kelamin, herpes, hepatitis, dan bahkan gonore seluruhnya sudah pernah dikenal sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS dapat berlanjut pada berbagai kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks dan berbagai komplikasi kehamilan. HIV/AIDS merupakan PMS paling menakutkan.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV yang biasanya akan membawa kematian pada akhirnya. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia.
Di Kota Baubau sendiri, Jumlah penderita HIV/AIDS terus merangkak naik. Data dari Dinas Kesehatan Kota Baubau menyebutkan, dari tahun 2007 hingga bulan Maret 2014, tercatat jumlah penderita sebanyak 126 orang. Sungguh mengkhawatirkan.
Berdasar pada kenyataan ini, sangat dituntut peranan keluarga ataupun orang tua untuk mengarahkan anak-anaknya, agar tidak terjerumus pada seks bebas. Tetapi pada saat yang sama, masyarakat juga harus turut berpartisipasi untuk mencegah timbulnya hal semacam ini, karena adaiah kewajiban setiap orang untuk ikut berpikir dan bertindak mengarahkan para remaja menuju kehidupan yang sehat dan positif. Dituntut pula peranan instansi yang berwenang dalam mengatasi dan mengantisipasinya.
Nah, berbicara tentang keluarga, ternyata keluarga yang tidak sehat (sakit), memiliki andil bagi terjadinya seks bebas. Inilah yang disebut dengan Family Disease. Saya pertama kali mengetahui istilah ini dari Prof. DR. dr Dadang Hawari (psikiater). Family Disease adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan bahwa keluarga secara sadar atau tidak, telah menyeret anggotanya kearah perbuatan negatif atau terlarang. Contohnya adalah sex bebas. Mengapa bisa begitu? Karena keluarga tidak menciptakan lingkungan yang baik untuk tumbuh kembang para anggotanya. Sehingga pada akhirnya anak-anak memilih untuk mencari lingkungan yang “nyaman” di luar rumah mereka.
Sayangnya, banyak diantara remaja yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman (di luar rumah) yang tampaknya menyenangkan, justru dapat menjerumuskan. Oleh karena itu tidak sedikit diantara mereka yang jatuh kedalam perbuatan negatif, salah satunya adalah sex bebas.
Maka solusi dari masalah ini adalah keharusan untuk membangun ketahanan keluarga. Yang di dalamnya mencakup optimalisasi Fungsi Keluarga. Ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin (pasal 1 angka 15 UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera).
Adapun fungsi keluarga adalah untuk menciptakan anggota masyarakat yang baru yang sesuai dengan norma-norma atau ukuran pada masyarakat tersebut. Secara umum fungsi keluarga adalah untuk sosialisasi, reproduksi, dan legalitas status (Witrianto, 2009). Menurut Goode (1983), ada empat fungsi universal keluarga inti, yaitu fungsi seksual, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi pendidikan. Keempat fungsi tersebut bersifat universal dan mendasar bagi kehidupan manusia.
BKKBN (Badan Keluarga Berencana Nasional), sebagaimana di muat dalam situs pikm.akbidyo.ac.id, membagi fungsi keluarga menjadi 8 (delapan). Fungsi ini juga senanda dengan fungsi keluarga menurut PP No. 21 tahun 1994, yaitu: Pertama, Fungsi Keagamaan, yaitu dengan memperkenalkan dan mengajak seluruh anggota keluarga dalam kehidupan beragama. Tugas kepala keluarga adalah menanamkan tentang adanya Tuhan yang mengatur kehidupan ini, serta adanya kehidupan setelah kematian.
Kedua, Fungsi Sosial Budaya, yaitu membina dan melakukan sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, serta meneruskan nilai-nilai keluarga. Ketiga, Fungsi Cinta Kasih, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman, serta perhatian diantara anggota keluarga.
Keempat, Fungsi Melindungi, bertujuan untuk melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga terlindung dan merasa aman. Kelima, Fungsi Reproduksi, bertujuan meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, serta merawat anggota keluarga.
Keenam, Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan. Merupakan fungsi keluarga yang dilakukan dengan cara mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya dan menyekolahkan anak. Sosialisasi dalam keluarga juga dilakukan untuk mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
Ketujuh, Fungsi Ekonomi, dilakukan dengan cara mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan menabung untuk memenuhi keperluan hidup dimasa datang. Dan Kedelapan, Fungsi Pembinaan Lingkungan, yaitu menciptakan kehidupan harmonis dengan lingkungan masyarakat sekitar dan alam.
Akhirnya, membangun ketahanan dalam keluarga menjadi kewajiban bagi setiap kita. Karena dengan melaksanakan hal ini berarti keluarga telah memberikan kontribusi besar terhadap masyarakat dan bangsa. Terpeliharanya keluarga dari berbagai hal yang membahayakan, berarti kitapun telah menyelamatkan generasi dan negara tercinta.***