Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 29 Maret 2013

Mencari Pahlawan Kota Baubau

gambar: gerrilya.wordpress.com
       Sebagaimana kita pahami bersama dan tidak diragukan lagi, bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang sangat berarti bagi perilaku seseorang. Banyak analogi atapun cerita dan anekdot yang hadir sekedar untuk menjalaskan betapa lingkungan seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Salah satu yang mungkin terkenal adalah cerita tentang Elang dan Ayam
       Konon, disebabkan oleh gempa, sebutit telur Elang terjatuh dari sarangnya. Beruntung, telur tersebut tidak pecah. Mungkin lebih beruntung lagi, kerena ia tepat jatuh disemak-semak dekat sebuah peternakan ayam. Karena merasa iba, seekor induk ayam yang menemukan telur itu lalu membawanya pulang. Sang induk ayam merawat, memberinya kehangatan dan berharap ia menetas bersama telur-telur yang sedang di eraminya.
       Setelah tiba masanya, semua telur yang dieraminya pun akhirnya menetas. Tak terkecuali telur elang. Seekor anak elang yang cantik hadir diantara anak ayam. Namun Si Elang tidak menyadari bahwa dirinya adalah seekor elang. Ia menganggap bahwa dirinya sama seperti ibu yang telah menetaskannya.
      Lambat laun elang itupun beranjak dewasa. Seringkali saat megarahkan pandangannya ke angkasa biru, Ia menyaksikan seekor burung Elang mengangkasa dengan bebas dan gagah. Burung itu seperti menguasai angkasa. Iapun kemudian berkata pada ibunya. "Ibunda, apakah aku bisa terbang bebas seperti burung Elang?" Ibu dan teman-temannya justru menertawakannya. Salah seekor di antaranya malah berkata, "Terimalah kenyataan saudaraku, kita ini hanya seekor ayam, tak mungkin bisa terbang mengangkasa seperti mereka." Akhirnya Sang Elang mengubur impiannya untuk bisa terbang. Ia hidup menjadi seekor ayam sampai akhir hayatnya. 
     Tidak saja persoalan impian yang terkubur, lingkungan pun dapat menyebabkan seseorang menjadi Baik atau Jahat. Para peneliti psikologi terdahulu masih yakin bahwa seseorang memiliki sifat jahat dikarenakan mereka memang memiliki ‘bibit’ jahat sedari lahir. Namun Zimbardo, seorang Profesor Psikologi dari Universitas Stanford menemukan bahwa hal tersebut tidak benar. Ia menemukan bahwa faktor lingkunganlah yang lebih besar dalam membuat seseorang menjadi jahat. Pada tahun 1970an, ia melakukan eksperimen yang berisiko besar mengenai hal tersebut, yaitu “Stanford Prison Experiment”.
     Dalam eksperimen ini, sebagaimana dijelaskan dalam Ruang Psikologi (Webzine Psikologi Moderen), Zimbardo meminta bantuan sukarelawan untuk rela bermain peran sebagai sipir penjara dan narapidananya untuk 2 minggu penuh. Penelitian ini melibatkan orang-orang yang sama sekali tidak punya sejarah masuk penjara atau melakukan tindak kriminal apapun, dapat dikatakan bahwa mereka semua orang baik-baik. Dari awal penelitian, mereka betul-betul diskenariokan sebagai narapidana, mulai dari dijemput di rumah masing-masing dengan mobil polisi dan borgol dari polisi, hingga aturan-aturan di penjara simulasi yang terletak di ruang bawah tanah Universitas Stanford.
        Hari-hari pertama penelitian berlangsung sesuai perkiraan, namun pada beberapa hari setelah itu, ada kejadian-kejadian di luar dugaan. Para sipir mulai bertindak di luar instruksi dengan alasan ‘mendidik’ para napi yang tidak disiplin, diikuti dengan reaksi melawan dari napi. Bahkan ada salah satu napi yang sampai tantrum dan akhirnya harus dikeluarkan dari penelitian karena khawatir akan mendapati efek negatif dari eksperimen tersebut. Karena kekacauan yang terus menerus terjadi, penelitian tersebut diakhiri hanya dalam waktu seminggu.
      Dari penelitian tersebut, Zimbardo menarik kesimpulan bahwa faktor lingkungan adalah faktor yang sangat kuat dan dominan dalam mengubah seseorang dari baik menjadi jahat ataupun sebaliknya (penemuan yang menentang teori lama bahwa disposisi (kepribadian) seseorang merupakan hal yang dominan dalam merubah tingkah laku seseorang). Dan dari penelitiannya, Zimbardo menawarkan solusi, yaitu Heroism atau ‘kepahlawanan’ untuk melawan bobroknya sistem dan situasi yang dihasilkan demi kebaikan umat manusia. 
     Kepahlawanan yang dimaksud bukanlah pahlawan dalam artian Superman atau hal-hal yang mencengangkan lainnya. Yang dimaksud dengan kepahlawanan adalah kepahlawanan dalam artian berani menentang sistem yang buruk dan fokus pada pemecahan situasi yang buruk menjadi baik dengan menjadi sedikit ‘devian’ atau berbeda dari orang lain. Zimbardo mencontohkan bahwa dalam kasus penjara Abu Ghraib, ada seseorang yang berani mengungkap perlakuan para sipir yang tidak manusia di sana kepada media, yaitu Joe Darby. Ia berani menanggung ancaman-ancaman teror hanya untuk melakukan ‘apa yang seharusnya ia lakukan’. Dan itulah yang disebut dengan kepahlawanan oleh Zimbardo yang ia tuangkan dalam bukunya, “The Lucifer Effect”
      Adalah Hwang Juck-Joong, seorang dokter di Korea Selatan juga melakukan hal yang sama dengan Joe Darby. Martonis Tony dalam bukunya yang berjudul Nyala Satu Tumbuh Seribu bertutur bahwa pada suatu malam di bulan Januari 1987, menjelang akhir pemerintahan Presiden Chun Doo-Hwan, sang dokter dipanggil polisi. Hwang Juck-Joon adalah seorang dokter ahli patologi yang bekerja di bawah Menteri Dalam Negeri pada Lembaga Nasional Penyidikan Ilmiah. Ia sudah rutin diminta oleh kepolisian untuk membantu mereka dalam memecahkan kasus kejahatan.
       Malam itu, Hwang Juck-Joon diminta kepolisian untuk memeriksa jasad seorang mahasiswa yang berumur 21 tahun, Park Jong-Chul, seorang aktivis yang terlibat dalam berbagai demonstrasi di Korea Selatan. Mahasiswa itu tewas saat dalam pemeriksaan polisi (Park Jong oleh paea penyidik polisi diusut terkait dengan kondisi politik Korea). Saat memeriksa tubuh mahasiswa itu, ia menemukan adanya pendarahan dalam. Jelas Park tewas tercekik. 
        Yang mengherankan Hwang adalah sebab kematian Park yang diumumkan ke publik tidak sama dengan hasil temuannya. Menurut pengumuman resmi pihak berwenang, Park Jong-Chul tewas "karena shock". Hwang tidak bisa menerima kondisi yang berlawanan dengan hasil otopsinya. Hati nuraninya memberontak. Namun, disisi lain, dokter yang berumur 40 tahun itu tidak mau merusak lembaga tempatnya mengabdi. Maka, ia kemudian membisikkan hasil otopsinya kepada temannya, seorang wartawan, tentang apa yang sebenarnya ia temukan malam itu.
       Dr. Hwang tidak menduga kalau temannya itu akan memuat kesaksiannya. Ia mengira bahwa semua hal yang diungkapkan tentang kematian Park Jong-Chul hanya sebagai catatan sejarah. Tulisan yang diterbitkan berdasarkan hasil otopsi akhirnya tersiar luas. Masyarakatpun tahu bahwa pihak berwenang tidak saja telah membunuh seorang wartawan negara, namun juga mendustakan kepada khalayak ramai perihal kematian mahasiswa tersebut. Terjadilah demonstrasi besar-besaran yang berkecamuk. 
     Presiden Chun Doo-Hwan memerintahkan adanya pengusutan penyebab kematian Park Jong-Chul. Disini dr. Hwang juga diminta keterangan. Akhirnya pemerintahpun mengakui: Park mati karena disiksa oleh polisi. Selama masa pemeriksaan, anak muda itu disiksa dengan berulang-ulang memasukkan kepalanya ke bak air hingga bagian lehernya retak, yang berakibat pada kematian. Para pembunihnya kemudian di hukum. Lima polisi yang menjalankan interogasi terhadap Park dipenjara 5 sampai 15 tahun, termasuk Jendral Besar Kang Min Chang yang menyuruh bawahannya tutup mulut untuk kasus ini. 
    Terbongkarnya kasus tersebut tidak membuat dr. Hwang merasa menang. "Saya harus mengundurkan diri," katanya. Ia telah menyebabkan para atasannya kehilangan muka. Selain itu, menurut etika masyarakatnya, ia tak bisa terus bekerja di kantor itu; apalagi pekerjaannya selalu berhubungan dengan kepolisian. Disisi lain, ia sering menerima telpon gelap dan surat kaleng yang selalu mengganggunya. 
     Cobalah kita perhatikan kondisi Kota kita ini. Kadang kita menemukan banyak pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. Dan mungkin pula tidak jarang kita menyaksikan pelanggaran hak-hak asasi manusia di depan mata kita. Sebagai warga, sudah sepatutnya jika kita tidak membiarkan kejadian-kejadian tersebut terus berlangsung. Mengapa? Apabila kita membiarkan para pelanggar tersebut, berarti kita sudah turut andil dalam menciptakan lingkungan yang tidak sehat. Dan lingkungan inilah yang nantinya dapat akan menghadirkan para penjahat. Jadi, mari menjadi Pahlawan untuk Kota Baubau.

Rabu, 27 Maret 2013

Keanu Reaves & Bocah Penakluk Hantu RSUD Palagimata

        Sungguh apik, peran yang dimainkan oleh Keanu Reaves dalam Film Constantin, sebuah film Hollywood yang diangkat berdasar pada buku komik karya Kevin Brodbin, Mark Bomback dan Frank Capello. Dalam film yang juga dibintangi oleh Rachel Weisz (Angela) ini, Keanu Reaves memerankan tokoh John Constantine, seorang detektif yang khusus menangani permasalahan supranatural yang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat.
      Dalam film yang disutradarai oleh Francis Lawrence ini, John Constantin yang juga seorang perokok berat berusaha untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi pada kasus bunuh diri saudara kembar Angela yang ternyata bernuansa supranatural. Tanpa disadari penyelidikan yang dilakukan membawanya menjelajahi dunia setan dan para malaikat yang ternyata ada di bawah kota Los Angeles saat ini. Dalam penjelajahannya, Ia harus melawan, mengusir dan membunuh para setan yang mencoba menghalanginya. Bahkan menjelang akhir cerita, John Constantin harus berhadapan dengan Lucifer, raja Iblis dari neraka. Sungguh menegangkan. Kalau di Indonesia, barangkali profesi yang digeluti oleh tokoh ini biasa disebut dengan Pemburu Hantu.
      Berbicara tentang Pemburu Hantu, kayaknya ada yang unik belakangan ini di Kota Baubau. Adalah Tukul Arwana dan tim "pemburu hantu" nya konon menangkap sinyal keangkeran di RSUD Kota Baubau. Entah benar atau tidak informasinya, berdasar penuturan dari para "pemburu" tersebut, seorang teman (Pegawai RSUD) bercerita kepada saya bahwa area RSUD palagimata adalah "kampung" para dedemit. Mereka kadang menampakkan diri menjadi seekor kucing atau bentuk binatang lainnya. Kayak para siluman dalam serial Kera Sakti. Karena terpengaruh oleh cerita tersebut, seorang penjaga pasien akhirnya enggan keluar ruangan karena takut nanti bertemu dengan kucing atau anjing yang merupakan jelmaan setan. Ternyata informasi ini nyaris menjadi sumber ketakutan kolektif masyarakat saat berkunjung di RSUD yang menempati area itu sejak tahun 2008. Beberapa hari setelah informasi menakutkan ini beredar, RSUD Kota Baubau tampak sunyi di malam hari. 
       Kurang lebih sebulan setelah kunjungan Tukul ke RSUD Palagimata yang menghebohkan itu, seorang anak kecil masuk rumah sakit dan harus menjalani rawat inap disalah satu bangsal. Anak periang, lincah sekaligus cerdas. Alhamdulillah saya berkesempatan untuk merawatnya, dan beberapa kali kami terlibat diskusi yang menarik. Usianya kira-kita 9 (sembilan) tahun. Suatu ketika, Ia mengajukan sebuah pertanyaan yang cukup familiar untuk warga Baubau. "Pa' betul ada hantunya di Rumah Sakit ini?". Sambil tersenyum, saya menjawab: "Mmm... Saya belum pernah lihat De'. "Tapi kata orang ada hantunya?" Tanyanya lagi. "Tapi, selama saya bekerja disini, saya belum pernah lihat". Jawabku lagi sambil bercanda. 
      Bocah perempuan yang juga siswa sebuah SD ini akhirnya menceritakan kepada saya tentang Kunjungan Tukul Arwana yang menghebohkan itu. Saya hanya tersenyum mendengarnya. Tiba-tiba, seorang anak kecil lainnya yang sedari tadi asyik mendengarkan diskusi kami, berkata: "Barangkali itu cuma halusinasi saja". Saya terkesima, anak ini sungguh cerdas. Ia menempatkan kata halusinasi di tempat seharusnya kata itu berada.
      Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Halusinasi? Dan mengapa kata ini cocok untuk menjawab fenomena (katanya ada penampakan) yang terjadi di RSUD Kota Baubau? Dalam situs Wikipedia dijelaskan bahwa Halusinasi adalah berlakunya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. Kualitias dari persepsi itu dirasakan sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruangan nyatanya. Definisi ini membedakan halusinasi dari fenomena yang berhubungan antara bermimpi, yang tidak melibatkan wakefulness; ilusi, yang melibatkan terdistorsi atau disalahtafsirkan persepsi nyata; citra, yang tidak meniru nyata persepsi dan berada di bawah kendali; dan pseudohallucination, yang tidak meniru persepsi yang nyata, tetapi tidak di bawah kendali.
       Contoh dari fenomena ini adalah ketika seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu objek, namun dari penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama. Sederhananya begini, ada 3 (tiga) orang pengunjung RSUD Kota Baubau yang sedang memandang sebuah taman. Tiba-tiba salah satu dari mereka melihat tukul sedang berdiri di sana. Ia kemudian memberitahukan apa yang dilihatnya itu pada kedua temannya, yang kemudian kebingungan karena tidak melihat siapapun ditaman tersebut. Tidak saja penglihatan (visual), halusinasi bisa juga berupa auditori (mendengar suara-suara menakutkan, bisikan), olfaktori (Mencium bebauan), gustatori (rasa), taktil (merasa di raba-raba), dan lainnya. 
        Sebuah catatan yang berjudul Ini Dia Penyebab Halusinasi dalam situs OKEZONE (14/10/2012) disebutkan bahwa halusinasi dapat terjadi akibat penyakit tertentu, seperti skizofrenia atau depresi yang sangat parah atau gangguan bipolar. Hal-hal sederhana seperti kurang tidur, demam, penggunaan obat-obatan terlarang, seperti kokain, amfetamin, atau konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan halusinasi. Tapi ternyata, halusinasi tidak hanya terjadi pada orang-orang yang memiliki gangguan kejiwaan. Pengalaman sensorik ini bisa terjadi pada siapa saja. Hypnagogic adalah salah satu bentuk halusinasi normal yang biasa terjadi saat tertidur dan halusinasi hypnopompic terjadi ketika terbangun dari tidur.
       Akan tetapi, mungkin ada yang tidak setuju dengan "pendekatan" halusinasi ini. Seorang teman pernah bertanya kepada saya: "Apakah kamu tidak takut dengan setan dan sebangsanya? Terkait pertanyaan ini saya malah balik bertanya kepadanya: "Kenapa ya setannya orang Indonesia berbeda dengan setannya orang China, pun dengan setannya orang Amerika? 
      Jenis setan Indonesia diantaranya adalah Kanjoli, suster ngesot, kolor ijo, dan lain-lain. Nyaris setiap daerah memiliki setannya sendiri-sendiri. Dan mungkin yang paling terkenal adalah pocong. Sementara di China, setannya adalah vampir yang melompat-lompat. Setan Amerika agak mirip dengan China, cuma bedanya di negeri Uncle Sam, vampirnya memakai jas dan terlihat tampan atau cantik di malam hari.
       Jika kasusnya begini, meminjam istilah para pakar antropologi, setan adalah produk budaya. Tepat tidaknya penggunaan istilah ini pada fenomena setan, tentu para antropolog yang lebih tahu jawabannya. Saya cuma sekedar ingin mengatakan bahwa sesungguhnya kita hanya takut pada bayangan kita sendiri. Lagian, belum ada fakta sejarah, pun dalam teks kitab suci (setahu saya kitab suci agama manapun) yang membeberkan bahwa ada oknum hantu yang memburu, memakan sekaligus membunuh manusia. Kalau di film-film sih banyak.
     Oke lah, kalaupun masih takut juga, saya kira semua sudah pada mengerti bahwa Yang Maha Kuasa telah memberitahukan kepada kita semua, jurus-jurus yang mampu melindungi dari gangguan setan atau hantu dan sebangsanya itu, melalui kitab suciNya ( Al-Qur'an). Sekedar informasi, dalam Al Qur'an (Surat An Nas) disebutkan bahwa setan itu ada dua. Setan dalam bentuk Jin dan setan dalam bentuk manusia. Karenanya yang mungkin perlu diwaspadai adalah setan dalam bentuk manusia (koruptor, pembunuh, dan sebangsanya).

Senin, 25 Maret 2013

Dari Kaca Jendela Pecah, HIV/AIDS Merebak di Kota Baubau

Sumber foto: www.getemdone.com
        Namanya adalah Philip Zimbardo, Seorang Psikolog yang dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1933. Pria yang pernah 2 (dua) kali menjadi presiden Asosiasi Psikologi Barat (Western Psychological Association) ini, mendapatkan gelar Ph.Dnya dari Universitas Yale. Ia juga pernah mengajar dibeberapa Universitas terkemuka di Amerika Serikat, seperti Universitas Yale, Universitas Columbia dan Universitas New York. Sebelum akkhirnya menjadi Profesor di Universitas Stanford.    
          Pada tahun 1969, Zimbardo melakukan eksperimen untuk menguji lagi sifat alami manusia. Ia menyiapkan 2 (dua) mobil yang sama, yang telah dicopot platnya, dan bagian kapnya sengaja dibuka. Kemudian mobil tersebut ditempatkan pada dua area yang berbeda. Satu di simpan di Bronx, sebuah daerah kumuh di New York dan satunya lagi ditaruh di Palo Alto, sebuah area di California. Apa yang terjadi? Mobil yang berada di daerah kumuh Bronx, bagian-bagian berharganya sudah disatroni maling, hanya dalam waktu 3 (tiga) hari setelah mobil tersebut dibiarkan parkir dikawasan umum. Sebaliknya, mobil yang ditaruh di Palo Alto, hingga lebih dari satu minggu tak pernah disentuh oleh siapapun. Melihat hal itu Zimbardo lalu mengambil palu dan memukulkannya ke mobil tersebut. Orang-orang yang melintas dan melihat apa yang dilakukan Zimbardo pun satu per satu mulai menghancurkan mobil itu hanya dalam waktu beberapa jam saja. 
       Adalah Jamer Q. Wilson dan George L. Kelling, 2 (dua) ilmuwan sosial, setelah mencermati percobaan yang dilakukan Philip Zombardo ini kemudian merumuskan lahirnya Teori Jendela Pecah. Sebuah teori dalam kriminologi tentang ketidakteraturan dan vandalisme di kota dan kaitannya dalam hal kejahatan dan perilaku anti-sosial. Lewat sebuah artikel yang dipublikasikan pada tahun 1982, teori ini berargumen bahwa apabila kejahatan ataupun ketidakteraturan kecil dibiarkan tanpa ditindaklanjuti maka akan lebih banyak orang melakukan hal yang sama dan bahkan menyebabkan terjadinya kejahatan dalam skala yang lebih besar. Nama teori ini didapat dari hasil observasi bahwa beberapa jendela pecah di pemukiman memicu orang-orang untuk memecahkan jendela-jendela lainnya, melakukan aksi vandalisme dan bahkan membobol masuk. "Jendela pecah" dalam masyarakat dapat berupa coretan-coretan yang merusak di area publik, keberadaan pengemis yang agresif, ataupun tidak tertatanya ruang publik dengan baik.
        Sebagaimana ditulis dalam Situs Wikipedia, Teori Jendela Pecah ini diterapkan di New York pada pertengahan 1980an ketika George Kelling menjadi konsultan untuk Otoritas Transit New York. Pada masa itu angka kejahatan di New York mencapai 650,000 per tahun. Kelling bersama dengan direktur subway David Gunn memberlakukan kebijakan baru dalam pengelolaan subway. Sebelumnya, kereta-kereta yang digunakan sering menjadi sasaran coretan grafiti oleh anak-anak muda di daerah tersebut dan kejadian ini tidak segera ditangani oleh pihak otoritas. Menurut Gunn, grafiti merupakan simbol dari sistem yang tidak berjalan dengan baik sehingga dibawah manajemen yang baru, kereta yang baru selesai dicoret-coret segera dibersihkan pada malam yang sama sehingga semua kereta yang digunakan untuk publik bersih tanpa coretan.
        Penerapan sistem ini kembali dilanjutkan oleh William Bratton yang menjadi kepala polisi transit pada 1990. Ia memperketat peraturan yang sebelumnya lunak terhadap orang-orang yang menggunakan jasa subway tanpa membayar. Sekitar 170,000 orang dalam satu hari menaiki subway tanpa membayar dan sebagian merupakan anak-anak muda yang menghindari tiket dengan melompati pembatas. Para polisi yang melihat kejadian tersebut enggan mengambil tindakan karena merasa membuang-buang waktu apabila mereka mengurusi hal tersebut yang dianggap sepele, karena banyaknya kejahatan yang lebih serius yang terjadi. Empat tahun kemudian Bratton diangkat menjadi Kepada Departemen Kepolisian New York dan menerapkan sistem yang sama. Di tahun 1992 angka kejahatan di New York mulai turun drastis dan menurut Malcolm Gladwell, hal ini disebabkan oleh penerapan teori jendela pecah yang dimulai oleh Kelling.
       Merujuk pada teori ini, maka akan muncul keprihatinan mendalam terhadap segala bentuk pembiaran pada kejahatan dan perilaku anti-sosial di kota ini. Salah satu yang mungkin jadi perhatian utama kita adalah masalah sex bebas. Terus terang, kami jarang mendengar informasi tentang razia pasangan mesum di kota Baubau. Baik dari media lokal maupun informasi dari mulut ke mulut. Sampai akhirnya kami mendapat informasi itu kembali dari koran Baubau Pos Edisi senin 25 Maret 2013. "Polsek Wolio Gelar Operasi Pekat, Lima Pasangan Mesum Terjaring Razia", begitu judul yang terpampang dihalaman depan media lokal ini. Sebanyak lima pasangan bukan suami istri terjaring Razia pada minggu dini hari (24 Maret 2013). Diantara mereka, sepasang remaja usia sekolah juga diamankan. 
       Informasi tentang terjaringnya pasangan mesum ini, selain memprihatinkan banyak pihak, sekaligus juga peringatan akan bahaya yang lebih hebat. Apa bahaya itu? Mari kita coba melihat kejadian di kota-kota lain di Indonesia. Jika kita melihat data enam tahun kebelakang, berdasarkan berita yang di muat di Media Indonesia, 6 Januari 2007, 85% remaja 15 tahun berhubungan sex. Warta Kota, 11 Februari 2007 mewartakan bahwa separo siswa di Cianjur Ngeseks. Sedangkan di Republika, 1 Maret 2007, disebutkan bahwa 50% remaja perempuan di Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah. 
       Dampak dari itu semua adalah ancaman terkena PMS alias Penyakit Menular Seksual. PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut the Centers for Disease Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun. Hampir seluruh PMS dapat diobati. Namun, bahkan PMS yang mudah diobati seperti gonore telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS lain, seperti herpes, AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yang disebabkan oleh virus, tidak dapat disembuhkan. Beberapa dari infeksi tersebut sangat tidak mengenakkan, sementara yang lainnya bahkan dapat mematikan. Sifilis, AIDS, kutil kelamin, herpes, hepatitis, dan bahkan gonore seluruhnya sudah pernah dikenal sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS dapat berlanjut pada berbagai kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks dan berbagai komplikasi kehamilan. 
       Penting untuk diperhatikan bahwa kontak seksual tidak hanya hubungan seksual melalui alat kelamin. Kontak seksual juga meliputi ciuman, kontak oral-genital, dan pemakaian “mainan seksual”, seperti vibrator. Tidak ada kontak seksual yang dapat benar-benar disebut sebagai “seks aman”. HIV/AIDS merupakan PMS paling menakutkan.
         AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Syndrome) yang biasanya akan membawa kematian pada akhirnya. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. 
       Seorang teman pernah berkomentar di Facebook terkait dengan adanya romah kost di Kota Baubau yang boleh diisi oleh lelaki dan wanita. Maksudnya adalah mereka tetap beda kamar, tapi masih satu atap dan tanpa kontrol dari pemilik kost. Belajar dari Yogyakarta, kalau tidak salah, tahun 2005 yang lalu terbit perda yang berisi keharusan para pemilik kost agar tinggal bersama (satu atap) dengan pemakai jasa kostnya. Perda ini dilatarbelakangi oleh keluhan, laporan dan temuan masyarakat terkait maraknya seks bebas di rumah kost, sekaligus kontrol para memilik kost terhadap potensi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
       Yang ingin kami sampaikan pada tulisan ini adalah jangan sampai kita melakukan pembiaran terhadap berbagai kejahatan dan perilaku anti-sosial di Kota ini. Kerena apabila kejahatan ataupun ketidakteraturan kecil dibiarkan tanpa ditindaklanjuti maka akan lebih banyak orang melakukan hal yang sama dan bahkan menyebabkan terjadinya kejahatan dan perilaku anti-sosial dalam skala yang lebih besar (Teori Jendela Pecah).

Sabtu, 23 Maret 2013

Paul Revere & Eksperimen Zimbardo untuk TAMPIL-Sejahtera

Sumber Foto: www.uswars.net
        Pada siang hari, tanggal 18 April 1775, di kota kecil Boston, sehari sebelum penyerangan ke Baltimore, para serdadu Inggris berbisik-bisik tentang rencana penyerangan mereka. Tanpa sepengetahuan para prajurit The Three Lion ini, seorang anak menguping pembicaraan mereka, dan secepat kilat ia berlari memberitahukan informasi ini kepada seorang perajin perak bernama Paul Revere. Mengetahui hal tersebut, segera Paul Revere menghubungi rekannya William Dawis untuk bergerak ke arah yang terpisah, dan dalam tempo semalam Paul Revere bergerak naik kuda menempuh perjalanan 20 km dan mengetuk pintu-pintu rumah penduduk untuk menyampaikan informasi bahwa tentara Inggris akan menyerang.
        Dalam dua jam ia telah menempuh 13 mil melewati Charlestown, Medford, North Cambridge, Menotomy, dan Lexington. Di setiap kota yang dilewati, lonceng gereja dibunyikan dan genderang perang ditabuh bertalu-talu. Berita itu dengan cepat menyebar seperti virus. Pukul satu malam, berita itu sampai di Lincoln, Massachussets. Sampai di Sudbury pukul tiga pagi, di Andover (40 mil barat laut Boston) pukul lima pagi, dan di Ashby pukul sembilan pagi.
        Hasilnya ketika tentara Inggris menyerbu, rakyat Baltimore sudah siap memberikan perlawanan. Ketika pasukan Inggris memulai long march mereka ke Lexington pada tanggal 19 April, di sepanjang jalan mereka menghadapi perlawanan sengit dari para koloni, yang tampak terorganisir dengan baik. Dan puncaknya, di Concord pasukan Inggris mengalami kekalahan telak. 
      Kisah heroik Paul Revere begitu masyhur bagi kalangan pelajar di Amerika. Kisah inipun menjadi legendaris setelah dirilis oleh Sejarawan Malcolm Gladwell ketika menjelaskan The Law of The Few (Hukum tentang yang sedikit), dalam bukunya Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference. Hal kecil yang dilakukan oleh orang-orang kunci berdampak besar pada kemenangan pertempuran. 
     Siapakah sebenarnya Paul Revere? Dan mengapa orang begitu mempercayai informasi yang dibawanya? Logikanya, jika Paul tidak dikenal dengan baik oleh para pemimpin koloni itu, bagaimana mereka akan percaya dengan informasi yang dibawanya? Dani Miftahul Akhyar, dalam tulisannya yang berjudul Kisah Penunggang Kuda di Tengah Malam, mencatat bahwa jauh sebelum peristiwa itu, ternyata Paul Revere adalah sosok yang dikenal luas oleh masyarakat Boston. Tahun 1774, atau setahun sebelum peristiwa heroik itu, Boston pertama kali membeli lampu-lampu jalan dan Paul ditunjuk sebagai panitia untuk mengatur pemasangannya. Ketika pasar di Boston membutuhkan regulasi, Paul ditunjuk sebagai administraturnya. Saat muncul epidemi penyakit pasca perang, ia terpilih menjadi petugas kesehatan. Manakala terjadi kebakaran hebat di sisi kota, ia membantu mendirikan Perusahaan Asuransi Kebakaran Massachusets dan namanya muncul pertama dalam piagam charter pendirian perusahaan. Ketika masalah kemiskinan mengemuka, ia mengorganisir sebuah asosiasi donor dan terpilih menjadi presiden pertama organisasi itu. Dan saat terjadi peristiwa pembunuhan menggemparkan di Boston, Paul terpilih menjadi Ketua Juri di persidangan. Jadi, tidak heran jika Paul Revere dikenal dengan sangat baik oleh warga Boston.
         Emi Trimahanani, seorang konsultan manajemen, dalam catatannya yang diberi judul How little things can make a big difference menulis: "Dalam change management sedikit orang ini dikenal dengan change agent atau pelopor atau orang-orang kunci dalam pembaharuan. Bagaimana changeagent yang sedikit ini mampu memberikan kontribusi pada 80% perubahan. Karena mereka orang-orang yang mampu mempengaruhi orang lain sebagaimana suatu virus bekerja dengan dampak penyebaran yang tinggi, anggaplah untuk kiasan ini adalah virus positif." Dan Paul Revere menurut saya adalah orang yang masuk dalam kriteria Emi. 
      Terkait dengan peran yang dimainkan oleh sedikit orang, tapi mampu mempengaruhi banyak orang ini , saya jadi teringat dengan Teori jendela pecah. Teori yang digagas oleh ilmuwan sosial James Q Wilson dan George L. Kelling ini adalah teori dalam kriminologi tentang ketidakteraturan dan vandalisme di kota dan kaitannya dalam hal kejahatan dan perilaku anti-sosial. Sebagaimana dijelaskan dalam Situs Wikipedia, teori ini berargumen bahwa apabila kejahatan ataupun ketidakteraturan kecil dibiarkan tanpa ditindaklanjuti maka akan lebih banyak orang melakukan hal yang sama dan bahkan menyebabkan terjadinya kejahatan dalam skala yang lebih besar. Nama teori ini didapat dari hasil observasi bahwa beberapa jendela pecah di pemukiman memicu orang-orang untuk memecahkan jendela-jendela lainnya, melakukan aksi vandalisme dan bahkan membobol masuk. "Jendela pecah" dalam masyarakat dapat berupa coretan-coretan yang merusak di area publik, keberadaan pengemis yang agresif, ataupun tidak tertatanya ruang publik dengan baik.
       Kelling dan Wilson merumuskan teori ini setelah mencermati percobaan yang dilakukan oleh Philip Zimbardo pada tahun 1969. Zimbardo melakukan percobaan untuk menguji sifat alami manusia dengan menempatkan dua mobil yang sama di dua tempat yang berbeda. Kedua mobil tersebut tidak memiliki plat dan sengaja dibuka bagian kapnya. Satu mobil ditaruh di daerah kumuh di Bronx, New York dan satu mobil lainnya ditaruh di daerah Palo Alto, California. Dalam waktu 3 hari, mobil yang berada di daerah Bronx sudah dicuri bagian-bagian berharganya sedangkan mobil lainnya di Palo Alto sama sekali tidak disentuh oleh siapapun hingga lebih dari satu minggu. Melihat hal itu Zimbardo lalu mengambil palu dan memukulkannya ke mobil tersebut. Orang-orang yang melintas dan melihat apa yang dilakukan Zimbardo pun satu per satu mulai menghancurkan mobil itu hanya dalam waktu beberapa jam saja. 
       Teori ini diterapkan di New York pada pertengahan 1980an ketika George Kelling menjadi konsultan untuk Otoritas Transit New York. Pada masa itu angka kejahatan di New York mencapai 650,000 per tahun. Kelling bersama dengan direktur subway David Gunn memberlakukan kebijakan baru dalam pengelolaan subway. Sebelumnya, kereta-kereta yang digunakan sering menjadi sasaran coretan grafiti oleh anak-anak muda di daerah tersebut dan kejadian ini tidak segera ditangani oleh pihak otoritas. Menurut Gunn, grafiti merupakan simbol dari sistem yang tidak berjalan dengan baik sehingga dibawah manajemen yang baru, kereta yang baru selesai dicoret-coret segera dibersihkan pada malam yang sama sehingga semua kereta yang digunakan untuk publik bersih tanpa coretan.
        Penerapan sistem ini kembali dilanjutkan oleh William Bratton yang menjadi kepala polisi transit pada 1990. Ia memperketat peraturan yang sebelumnya lunak terhadap orang-orang yang menggunakan jasa subway tanpa membayar. Sekitar 170,000 orang dalam satu hari menaiki subway tanpa membayar dan sebagian merupakan anak-anak muda yang menghindari tiket dengan melompati pembatas. Para polisi yang melihat kejadian tersebut enggan mengambil tindakan karena merasa membuang-buang waktu apabila mereka mengurusi hal tersebut yang dianggap sepele, karena banyaknya kejahatan yang lebih serius yang terjadi. Empat tahun kemudian Bratton diangkat menjadi Kepada Departemen Kepolisian New York dan menerapkan sistem yang sama. Di tahun 1992 angka kejahatan di New York mulai turun drastis dan menurut Malcolm Gladwell, hal ini disebabkan oleh penerapan teori jendela pecah yang dimulai oleh Kelling. 
       Nah, ada yang "unik" dalam Teori Jendela Pecah ini. Diatas telah dijelaskan bahwa diantara beberapa penyebab ketidakteraturan dan vandalisme di kota dan kaitannya dalam hal kejahatan dan perilaku anti-sosial diantaranya adalah berupa coretan-coretan yang merusak di area publik, keberadaan pengemis yang agresif, ataupun tidak tertatanya ruang publik dengan baik. Jika demikian, maka solusi untuk itu semua tidak terlalu sulit. 
     Hanya saja dalam prakteknya, kadang kebijakan baru sudah disiapkan, standar operasional prosedur atau juklak (petunjuk pelaksanaan) sudah lengkap, bahkan sudah disosialisasikan kepada semua pihak di seluruh stakeholder. Tapi mengapa perubahan atau transformasi sepertinya lambat sekali berjalan? Rasanya kebijakan baru yang diterapkan cukup bagus dan sudah dilakukan uji coba sebelumnya, semua memenuhi kaidah feasibility study, tapi mengapa berjalan tersendat-sendat dan bahkan terkadang mandeg? Apa yang salah ?
      "Pilihlah sedikit orang, jangan semua", Kata Emi Tri Mahanani. Tanggung jawab sebaiknya diberikan kepada beberapa orang saja. Dalam change management sedikit orang ini dikenal dengan change agent atau pelopor atau orang-orang kunci dalam pembaharuan. 
        Sebagai perbandingan, mungkin kita pernah mendengar prinsip 80/20 atau Hukum Pareto yang berasal dari ekonom Italia Vilfredo Pareto dimana dikatakan bahwa 80 persen akibat berasal dari 20 persen sebab. Prinsip tersebut keluar setelah Vilfredo Pareto melakukan riset distribusi kekayaan di berbagai negara dan hasil risetnya menyimpulkan kalau 80 persen uang di dunia hanya dikuasai oleh 20 persen orang. Sejak itu, riset ini dikenal dengan Prinsip Pareto atau aturan 80/20. Sampai sekarang prinsip ini masih sangat relevan dan sering dipakai untuk menjelaskan berbagai fenomena dimana mayoritas hasil ternyata berasal dari minoritas sebab. Demikian juga penerapannya dalam transformasi budaya atau memanaje suatu perubahan di sebuah perusahaan, diperlukan sedikit orang tapi itu adalah orang-orang kunci yang mampu mempengaruhi orang lain dengan efektif. Setiap perubahan dimulai dari satu kelompok kecil. Dan kelompok kecil itu harus diisi oleh orang-orang yang paling tidak memiliki kualifikasi seperti Paul Revere. Pribadi yang baik, punya integritas dan dikenal luas oleh masyarakat Boston. 
         Menjadi pelopor perubahan atau penyebar virus-virus positif ditengah masyarakat adalah sesuatu yang mulia. Mudah-mudahan sosok seperti ini banyak di Kota Semerbak, yang kini (kalau tidak salah) sudah berubah nama menjadi Kota Tampil-Sejahtera.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More