Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 30 September 2015

Psikosomatik di Pilkada Serentak

                 
Sumber gambar: Sucidh.wordpress.com
                   Ada momen penting yang terjadi di bulan Oktober ini. Tepatnya pada tanggal 10 Oktober. Tanggal ini diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Menurut Federasi Kesehatan Jiwa Dunia (WMFH) dan Badan Kesehatan Dunia (WHO), situasi kesehatan jiwa saat ini merupakan krisis yang tidak terungkap yang akan semakin buruk di tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu, masalah ini mendapat tempat dalam agenda internasional. 
              Para ahli menyatakan bahwa di zaman yang semakin maju seperti sekarang ini, makin banyak dan kompleks pula masalah yang mengganggu ketentraman batin dan kebahagiaan hidup manusia. Semakin banyak masalah yang tidak menyenangkan menimpa seseorang, semakin meningkatlah kekesalan dan kecemasannya dalam hidup. Kita biasa menyebutnya dengan stress atau depresi. 
                 Belum lama ini Saya membaca berita di media sosial tentang PHK terhadap ribuan buruh. Ini juga berarti bahwa Jumlah pengangguran kini bertambah dan meningkat. Bisa kita bayangkan, betapa stressnya mereka yang kena pemutusan hubungan kerja itu. Apalagi jika pekerjaannya itu menjadi sumber satu-satunya yang dapat mengepulkan asap dapur. 
           Baiklah, apa yang dimaksud dengan stress? Mc Nerney dalam Iyus Yosep (2009) menyebutkan stress sebagai reaksi fisik, mental, dan kimiawi tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Sementara menurut Selye, “stress is the nonspecific result of any demand upon the body be the mental or somatic,” tubuh akan memberikan reaksi tertentu terhadap berbagai tantangan yang dijumpai dalam hidup kita berdasarkan adanya perubahan biologi dan kimia dalam tubuh. 
              Prof. Dadang Hawari (psikiater) menjelaskan bahwa istilah stress dan depresi seringkali tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa pada diri seseorang (stressor psikososial) dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ tubuh. Reaksi tubuh ini dinamakan stress; dan manakala fungsi organ-organ tubuh itu sampai terganggu dinamakan distress. Sedangkan depresi adalah reaksi kejiwaan seseorang terhadap stress yang dialaminya. Dalam diri manusia, antara fisik dan psikis (kejiwaan) itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya (saling mempengaruhi). 
             Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Thomas Holmes dari Universitas Washington terhadap para eksekutif (mereka yang bergerak di bidang usaha dan politik) menunjukkan bahwa 80% dari responden mengalami stress, depresi, kecemasan, dan penyakit gawat lainnya. Perubahan-perubahan serba cepat di bidang perdagangan, sosial, politik dan lain-lain, membuat para eksekutif sering terkena tekanan (stress). Dengan menjadi berlipat gandanya tuntutan, baik dalam kehidupan perorangan/perkawinan maupun perusahaan, membuat mereka merasakan telah melampaui batas kemampuan fisik dan mentalnya ketika melayani seseorang. 
             Timbulnya stressor psikososial pada masyarakat menjadi problem utama kesehatan jiwa manusia. Menurut Iyus Yosep dalam bukunya yang berjudul ‘Keperawatan Jiwa’, Stressor Psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja atau dewasa), sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbullah keluhan-keluhan kejiwaan, antara lain depresi. Jenis stressor psikososial tersebut diantaranya adalah perkawinan, problem orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan, perkembangan, penyakit fisik atau cedera, dan lain-lain. 
               Sementara Ahmad Syarifuddin dalam bukunya yang berjudul ‘Puasa Menuju Sehat Fisik dan Fisik’ menyebutkan berbagai stressor psikososial itu seperti ketidakmampuan mengikuti perkembangan zaman, kesenjangan komunikasi, beban kerja yang menumpuk, target yang tidak tercapai, dan persaingan yang tidak sehat. Akibatnya, banyak orang menderita ketegangan, kecemasan, depresi, tidak puas, kecewa, curiga berlebihan kepada orang lain, dan sebagainya. 
               Masih menurut Syarifuddin, tekanan-tekanan psikologis seperti kecewa, tidak bahagia, takut dan persaingan tidak sehat, berkorelasi tinggi terhadap menurunnya daya tahan tubuh sehingga memudahkan intervensi penyakit yang dapat diketahui dari fisik, tingkah laku, alam perasaan, dan cara berpikir seseorang. 
              “Sebagian besar penyakit seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, penyakit asma, semua penyakit alergi, dan lain-lain, selain disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap kesehatan jasmani, juga sering disebabkan oleh beban pikiran yang terlalu berat, berupa tekanan kejiwaan (stress) yang meliputi perasaan takut (waswas), sedih dan jengkel (emosi). Dalam lapangan ilmu kedokteran, hal seperti ini lazim disebut dengan psikosomatik. Dr. Franklin Ebough ahli bedah jantung dari Amerika Serikat menerangkan bahwa sikap-sikap negative seperti marah, dendam, dan iri hati adalah sifat-sifat yang menurunkan daya tahan tubuh dan memperburuk kesehatan.” Jelas Syarifuddin
             Tulisan ini Saya beri judul ‘Psikosomatik di Pilkada Serentak’. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Pilkada (yang lagi ramai-ramainya diperbincangkan saat ini) juga bisa menghadirkan stressor atau tekanan kejiwaan (terutama) bagi para pelakunya? Tekanan-tekanan psikologis yang berupa kecewa, takut kalah dan (kadang) persaingan tidak sehat menjadi tontonan pada acara yang dihelat oleh KPUD ini. Ini adalah sressor psikososial. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa tekanan-tekanan psikologis seperti kecewa, tidak bahagia, takut dan persaingan tidak sehat berkorelasi tinggi terhadap menurunnya daya tahan tubuh sehingga memudahkan intervensi penyakit yang dapat diketahui dari fisik, tingkah laku, alam perasaan, dan cara berpikir seseorang. 
             Dapatkah seseorang melakukan pengendalian diri hingga terbebas dari stress yang serius? Jawabannya ya. Seseorang yang mampu melakukannya, berarti memiliki jiwa yang sehat. Rosdahl mendefinisikan kesehatan jiwa sebagai kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Sementara WHO mendefinisikan bahwa kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. 
             Oh iya, dr. Egha Zainur Ramadhani dalam bukunya yang berjudul ‘Super Health’ menuliskan beberapa tips mengelola stress agar jiwa tetap sehat: Pertama, seberat apapun beban, berusahalah tersenyum. Senyuman menjadi sugesti peringan beban; Senyum tulus dapat mencairkan hubungan yang beku, member semangat pada orang yang putus asa, membuat cerah suasana muram, dan obat penenang jiwa yang resah. 
            Kedua, Lakukan peregangan dengan olah raga, serta perbanyak puasa sunnah (bagi yang Muslim). Keduanya terbukti memicu tubuh menhhasilkan endorphin dan enkefalin yang mampu member rasa bahagia, lega, tenang, rileks secara alami. Ketiga, Jika memungkinkan, jauhi sumber stress, tenangkan diri dengan zikir, istighfar, mencari tepat yang tenang, atau melakukan hobi. Jangan memaksakan diri menghadapi stressor ketika diri masih tertekan, karena beban yang ada justru kian terasa berat. 
              Dan keempat, setelah merasa lebih tenang, segera tentukan langkah untuk menghadapi stress. Jangan terlena menjauhi sumber stress, karena dapat menjadikan jiwa kecut serta lebih suka lari dari kenyataan.

Kamis, 27 Agustus 2015

Materi Seksualitas, Otak & Delta-FosB

              Pernah dengar istilah ‘Otak kotor’? Tentu saja pembaca sekalian pernah mendengarnya. Dua kata ini kadang digunakan sebagai candaan oleh sebagian orang untuk mendeteksi adanya ‘kandungan zat mesum’ dalam otak manusia. Ketika ada hal-hal yang berbau pornografi atau materi seksualitas muncul di sela-sela diskusi makan siang, lalu ada yang meresponnya secara berlebihan, maka kadang tiba-tiba muncul kalimat: “Dasar otak kotor!!!” Hehehe… 
           Tapi benarkah ada zat mesum yang membuat otak menjadi “kotor”? Baiklah, mari kita telusuri. Di dalam otak manusia, ada zat neurotransmitter yang disebut Delta Fos-B. inilah yang membuat nafsu, birahi dan libido seseorang meningkat. Tapi ia tidak bekerja begitu saja untuk meningkatkan nafsu, birahi dan libido. Zat ini perlu rangsangan, yaitu sesuatu yang berbau porno. Baik pornografi maupun porno aksi. 
          Sekedar info, dalam Undang-Undang, Pornografi didefinisikan sebagai: “sebentuk materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.” 
              Kita kembali lagi ke otak. Sebanyak 70% informasi masuk melalui kedua mata kita. dr. Adre Mayza, SpK (K) menjelaskan bahwa ketika seorang remaja mengakses atau “mengkonsumsi” sesuatu yang berbau porno, semua rangsangan itu akan langsung masuk ke otak belakang tanpa tersaring. Lalu ketika rangsangan itu sudah masuk, otak akan mengeluarkan cairan atau zat neurotransmiter yang disebut Delta-FosB. 
             Ada cerita lucu dari negeri Paman Sam. Seorang wanita muda bernama Debrah Lee Lorenza dipecat dari tempat kerjanya, sebuah Bank terkenal, dengan alasan yang menurut sebagian orang sangat mengada-ada. Cantik dan Seksi! Inilah penyebabnya. Pihak direksi berpendapat bahwa kecantikan, dandanan serta cara berpakaian Debra yang seksi bisa mempengaruhi lingkungan kerja. Apalagi mayoritas pegawai Bank tersebut adalah laki-laki. Bisa muncul “Otak Kotor”, begitu mungkin bahasa “keren”nya. 
         Sayangnya ada efek tidak menguntungkan bagi manusia ketika materi seksualitas atau pornografi masuk dalam otak manusia. Jika materi pornografi terkonsumsi oleh otak, maka ia akan tersimpan selamanya dalam otak dan tidak akan bisa hilang. Disamping itu, organ yang terdapat dalam batok kepala ini bisa menjadi rusak, terutama pada PreFrontal Corteks yang terletak di bagian depan otak. 
             Markus Tan (Guru Karakter Indonesia), menjelaskan bahwa area PreFrontal Cortex ini berisi lima bidang utama untuk fungsi neuropsikiatri (planning, organizing, problem solving, selective attention, personality) dan fungsi motorik serta memediasi fungsi intelektual yang lebih tinggi (higher cognitive functions) yakni termasuk emosi dan perilaku. Pada wilayah ini otak telah terlibat dalam perencanaan perilaku kognitif yang kompleks, ekspresi kepribadian, pengambilan keputusan dan perilaku sosial yang benar. Kegiatan dasar wilayah ini adalah otak dianggap sebagai orkestrasi dari pikiran dan tindakan sesuai dengan tujuan-tujuan internal. 
            Maka dari sini kita bisa membayangkan bahwa kerusakan bagian otak ini (akibat pornografi) akan membuat orang tidak bisa membuat planning, tidak bisa mengambil keputusan, tidak bisa mengendalikan emosi dan berbagai berbagai fungsi lainnya sebagaimana dijelaskan di atas. Padahal bagian inilah yang membedakan manusia dengan binatang. 
            Oh iya, mungkin kita perlu mengenal sedikit tentang organ yang ada dalam batok kepala ini. Beberapa literature menyebutkan bahwa otak manusia mempunyai 3 bagian dasar, yaitu: (1). Batang Otak atau Otak Reptil, (2). Sistem Limbik atau Otak Mamalia (3). Neokorteks. Dr. Paul MacLean menyebut ketiga bagian dasar otak tersebut sebagai TRIUNE (3 in 1). 
            Batang Otak, mengendalikan fungsi-fungsi penyangga kehidupan dasar misalnya pernapasan dan laju denyut jantung. Mengontrol tingkat kesiagaan. Menyiagakan seseorang terhadap informasi sensorik yang masuk. Mengendalikan suhu. Mengendalikan proses pencernaan. Menyampaikan informasi dari serebelum. 
            Serebelum atau otak kecil atau otak belakang, mengendalikan gerakan tubuh dalam ruang dan menyimpan ingatan untuk respon-respon dasar yang dipelajari. Sistem Limbik atau otak tengah, yang posisinya sedikit lebih ke depan dan terdiri atas Talamus dan Ganglia Basal atau otak tengah. Sistem Limbik penting bagi pembelajaran dan ingatan jangka pendek tetapi juga menjaga homeostatis di dalam tubuh (tekanan darah, suhu tubuh dan kadar gula darah). Terlibat dalam emosi ketahanan hidup dari hasrat seksual atau perlindungan diri. Sistem Limbik mengandung Hipotalamus, yang sering dianggap sebagian bagian terpenting dari 'otak mamalia'. 
          Serebrum atau korteks serebral, membungkus seluruh otak dan posisinya berada di depan. Serebrum adalah bertanggung jawab atas berbagai keterampilan termasuk ingatan, komunikasi, pembuatan keputusan dan kreativitas. Fungsi: pengaturan, ingatan, pemahaman, komunikasi, kreativitas, pembuatan keputusan, mind mapping, bicara, musik. Serebrum dibungkus oleh suatu lapisan berkerut-kerut berupa sel-sel saraf setebal seperdelapan inci yang amat sangat menakjubkan, yang dikenal sebagai korteks serebral. 
        Yang menjadi pertanyaan adalah jika pornografi bisa menghadirkan efek negatif, lantas bagaimana cara mengatasi masalah ini? Saya sependapat dengan pendekatan Smart Parenting-nya Early Febriana. Mengapa Smart Parenting? Menurut Penyuluh Sosial Muda ini, sebagaimana dimuat dalam Situs Pusat Penyuluhan Sosial Kemensos RI, karena peran orang tua maupun keluarga sangat penting dalam mengatasi bahaya pornografi ini. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh orang tua: 
           Pertama, Membentuk dan menanamkan nilai-nilai karakter dan budi pekerti serta memberikan contoh yang baik pada anak-anaknya. Orang tua tidak boleh bersikap kesal atau marah, harus memiliki perasaan yang tenang dan dapat menjadi teladan. 
        Kedua, Membangun komunikasi yang baik dengan anggota keluarga antara lain, dengan melakukan upaya sering berdialog dengan anak-anak, menanyakan kegiatan sehari-hari, mendengarkan pendapat anak, menanyakan permasalahan yang dihadapi, menanyakan kebutuhan, mendengarkan keluhan, menjadi teman bicara. Teknik yang dapat dilakukan jangan memberi ceramah, karena hal ini dapat menjadikan anak dan remaja semakin menjauh. 
       Ketiga, Mengawasi penggunaan sarana komunikasi dan sarana informasi anak, seperti mengawasi penggunaan internet dan telepon genggam. Jangan abaikan fakta bahwa pornografi memberikan keasyikan tersendiri pada saat melihatnya, namun berikan keyakinan kepada remaja bila sekali melihat barang porno akan ketagihan dan berdampak pada jangka panjang dan merugikan dia sendiri serta dampak yang lain. Jelaskan latar belakang ditetapkannya rating berdasarkan batasan umur bagi konten situs internet/games/film. 
           Keempat, Apabila menemukan materi yang berkaitan dengan pornografi, lakukan pendekatan dan tanamkan pengertian bahwa pornografi tidak baik bagi perkembangan jiwa, dan upayakan menghapusnya. 
           Kelima, Lakukan kegiatan yang mengalihkan perhatian anak pada pornografi, kegiatan positif lain, seperti olah raga, kesenian, ketrampilan, permainan edukatif, membersihkan rumah dan berekreasi bersama, serta libatkan dalam kegiatan keagamaan mengerjakan ibadah bersama-sama di rumah atau di tempat ibadah.

Selasa, 18 Agustus 2015

Membuka Jendela Dunia

Sumber gambar: bobo.kidnesia.com
             Ts’ai Lun (Cai Lun menurut ejaan China), adalah sosok penemu kertas. Ia hidup di zaman Dinasti Han, dan pada sekitar tahun 105M memperkenalkan hasil penemuannya itu pada kaisar Ho Ti. Sang kaisar sangat senang dan terkesan. Segera setelah itu, selama abad ke dua dan selanjutnya, penggunaan kertas meluas di China. Tak lupa mereka megekspornya ke wilayah lain di benua Asia. 
              Selain penduduk Tiongkok sendiri, saat itu dunia belum tahu teknik pembuatan kertas. Sebab negeri Tirai Bambu masih merahasiakannya. Hingga abad ke delapan Masehi, ketika beberapa ahli pembuat kertas menjadi tawanan bangsa Arab. Tak berapa lama kemudian, Baghdad dan Samarkand, dua kota penting umat Islam, mulai memproduksi hasil penemuan Ts’ai Lun. Bangsa Eropa kemudian mempelajarinya dari kaum muslimin. 
             Sejarah mencatat bahwa sebelum abad kedua Masehi, awalnya kebudayaan barat masih lebih unggul dari Tiongkok. Tetapi tujuh atau delapan abad selanjutnya, usai menemukan kertas, China berhasil melampaui Barat. Catatan-catatan Marcopolo (abad ke-13) menunjukkan bahwa negeri Tirai Bambu jauh lebih makmur dibanding Eropa. Hanya saja, pada abad ke-15, benua biru kembali mengungguli China. 
            Pertanyaannya adalah mengapa Eropa kembali menjadi lebih unggul? Michael H. Hart, dalam bukunya yang berjudul ‘100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang sejarah’, mengakui bahwa banyak faktor yang mempengaruhinya. Sejak bangsa Eropa mulai menggunakan kertas, mereka mulai berhasil memperpendek jarak perbedaan. Salah satu momentum yang terjadi di abad ke-15, telah membuat Eropa akhirnya mengungguli China. Hart menulis: “Di Eropa, abad ke-15, seorang jenius bernama Johann Gutenberg mengembangkan sebuah teknik untuk memproduksi buku secara massal. Setelah itu, peradaban Eropa berkembang cepat. Karena China tidak memiliki Gutenberg, masyarakatnya tetap memakai cetak timbul sehingga kebudayaan mereka maju dengan kecepatan relatif lambat.” 
           Jadi, hadirnya buku yang diproduksi secara massal, mudah, cepat, dan murah serta diikuti dengan minat baca yang tinggi adalah jawabannya. Barat sudah membuktikannya. Eko Laksono dalam karyanya yang berjudul ‘Imperium III’ menjelaskan bahwa salah satu kunci terpenting Renaisans Eropa adalah mesin cetak Gutenberg. Sebuah temuan yang dengannya buku-buku bisa dibuat dengan mudah dan murah. Benua biru lalu mengalami revolusi kecerdasan setelah itu. Meninggalkan bangsa China jauh di belakang. 
           “Buku membuat kita bisa menyerap ilmu-ilmu terhebat dan paling unggul di dunia dengan biaya yang sangat murah. Dari buku kita bisa belajar tentang peradaban-peradaban terhebat, tokoh-tokoh terhebat, rahasia orang-orang paling kaya, dan kemajuan sains-teknologi yang paling mutakhir. Kalau ada perpustakaan yang lengkap dan menyenangkan, akan lebih bagus lagi. Berjuta-juta orang, tidak melihat kaya atau miskin, anak konglomerat atau anak buruh bangunan, akan menyerap ilmu-ilmu terhebat di dunia itu tanpa biaya sama sekali alias gratis. Anak miskin yang menjadi penguasa industry baja Amerika. Masa kecilnya banyak dihabiskan dengan membaca buku dan berada di perpustakaan.” Jelas Eko. 
             Dari sini kita semakin membenarkan pernyataan yang sudah turun-temurun kita dengar: “buku adalah jendela dunia, dan membaca adalah kuncinya.” Buku memberikan informasi tentang seluruh aspek kehidupan manusia, baik sosial-budaya, politik, ekonomi, kesehatan, pengembangan diri, pertahanan keamanan dan lain sebagainya. Membaca akan memperluas wawasan, mencerdaskan hati dan otak, sehingga dapat menghadirkan inspirasi untuk menggenggam masa depan. 
                Nah, bagaimana dengan perbukuan di Indonesia saat ini? Hanif Ridho Ansyoro dalam tulisannya yang berjudul “Menumbuhkan Minat Baca Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia” menyebutkan bahwa walaupun belum ada data pasti tentang jumlah buku baru yang terbit dalam setahun, namun mengacu kepada jumlah buku yang diterima jaringan toko buku besar, seperti Gramedia dan Gunung Agung, setidaknya Indonesia mampu menerbitkan 12.000 judul buku baru dalam setahun. Jumlah tersebut tidak termasuk buku yang cetak ulang dalam tahun yang sama. Dengan rata-rata tercetak untuk satu judulnya 3.000 eksemplar, maka setidaknya para penerbit Indonesia mampu menghasilkan 36.000.000 eksemplar buku dalam setahun. 
             Sayangnya, minat baca orang Indonesia rata-rata masih rendah. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, Hamid Muhammad, sebagaimana dilansir oleh Tribun Network (17 Agustus 2015) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil studi UNESCO pada tahun 2013, hanya satu orang dari 1000 orang yang suka membaca. 
           "Survei BPS di Indonesia di tahun 2013 menunjukkan bahwa orang Indonesia paling gemar nonton televisi, yakni sebanyak 91,68 persen. Sedangkan yang membaca surat kabar hanya 17,6 persen. Berdasarkan data bank dunia, Indonesia memiliki minat baca paling rendah di antara negara Asia Tenggara. Indeksnya hanya 21,7 persen. Dibandingkan Filipina dan Singapura yang lebih dari 70 persen minat bacanya.” Jelas Hamid. 
          Data tentang minat baca ini tentu saja memprihatinkan kita semua. Hal ini juga menjadi jawaban mengapa kita tertinggal begitu jauh dari negara-negara maju. Tapi, kita tidak perlu merutuk diri sendiri dan apalagi sampai larut dalam kesedihan. Yang perlu kita lakukan adalah terus berupaya meningkatkan minat baca anak bangsa. Bagaimana caranya? Beberapa diantaranya adalah adanya promosi yang elegan, massif dan terus menerus tentang pentingya membaca. Adanya reward dari pemerintah bagi tiap insan atau lembaga yang menumbuhkan minat baca bagi masyarakat. Serta penyediaan sarana dan prasarana yang memadai (diantaranya perpustakaan serta buku-buku menarik dan berkualitas).
           Belum lama ini, ada anjuran untuk melakukan gerakan membaca 15 lembar perhari yang didengungkan oleh FSLDKN (Forum Silaturrahm Lembaga Dakwah Kampus Nasional) sebagai hadiah 70 tahun Indonesia merdeka. Menurut pendapat Saya, ini adalah sebuah gerakan yang sangat baik. Salah satu upaya dari ribuan usaha yang pernah dan terus dilakukan untuk melanggengkan budaya membaca. Saya mendukung dan ayo membaca.

Rabu, 12 Agustus 2015

Kemerdekaan: Oputa Yi Koo VS Learned helplessness

Gambar: tokomaruku.blogspot.com
              "It's not an 'S'. In my world, it means 'hope' (Ini bukan huruf S. Di dunia saya, ini artinya 'harapan'), jelas Superman, dalam film ‘Man of Steel’ garapan Zack Snyder. Hal tersebut diungkapkan oleh Sang Super Hero, saat Louis Lane, seorang wartawan dari ‘Daily Planet’ menanyakan Simbol yang mirip huruf S pada kostum yang dipakainya. Simbol itu adalah ciri khas keluarga El di planet Krypton. Pada tempat lahir manusia baja ini, masing-masing keluarga memiliki simbol tersendiri. Sesuatu yang mirip huruf S itu bermakna 'harapan'
              Wikipedia mendefinisikan Harapan sebagai bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang ingin didapatkan atau suatu kejadian yang akan berbuah kebaikan di masa datang. Sesuatu yang diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Pada praktiknya banyak orang mencoba menjadikan harapannya menjadi nyata dengan cara berdoa atau berusaha. Contoh: sebuah harapan akan kemerdekaan negeri, seperti yang didambakan bangsa kita saat mengalami masa penjajahan dahulu.
               Ada apa dengan harapan? Dan apa yang akan terjadi jika manusia tak memiliki harapan? Anis Matta dalam bukunya yang berjudul ‘Mencari Pahlawan Indonesia’, menulis: “Lorong kecil yang menyalurkan udara pada ruang kehidupan sebuah bangsa yang tertutup oleh krisis adalah harapan. lnilah inti kehidupan ketika tak ada lagi kehidupan. lnilah benteng pertahanan terakhir bangsa itu. Tapi benteng itu dibangun dan diciptakan para pahlawan. Mungkin mereka tidak membawa janji pasti tentang jalan keluar yang instan dan menyelesaikan masalah. Tapi mereka membangun inti kehidupan. Mereka membangunkan bara hidup dari kekuatan yang tertidur di sana, di atas alas ketakutan dan ketidakberdayaan.” 
              Dalam bukunya yang bejudul ‘Man’s Search for meaning’, Victor Frankl mengatakan bahwa orang yang kehilangan harapan pada akhirnya akan mati. Dalam buku tersebut, salah satu tokoh psikologi terkemuka ini menceritakan pengalamannya saat menjadi tawanan di kamp konsentrasi NAZI Jerman. Ia menyaksikan begitu banyak orang yang menjadi tidak berdaya. 
          Di sebuah kamp, sewaktu para narapidana baru masuk, tentara NAZI memandang dan mengatakan kepada para tahanan itu bahwa mereka tidak akan bisa meloloskan diri dan meninggalkan kamp tersebut. Menurut Frankl, orang-orang yang yakin dengan kata-kata serdadu NAZI tersebut tidak berapa lama kemudian meninggal. Diantara para narapidana yang tidak terbunuh, yang menolak “ramalan” buruk si penjaga kamp dan mempertahankan suatu keyakinan bahwa “situasi ini akan segera berlalu” bertahan hidup. Namun, ketika narapidana itu tidak dapat bangun dari ranjangnya, diapun kehilangan harapan. Dan itu menjadi hari kematiannya. 
          Kehilangan harapan akan melahirkan ketidakberdayaan. Sebagai gambaran, kita bisa melihatnya dalam film Poseidon. Ini cerita tentang sebuah kapal pesiar raksasa bernama Posiedon yang tiba-tiba dihantam gelombang besar samudera. Para kru dan penumpang banyak yang menjadi korban. Yang masih hidup mencoba untuk tetap bertahan di ballroom utama kapal. 
            Film garapan Sutradara Wolfgang Petersen ini diperankan oleh beberapa tokoh utama. Seorang penjudi dan mantan anggota AL AS bernama John Dylan (Josh Lucas), mantan walikota new york (Kurt Russel), putrinya (Emmy Rosum) dan tunangannya (Mike Vogel). 
                Meski kapten kapal sudah meminta agar para penumpang jangan meninggalkan tempat, ada sebagian yang menolak. Mereka yang menolak dan lalu berupaya keras menemukan jalan keluar ini adalah Sang mantan walikota, Dylan diikuti kenalannya (Jacinda Barret), putranya (Jimmy Bannet), dan satu penumpang lain (Richard Dreyfuss). 
             Dengan dipimpin oleh Dylan mereka berusaha mencari jalan keluar lewat baling-baling kapal. Satu per satu dek kapal pun dijelajahi. Sampai akhirnya mereka selamat keluar dari kapal. Saat kapal tenggelam di dasar samudera, hanya beberapa orang inilah yang masih bertahan hidup. Sementara banyak penumpang lain, yang memilih tinggal di ballroom utama kapal (tidak mau berusaha menyelamatkan diri), akhirnya menemukan kematiannya. 
              Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa banyak orang yang menyerah, gagal atau tidak berdaya ketika dihadapkan pada tantangan atau masalah? 
             Martin Selingman mencoba menggali secara mendalam tentang ini. Melalui serangkaian penelitiannya, Selingman yang juga pakar psikologi terkemuka ini, menyebut fenomena tersebut dengan ‘Learned Helplessness’. Sebagaimana dimuat dalam buku Adversity Qoutient karya Paul G. Stolz, ‘Learned Helplessness’ atau ‘ketidakberdayaan yang dipelajari’ adalah jawaban mengapa banyak orang menyerah, gagal atau tidak berdaya ketika dihadapkan pada tantangan atau masalah yang dihadapinya? 
             Ketidakberdayaan yang dipelajari itu menginternalisasi keyakinan bahwa apa yang akan dikerjakan tidak ada manfaatnya, dan menghilangkan kemampuan mengendalikan peristiwa-peristiwa yang sulit. Hasilnya bisa kita lihat seperti kisah dalam kamp konsentrasi NAZI dan sebagian besar penumpang yang pasrah menerima keadaan dalam kapal Poseidon. 
            Lawan dari ketidakberdayaan adalah pemberdayaan. Secara sederhana, Stolz menyebut orang-orang yang memiliki daya ini dengan sebutan Climbers. Yaitu orang-orang yang membaktikan dirinya pada pendakian. Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik, dia terus mendaki. “Dia seperti kelinci pada iklan baterai Energizer di pegunungan. Climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah, membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental atau hambatan lainnya menghalangi Pendakiannya”. Tegas Stolz. 
             Menurut Dian Setyawati, untuk melawan ketidakberdayaan membutuhkan beberapa hal: Pertama, Keberanian. Melawan ketidakberdayaan membutuhkan keberanian. Ketidakberdayaan terlahir dari ketakutan menghadapi tantangan. Keberanian satu-satunya jalan menuju sikap berani menghadapi tantangan. Mencoba berani sebenarnya merupakan jawaban dari rasa takut itu. 
              Kedua, melawan ketidakberdayaan membutuhkan kepercayaan. Kepercayaan bahwa diri kita mampu melawan ketidakberdayaan dan melawan rasa takut akan melahirkan perlawanan terhadap ketidakberdayaan tersebut. Kepercayaan yang perlu hadir dalam diri kita untuk melawan berbagai ketidakberdayaan adalah kepercayaan kepada Allah swt, kepercayaan kepada takdir bahwa semuanya akan berjalan dengan ketentuan yang telah digariskan-Nya. Kepercayaan pada diri pribadi, bahwa kita mampu dan bisa. 
            Ketiga, melawan ketidakberdayaan membutuhkan kebersamaan. Ketidakberdayaan tidak dapat dilawan dengan kesendirian. Menyendiri hanya akan membengkakkan ketidakberdayaan itu. Ketidakberdayaan dapat di tuntaskan dalam keramaian. Ketika banyak orang yang mendukung dan memotivasi. 
             Dalam tulisan ini, Saya sengaja mengetengahkan tentang harapan dan ketidakberdayaan. Atau dalam bahasa yang lebih umum kita bisa menyebutnya dengan optimisme VS pesimisme. Masalah, krisis atau penjajahan, nyaris semua bangsa pernah mengalaminya. Tapi kita juga bisa belajar bahwa bangsa-bangsa yang memiliki harapan kuat, mampu menghempas ketidakberdayaannya, lalu berjuang sekuat tenaga, akan keluar sebagai negara merdeka. 
                Dan di balik itu semua ada sosok-sosok yang menghadirkan harapan dan sekaligus bergerak menggapainya. Kita biasa menyebut mereka sebagai pahlawan. Oputa yi koo, Pangeran Diponegoro, Jendral Sudirman dan seluruh nama dalam alphabet pejuang negeri ini. Ada kekaguman yang tersimpan dan terpelihara ketika kita mengenang orang-orang ini. Anis Matta berujar: “Mungkin, karena itu pula pahlawan muncul di saat-saat yang sulit, atau sengaja dilahirkan di tengah situasi yang sulit. Mereka datang untk membawa beban yang tak dipikul oleh manusia-manusia di zamannya. Mereka bukanlah kiriman gratis dari langit. Akan tetapi, sejarah kepahlawanan mulai dicatat ketika naluri kepahlawanan mereka merepon tantangan-tantangan kehidupan yang berat. Ada tantangan dan ada jawaban, Dan hasil dari respon itu adalah pekerjaan-pekerjaan besar.” 
           Dari sini, akhirnya kita juga memahami bahwa siapapun bisa menjadi pahlawan. Dan mewakili para pahlawan Kemerdekaan, Chairil Anwar, lewat sebuah bait dalam puisi ‘Karawang-Bekasi’, berpesan: “Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian.”***

Selasa, 28 Juli 2015

Idul Fitri: Ketupat Jiwa & Tradisi Hati

Sumber gambar: Forguides.com
          Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an: “Tiap-tiap yang bernyawa (pasti) akan merasakan mati”. Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa tidak ada manusia yang abadi. Tiap-tiap jiwa pasti akan merasakan maut. Cepat atau lambat ia akan datang menjemput tiap insan baik mereka siap ataupun tidak. 
           Karena kematian bukanlah akhir segalanya, sebab masih ada kehidupan pasca kematian, maka setiap manusia hendaklah menyiapkan bekal yang banyak untuk mengarungi alam selanjutnya itu. Para ulama menasihatkan untuk memperbanyak amal kebaikan agar mendapat tempat yang baik di akhirat kelak. 
         Allah SWT berfirman dalam Surat Al Qaari'ah: “Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikannya)nya, maka ia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang)”
        Rentang waktu yang disediakan oleh Sang Pencipta bagi setiap hambaNya untuk menjalani kehidupan di dunia, biasa disebut dengan usia atau umur. Tiap orang diberi jatah yang berbeda. Ada yang 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun, bahkan sampai 900 tahun, seperti yang dimiliki oleh umat-umat terdahulu. Atau bahkan ada yang jauh lebih sedikit dari itu. 
          Dalam konteks batasan waktu ini, ada yang disebut dengan usia biologis dan usia sejarah. Usia biologis adalah rentang waktu yang Saya sebutkan di atas. 10, 50, 100, atau bahkan 900 tahun. Inilah yang dimaksudkan dalam Al Qur’an bahwa manusia tidak ada yang abadi. 
         Akan tetapi, ada manusia yang walaupun maut telah menjemputnya, ia masih tetap “hidup”. Usianya menembus batas waktu. Bahkan mungkin sampai akhir dunia. Inilah yang disebut sebagai usia sejarah. Usia yang dimiliki oleh orang-orang baik. Atau biasa kita menyebutnya dengan pahlawan. Manusia-manusia yang menghadirkan kemanfaatan bagi sesamanya. Mereka selalu dikenang karena kebaikannya. Menjadi abadi di hati banyak orang. 
          Orang baik adalah orang yang memiliki energy positif. Dr. Taufik Al Kusayer dalam bukunya yang berjudul Seni Menikmati Hidup telah melakukan deteksi gelombang (aura) terhadap manusia-manusia seperti ini. Kata beliau: “Ketika energy seseorang positif, maka auranya akan besar dengan warna terang dan bentuknya yang indah, orang dengan aura ini kondisinya nyaman ketika siapapun berinteraksi dengannya, atau bahkan ketika mendekatinya tanpa terjadi interaksi dan percakapan apapun dengannya. Selama hidup, kita bersosialisasi dengan orang-orang yang kita merasa nyaman dan memberikan kepada kita energy positif.” 
         “Ketika energy seseorang negative, maka auranya akan memiliki warna yang pucat dan bentuk yang mengkerut, permukaannya meliuk-liuk atau terpecah-pecah. Aura ini dalam perannya akan memiliki muatan dan dampak yang negative bagi orang yang mendekatinya. Orang-orang yang memiliki aura dengan energi negative bisa diketahui melalui sifatnya yang banyak marah, merasa frustasi, pesimis, tidak percaya kepada orang lain, penakut, ragu-ragu, lemah iman, membenci orang lain, pelit, pengecut, tidak merasa puas, tidak memiliki obsesi, dictator, angkuh, dikendalikan syahwat dan tidak seimbang.” 
           Aura positif terpancar dari Qolbu atau hati yang bersih. Yang tidak tertutupi oleh sekat-sekat kesombongan, dendam, dengki, fitnah, prasangka buruk dan lain sebagainya. Hablum minan nas-nya mempesona. Dengan begitu baik Ia menjaga hubungan yang harmonis dengan sesamanya. Jika ada gesekan, segera dilakukan islah. Sesuai dengan perintah Tuhannya. 
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS: Al Hujjarat, 10) 
           Pada ayat ini secara tegas Allah menginginkan hambaNya untuk berada pada gelombang (aura) yang sama. Satu dalam pancaran energy positif. Ketika terjadi perbedaan gelombang (positif VS negatif), maka gesekan terjadi. Tetapi jika gesekan mewujud, Allah menyeru untuk segera mendamaikan keduanya. Agar gelombangnya kembali sama (positif). 
           Sekali lagi, siapakah orang yang berada pada gelombang positif ini? Mereka adalah orang yang kembali pada fitrah. Sedang fitrah manusia adalah ber-Tuhan. Dan Islam adalah agama fitrah. 
           Allah SWT berfirman: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS: Ar Rum, 30) 
           Sayyid Quthub berkata: “fitrah merupakan jiwa kemanusiaan yang perlu dilengkapi dengan tabiat beragama, antara fitrah kejiwaan manusia dan tabiat beragama merupakan relasi yang utuh, mengingat keduanya ciptaan Allah pada diri manusia sebagai potensi dasar yang memberikan hikmah, mengubah diri kearah yang lebih baik, mengobati jiwa yang sakit, dan meluruskan diri dari rasa keberpalingan.” 
          Dan jika manusia sudah berada pada kondisi seperti ini, maka Ia akan memperoleh ketentraman dan kebahagiaan hidup. Jiwa dan raganya sehat. Terhindar dari tekanan-tekanan psikologis yang bisa menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan mudahnya intervensi penyakit. 
             Saya teringat kembali dengan Hadits Baginda Rasulullah SAW: “Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh (manusia) ada segumpal daging. Bila ia baik (sehat) maka akan baiklah (sehatlah) seluruh tubuh. Jika ia rusak (terganggu) maka rusaklah (terganggulah) seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah Qolbu.” 
          Para ulama menerangkan kata al-Qolbu dalam hadits di atas memiliki dua arti. Pertama, al-Qolbu berarti roh atau jiwa, sesuatu yang abstrak dalam tubuh. Kedua, al-Qolbu berarti jantung (heart) yang terletak di rongga dada, bukan hati (liver) seperti sering diartikan orang, sebab hati dalam bahasa Arab disebut Al-kabidu yang terletak agak kebawah rongga dada. 
         Ahmad Syarifuddin dalam bukunya yang berjudul Puasa menuju Sehat Fisik dan Psikis menjelaskan bahwa makna pertama Qolbu yang berarti roh atau jiwa, berkaitan dengan ilmu kedokteran yang lazim disebut psikosomatik. Tekanan-tekanan psikologis seperti dendam, jengkel, iri, kecewa, tidak bahagia, takut, persaingan tidak sehat, berkorelasi tinggi terhadap menurunnya daya tahan tubuh. 
            Sebagian besar penyakit seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, asma, semua penyakit alergi dan lain-lain, selain disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap pemeliharaan kesehatan jasmani, juga karena disebabkan oleh beban pikiran yang terlalu berat, berupa tekanan kejiwaan. Hal ini juga menyebabkan fungsi jantung menjadi tidak normal sehingga berpengaruh pula pada kerja pancaindra. 
            Maka Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa hal-hal seperti berbaik sangka, tawadhu, ikhlas, zuhud, kasih sayang, dan sebagainya dapat menyelesaikan tekanan-tekanan psikologis atau kejiwaan. Sehingga pada akhirnya dapat menghadirkan kesehatan jiwa. 
         Di Idul Fitri (1 Syawal), kaum muslimin, khususnya di Indonesia punya tradisi Istihlal (meminta halal) dengan Silaturrahm dan berjabat tangan saling memaafkan. Ahman Syarifuddin menjelaskan: “Pendekatan komunikasi semacam ini sangat bermanfaat bagi kesehatan jiwa khususnya jantung dan efektif menghindari psikosomatik. Ia mencairkan kebekuan, melepaskan belenggu ketegangan, meluruskan benang kusut, dan menyelesaikan problem dan kesulitan. Sesuatu yang tadinya keruh dalam jiwa menjadi jernih, beku menjadi cair, dan yang terikat menjadi lepas dan bebas. Jiwa menjadi lebih santai, ceria dan fress.
            Allah SWT berfirman dalam Surat Al A’raf ayat 199: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan (dan atau tradisi yang positif) serta berpalinglah dari orang-orang bodoh.” 
           Nah, saat Idul Fitri ini kita semua kembali menjadi baik. Hasil gemblengan Allah di sebulan Ramadhan. Maka yang memancar dari Qolbu adalah gelombang kasih sayang. Dari diri Setiap muslim menyeruak energy positif. Tiada riya, takabur, dengki, dendam, fitnah adu domba, bangga diri dan berburuk sangka. Manusia kembali pada fitrahnya. Dan jika sudah begini, insan bisa menjadi “abadi”. Usia sejarahnya akan jauh melampaui usia biologisnya. Tetap “hidup” walau sudah mati. 
          Kita (di Indonesia), memberi simbol ketupat untuk Idul Fitri. Dan menjadikan hari lebaran sebagai tradisi untuk silaturrahm dan saling memaafkan. Maka Saya menyebut Idul Fitri sebagai Ketupat Jiwa dan Tradisi Hati.

Minggu, 04 Januari 2015

Ketika Superman Selamatkan Pesawat Air Asia

Sumber gambar: www.kopimaya.com
               Dalam buku Lapis-lapis keberkahan, saat membahas tentang rizqi, Salim A. Fillah menulis: “Ada kisah tentang seorang pemilik saham terbesar sebuah maskapai penerbangan yang terhitung raksasa di dunia. Armada pesawat yang dijalankan perusahaannya lebih dari seratus jumlahnya. Tetapi dia menderita hyperphobia, yakni rasa takut terhadap ketinggian. Seumur hidupnya, yang bersangkutan tak pernah berani naik pesawat”. Jadi, “Rizqi sama sekali bukan soal apa yang dikuasai”. Jelas Salim.
                 Rizqi itu soal rasa. Tapi maaf, dalam tulisan ini Saya tidak sedang dan akan membahas juga tentang rizqi, tapi Saya akan sedikit berbicara tentang penerbangan. Maksudku, tentang pesawat alias transportasi udara. Saya sudah beberapa kali naik pesawat (ehm… sekedar info). Saat pertama kali naik pesawat dan melintasi udara, Doa yang terucap begitu panjang. Jantungpun menampilkan detak yang gelisah. Benarlah kata Ust. Anis Matta. Mengingat mati itu bisa membuat kita lebih dekat kepada Allah SWT. Keimanan kita meningkat. Contohnya adalah saat naik pesawat terbang. 
             Unik juga ya cerita Salim di atas. Punya perusahaan penerbangan, tapi seumur hidup tak pernah berani naik pesawat. Oh iya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan phobia? Dalam Definisikata.com, dijelaskan bahwa Phobia adalah rasa ketakutan kuat (berlebihan) terhadap suatu benda, situasi atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu. Bedanya dengan takut biasa adalah, hal yang ditakuti sebenarnya tidak menyeramkan untuk sebagian orang. 
             Phobia terjadi kerena adanya factor biologis di dalam tubuh, seperti meningkatnya aliran darah dan metabolism di otak. Bisa juga karena ada sesuatu yang tidak normal di struktur otak. Tapi kebanyakan psikolog setuju, phobia lebih sering disebabkan oleh kejadian traumatis.
        Saya jadi ingat dengan Dennis Bergkamp, mantan striker Arsenal. Pesepak bola berkebangsaan belanda ini juga menderita hyperphobia. Rasa takut akan ketinggian. Maka ketika Arsenal menjalani pertandingan Liga Champion di luar Inggris, dia tak pernah naik pesawat. Bintang The Gunner ini harus “menyeberang” pakai kapal laut ketika rekan setimnya ramai-ramai naik pesawat. Akibatnya Sang bintang selalu datang terlambat. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu penyebab mengapa Arsenal di zaman Bergkamp tak pernah menjuarai Liga Champion Eropa. Padahal saat itu mereka sedang tampil dengan skuad terbaiknya. Bertabur bintang, sekaligus mendominasi Liga Inggris
        Beberapa hari yang lalu, pesawat Air Asia QZ8501 terjatuh diperairan Pangkalanbun Kalimantan Tengah. Entahlah, Saya juga belum mendengar berita terkhir tentang kecelakaan pesawat ini. Tapi kata beberapa sumber, tampaknya awak dan seluruh penumpang tidak ada yang selamat. Pertanyaannya adalah apakah Anda kemudian menjadi phobia atau takut bepergian dengan Pesawat terbang? 
            Tulisan ini Saya beri judul ‘Ketika Superman Selamatkan Pesawat Air Asia’. Ngomong-ngomong, apa sih kaitan antara Superman dengan Pesawat Air Asia? Sebelumnya, ada yang tahu arti symbol ‘S’ pada dada Superman? Dahulu, kita mengenggap bahwa symbol ‘S’ itu adalah singkatan dari kata ‘Superman’. Tapi dalam film Superman terbaru, garapan Zack Snider, yang diberi judul ‘Man of Steel’ di sebutkan bahwa symbol ‘S’ berarti pengharapan. Sebuah symbol yang berasal dari planet Kripton, tempat lahir Superman. 
               Ada adegan menarik dalam Film Superman Return. Salah satu film tentang Super hero ini, yang disutradarai oleh Bryan Singer. Sebuah pesawat Boeing yang memuat penumpang mengalami kerusakan dan meluncur deras akan menghantam bumi. Superman segera bergerak dengan kecepatannya, mencoba menghentikan pesawat tersebut agar tak menghantam tanah. Sang Super hero berhasil melakukannya. Dengan cepat Ia menahan moncong pesawat, dan menghentikan laju pesawat, hanya beberapa meter diatas lapangan Baseball
          Saat masuk ke dalam pesawat malang itu, Ia lalu menyapa Louis Lane, yang kebetulan menjadi salah satu penumpang: “Anda baik-baik saja? Kata superman. Sang jagoan juga lalu menoleh ke seluruh penumpang yang lain, lalu berkata: “Semoga peristiwa ini tidak mempengaruhi penerbangan Anda selanjutnya. Secara statistic pesawat masih menjadi alat transportasi paling aman”. Jelas Superman.
            Benarkah kata Superman? Bahwa secara statistic pesawat adalah alat transportasi paling aman? Berbagai musibah yang menimpa dunia penerbangan, seperti yang menimpa Air Asia dipenghujung tahun 2014 lalu, tentu membuat orang merasa takut naik pesawat. 
     National Highway Traffic Safety Administration, sebagaimana diberitakan oleh cnnindonesia.com, telah mengkompilasi dan meneliti statistic kecelakaan untuk seluruh Negara bagian Amerika Serikat. Tahun 2008, data Fakta Keselamatan Lalu Lintas menunjukkan jutaan kecelakaan karena mengemudi dan statistic lain menunjikkan 1,27 kematian per 100 juta mil perjalanan darat. 
              Masih dalam cnnindonesia.com, National Transportation Safety Board juga mengumpulkan data kecelakaan penerbangan. Statistik awal untuk tahun 2008 menunjukkan hanya 20 kecelakaan untuk maskapai penerbangan AS yang beroperasi layanan terjadwal. Itu artinya, hampir nol kecelakaan per juta mil terbang. Tidak ada yang meninggal, dan hanya lima orang luka berat.
          Dalam angka absolute, mengemudi lebih berbahaya, dengan lebih dari 5 juta kecelakaan dibandingkan dengan 20 kecelakaan pesawat terbang. Dari semua penerbangan komersil yang ada, kecelakaan pesawat terjadi pada rasio 1:1,2 juta. Bagaimana dengan data dan fakta yang ada di Indonesia? Saya sendiri belum menemukan data yang pasti. Tapi beberapa sumber menyebutkan bahwa di Indonesiapun secara statistic jumlah kecelakaan yang melibatkan angkutan udara sangat kecil jika dibandingkan dengan kecelakan darat (lalu lintas). 
         Karena itu, statistic menunjukkan bepergian dengan pesawat jauh lebih aman daripada mengemudi. Demikianlah, kata-kata Superman di atas telah “menyelamatkan” perusahaan penerbangan. Namun, David Ropeik, seorang instruktur komunikasi risiko dari Harvard School of Public Health, berpendapat bahwa "perjalanan udara terasa lebih berbahaya karena persepri risiko. Dijelaskannya, mengemudi memberi control yang lebih personal, membuat orang merasa lebih aman. Hal itulah yang tidak didapatkan saat bepergian menggunakan pesawat terbang". 
               "Selain itu, kecelakaan pesawat yang tragis, membunuh lebih banyak orang sekaligus, meraih lebih banyak perhatian dan membuat orang lebih sensitive terhadap hal tersebut. Sedangkan kecelakaan mobil terjadi setiap hari dan menyebar dari waktu ke waktu, membuat efek gabungannya kurang terlihat". Jelas David, dalam cnnindonesia.com.
             Tapi tunggu! Saya sependapat dengan sahabat pembaca sekalian. Kecelakaan yang berujung kematian, baik di darat, laut dan udara, tidaklah “pantas” untuk membandingkannya secara statistic. Kematian tetaplah kematian. Sebuah peristiwa yang meninggalkan duka mendalam bagi mereka yang ditinggalkan. Jangankan kematian, bahkan hanya seorang saja yang mengalami cedera akibat kecelakaan transportasi, dimanapun itu, sudah harus menjadi perhatian besar dan serius sekaligus penting bagi seluruh pihak. Tulisan ini hanya sekedar mencoba menampilkan secuil “fakta”, sebagai bahan pengetahuan (saja). Sekaligus saran, bahwa dengan kendaraan apapun yang kita gunakan saat bepergian, apakah lewat darat, laut maupun udara, unsur keselamatan dengan seluruh variannya menjadi sesuatu yang peting untuk diperhatikan. 
        Akhirnya, evaluasi harus terus dilakukan. Agar pelayanan jasa tranportasi yang aman dan nyaman bagi semua dapat terwujud. Turut berbela sungkawa atas musibah jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More