Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 27 Agustus 2015

Materi Seksualitas, Otak & Delta-FosB

              Pernah dengar istilah ‘Otak kotor’? Tentu saja pembaca sekalian pernah mendengarnya. Dua kata ini kadang digunakan sebagai candaan oleh sebagian orang untuk mendeteksi adanya ‘kandungan zat mesum’ dalam otak manusia. Ketika ada hal-hal yang berbau pornografi atau materi seksualitas muncul di sela-sela diskusi makan siang, lalu ada yang meresponnya secara berlebihan, maka kadang tiba-tiba muncul kalimat: “Dasar otak kotor!!!” Hehehe… 
           Tapi benarkah ada zat mesum yang membuat otak menjadi “kotor”? Baiklah, mari kita telusuri. Di dalam otak manusia, ada zat neurotransmitter yang disebut Delta Fos-B. inilah yang membuat nafsu, birahi dan libido seseorang meningkat. Tapi ia tidak bekerja begitu saja untuk meningkatkan nafsu, birahi dan libido. Zat ini perlu rangsangan, yaitu sesuatu yang berbau porno. Baik pornografi maupun porno aksi. 
          Sekedar info, dalam Undang-Undang, Pornografi didefinisikan sebagai: “sebentuk materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.” 
              Kita kembali lagi ke otak. Sebanyak 70% informasi masuk melalui kedua mata kita. dr. Adre Mayza, SpK (K) menjelaskan bahwa ketika seorang remaja mengakses atau “mengkonsumsi” sesuatu yang berbau porno, semua rangsangan itu akan langsung masuk ke otak belakang tanpa tersaring. Lalu ketika rangsangan itu sudah masuk, otak akan mengeluarkan cairan atau zat neurotransmiter yang disebut Delta-FosB. 
             Ada cerita lucu dari negeri Paman Sam. Seorang wanita muda bernama Debrah Lee Lorenza dipecat dari tempat kerjanya, sebuah Bank terkenal, dengan alasan yang menurut sebagian orang sangat mengada-ada. Cantik dan Seksi! Inilah penyebabnya. Pihak direksi berpendapat bahwa kecantikan, dandanan serta cara berpakaian Debra yang seksi bisa mempengaruhi lingkungan kerja. Apalagi mayoritas pegawai Bank tersebut adalah laki-laki. Bisa muncul “Otak Kotor”, begitu mungkin bahasa “keren”nya. 
         Sayangnya ada efek tidak menguntungkan bagi manusia ketika materi seksualitas atau pornografi masuk dalam otak manusia. Jika materi pornografi terkonsumsi oleh otak, maka ia akan tersimpan selamanya dalam otak dan tidak akan bisa hilang. Disamping itu, organ yang terdapat dalam batok kepala ini bisa menjadi rusak, terutama pada PreFrontal Corteks yang terletak di bagian depan otak. 
             Markus Tan (Guru Karakter Indonesia), menjelaskan bahwa area PreFrontal Cortex ini berisi lima bidang utama untuk fungsi neuropsikiatri (planning, organizing, problem solving, selective attention, personality) dan fungsi motorik serta memediasi fungsi intelektual yang lebih tinggi (higher cognitive functions) yakni termasuk emosi dan perilaku. Pada wilayah ini otak telah terlibat dalam perencanaan perilaku kognitif yang kompleks, ekspresi kepribadian, pengambilan keputusan dan perilaku sosial yang benar. Kegiatan dasar wilayah ini adalah otak dianggap sebagai orkestrasi dari pikiran dan tindakan sesuai dengan tujuan-tujuan internal. 
            Maka dari sini kita bisa membayangkan bahwa kerusakan bagian otak ini (akibat pornografi) akan membuat orang tidak bisa membuat planning, tidak bisa mengambil keputusan, tidak bisa mengendalikan emosi dan berbagai berbagai fungsi lainnya sebagaimana dijelaskan di atas. Padahal bagian inilah yang membedakan manusia dengan binatang. 
            Oh iya, mungkin kita perlu mengenal sedikit tentang organ yang ada dalam batok kepala ini. Beberapa literature menyebutkan bahwa otak manusia mempunyai 3 bagian dasar, yaitu: (1). Batang Otak atau Otak Reptil, (2). Sistem Limbik atau Otak Mamalia (3). Neokorteks. Dr. Paul MacLean menyebut ketiga bagian dasar otak tersebut sebagai TRIUNE (3 in 1). 
            Batang Otak, mengendalikan fungsi-fungsi penyangga kehidupan dasar misalnya pernapasan dan laju denyut jantung. Mengontrol tingkat kesiagaan. Menyiagakan seseorang terhadap informasi sensorik yang masuk. Mengendalikan suhu. Mengendalikan proses pencernaan. Menyampaikan informasi dari serebelum. 
            Serebelum atau otak kecil atau otak belakang, mengendalikan gerakan tubuh dalam ruang dan menyimpan ingatan untuk respon-respon dasar yang dipelajari. Sistem Limbik atau otak tengah, yang posisinya sedikit lebih ke depan dan terdiri atas Talamus dan Ganglia Basal atau otak tengah. Sistem Limbik penting bagi pembelajaran dan ingatan jangka pendek tetapi juga menjaga homeostatis di dalam tubuh (tekanan darah, suhu tubuh dan kadar gula darah). Terlibat dalam emosi ketahanan hidup dari hasrat seksual atau perlindungan diri. Sistem Limbik mengandung Hipotalamus, yang sering dianggap sebagian bagian terpenting dari 'otak mamalia'. 
          Serebrum atau korteks serebral, membungkus seluruh otak dan posisinya berada di depan. Serebrum adalah bertanggung jawab atas berbagai keterampilan termasuk ingatan, komunikasi, pembuatan keputusan dan kreativitas. Fungsi: pengaturan, ingatan, pemahaman, komunikasi, kreativitas, pembuatan keputusan, mind mapping, bicara, musik. Serebrum dibungkus oleh suatu lapisan berkerut-kerut berupa sel-sel saraf setebal seperdelapan inci yang amat sangat menakjubkan, yang dikenal sebagai korteks serebral. 
        Yang menjadi pertanyaan adalah jika pornografi bisa menghadirkan efek negatif, lantas bagaimana cara mengatasi masalah ini? Saya sependapat dengan pendekatan Smart Parenting-nya Early Febriana. Mengapa Smart Parenting? Menurut Penyuluh Sosial Muda ini, sebagaimana dimuat dalam Situs Pusat Penyuluhan Sosial Kemensos RI, karena peran orang tua maupun keluarga sangat penting dalam mengatasi bahaya pornografi ini. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh orang tua: 
           Pertama, Membentuk dan menanamkan nilai-nilai karakter dan budi pekerti serta memberikan contoh yang baik pada anak-anaknya. Orang tua tidak boleh bersikap kesal atau marah, harus memiliki perasaan yang tenang dan dapat menjadi teladan. 
        Kedua, Membangun komunikasi yang baik dengan anggota keluarga antara lain, dengan melakukan upaya sering berdialog dengan anak-anak, menanyakan kegiatan sehari-hari, mendengarkan pendapat anak, menanyakan permasalahan yang dihadapi, menanyakan kebutuhan, mendengarkan keluhan, menjadi teman bicara. Teknik yang dapat dilakukan jangan memberi ceramah, karena hal ini dapat menjadikan anak dan remaja semakin menjauh. 
       Ketiga, Mengawasi penggunaan sarana komunikasi dan sarana informasi anak, seperti mengawasi penggunaan internet dan telepon genggam. Jangan abaikan fakta bahwa pornografi memberikan keasyikan tersendiri pada saat melihatnya, namun berikan keyakinan kepada remaja bila sekali melihat barang porno akan ketagihan dan berdampak pada jangka panjang dan merugikan dia sendiri serta dampak yang lain. Jelaskan latar belakang ditetapkannya rating berdasarkan batasan umur bagi konten situs internet/games/film. 
           Keempat, Apabila menemukan materi yang berkaitan dengan pornografi, lakukan pendekatan dan tanamkan pengertian bahwa pornografi tidak baik bagi perkembangan jiwa, dan upayakan menghapusnya. 
           Kelima, Lakukan kegiatan yang mengalihkan perhatian anak pada pornografi, kegiatan positif lain, seperti olah raga, kesenian, ketrampilan, permainan edukatif, membersihkan rumah dan berekreasi bersama, serta libatkan dalam kegiatan keagamaan mengerjakan ibadah bersama-sama di rumah atau di tempat ibadah.

Selasa, 18 Agustus 2015

Membuka Jendela Dunia

Sumber gambar: bobo.kidnesia.com
             Ts’ai Lun (Cai Lun menurut ejaan China), adalah sosok penemu kertas. Ia hidup di zaman Dinasti Han, dan pada sekitar tahun 105M memperkenalkan hasil penemuannya itu pada kaisar Ho Ti. Sang kaisar sangat senang dan terkesan. Segera setelah itu, selama abad ke dua dan selanjutnya, penggunaan kertas meluas di China. Tak lupa mereka megekspornya ke wilayah lain di benua Asia. 
              Selain penduduk Tiongkok sendiri, saat itu dunia belum tahu teknik pembuatan kertas. Sebab negeri Tirai Bambu masih merahasiakannya. Hingga abad ke delapan Masehi, ketika beberapa ahli pembuat kertas menjadi tawanan bangsa Arab. Tak berapa lama kemudian, Baghdad dan Samarkand, dua kota penting umat Islam, mulai memproduksi hasil penemuan Ts’ai Lun. Bangsa Eropa kemudian mempelajarinya dari kaum muslimin. 
             Sejarah mencatat bahwa sebelum abad kedua Masehi, awalnya kebudayaan barat masih lebih unggul dari Tiongkok. Tetapi tujuh atau delapan abad selanjutnya, usai menemukan kertas, China berhasil melampaui Barat. Catatan-catatan Marcopolo (abad ke-13) menunjukkan bahwa negeri Tirai Bambu jauh lebih makmur dibanding Eropa. Hanya saja, pada abad ke-15, benua biru kembali mengungguli China. 
            Pertanyaannya adalah mengapa Eropa kembali menjadi lebih unggul? Michael H. Hart, dalam bukunya yang berjudul ‘100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang sejarah’, mengakui bahwa banyak faktor yang mempengaruhinya. Sejak bangsa Eropa mulai menggunakan kertas, mereka mulai berhasil memperpendek jarak perbedaan. Salah satu momentum yang terjadi di abad ke-15, telah membuat Eropa akhirnya mengungguli China. Hart menulis: “Di Eropa, abad ke-15, seorang jenius bernama Johann Gutenberg mengembangkan sebuah teknik untuk memproduksi buku secara massal. Setelah itu, peradaban Eropa berkembang cepat. Karena China tidak memiliki Gutenberg, masyarakatnya tetap memakai cetak timbul sehingga kebudayaan mereka maju dengan kecepatan relatif lambat.” 
           Jadi, hadirnya buku yang diproduksi secara massal, mudah, cepat, dan murah serta diikuti dengan minat baca yang tinggi adalah jawabannya. Barat sudah membuktikannya. Eko Laksono dalam karyanya yang berjudul ‘Imperium III’ menjelaskan bahwa salah satu kunci terpenting Renaisans Eropa adalah mesin cetak Gutenberg. Sebuah temuan yang dengannya buku-buku bisa dibuat dengan mudah dan murah. Benua biru lalu mengalami revolusi kecerdasan setelah itu. Meninggalkan bangsa China jauh di belakang. 
           “Buku membuat kita bisa menyerap ilmu-ilmu terhebat dan paling unggul di dunia dengan biaya yang sangat murah. Dari buku kita bisa belajar tentang peradaban-peradaban terhebat, tokoh-tokoh terhebat, rahasia orang-orang paling kaya, dan kemajuan sains-teknologi yang paling mutakhir. Kalau ada perpustakaan yang lengkap dan menyenangkan, akan lebih bagus lagi. Berjuta-juta orang, tidak melihat kaya atau miskin, anak konglomerat atau anak buruh bangunan, akan menyerap ilmu-ilmu terhebat di dunia itu tanpa biaya sama sekali alias gratis. Anak miskin yang menjadi penguasa industry baja Amerika. Masa kecilnya banyak dihabiskan dengan membaca buku dan berada di perpustakaan.” Jelas Eko. 
             Dari sini kita semakin membenarkan pernyataan yang sudah turun-temurun kita dengar: “buku adalah jendela dunia, dan membaca adalah kuncinya.” Buku memberikan informasi tentang seluruh aspek kehidupan manusia, baik sosial-budaya, politik, ekonomi, kesehatan, pengembangan diri, pertahanan keamanan dan lain sebagainya. Membaca akan memperluas wawasan, mencerdaskan hati dan otak, sehingga dapat menghadirkan inspirasi untuk menggenggam masa depan. 
                Nah, bagaimana dengan perbukuan di Indonesia saat ini? Hanif Ridho Ansyoro dalam tulisannya yang berjudul “Menumbuhkan Minat Baca Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia” menyebutkan bahwa walaupun belum ada data pasti tentang jumlah buku baru yang terbit dalam setahun, namun mengacu kepada jumlah buku yang diterima jaringan toko buku besar, seperti Gramedia dan Gunung Agung, setidaknya Indonesia mampu menerbitkan 12.000 judul buku baru dalam setahun. Jumlah tersebut tidak termasuk buku yang cetak ulang dalam tahun yang sama. Dengan rata-rata tercetak untuk satu judulnya 3.000 eksemplar, maka setidaknya para penerbit Indonesia mampu menghasilkan 36.000.000 eksemplar buku dalam setahun. 
             Sayangnya, minat baca orang Indonesia rata-rata masih rendah. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, Hamid Muhammad, sebagaimana dilansir oleh Tribun Network (17 Agustus 2015) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil studi UNESCO pada tahun 2013, hanya satu orang dari 1000 orang yang suka membaca. 
           "Survei BPS di Indonesia di tahun 2013 menunjukkan bahwa orang Indonesia paling gemar nonton televisi, yakni sebanyak 91,68 persen. Sedangkan yang membaca surat kabar hanya 17,6 persen. Berdasarkan data bank dunia, Indonesia memiliki minat baca paling rendah di antara negara Asia Tenggara. Indeksnya hanya 21,7 persen. Dibandingkan Filipina dan Singapura yang lebih dari 70 persen minat bacanya.” Jelas Hamid. 
          Data tentang minat baca ini tentu saja memprihatinkan kita semua. Hal ini juga menjadi jawaban mengapa kita tertinggal begitu jauh dari negara-negara maju. Tapi, kita tidak perlu merutuk diri sendiri dan apalagi sampai larut dalam kesedihan. Yang perlu kita lakukan adalah terus berupaya meningkatkan minat baca anak bangsa. Bagaimana caranya? Beberapa diantaranya adalah adanya promosi yang elegan, massif dan terus menerus tentang pentingya membaca. Adanya reward dari pemerintah bagi tiap insan atau lembaga yang menumbuhkan minat baca bagi masyarakat. Serta penyediaan sarana dan prasarana yang memadai (diantaranya perpustakaan serta buku-buku menarik dan berkualitas).
           Belum lama ini, ada anjuran untuk melakukan gerakan membaca 15 lembar perhari yang didengungkan oleh FSLDKN (Forum Silaturrahm Lembaga Dakwah Kampus Nasional) sebagai hadiah 70 tahun Indonesia merdeka. Menurut pendapat Saya, ini adalah sebuah gerakan yang sangat baik. Salah satu upaya dari ribuan usaha yang pernah dan terus dilakukan untuk melanggengkan budaya membaca. Saya mendukung dan ayo membaca.

Rabu, 12 Agustus 2015

Kemerdekaan: Oputa Yi Koo VS Learned helplessness

Gambar: tokomaruku.blogspot.com
              "It's not an 'S'. In my world, it means 'hope' (Ini bukan huruf S. Di dunia saya, ini artinya 'harapan'), jelas Superman, dalam film ‘Man of Steel’ garapan Zack Snyder. Hal tersebut diungkapkan oleh Sang Super Hero, saat Louis Lane, seorang wartawan dari ‘Daily Planet’ menanyakan Simbol yang mirip huruf S pada kostum yang dipakainya. Simbol itu adalah ciri khas keluarga El di planet Krypton. Pada tempat lahir manusia baja ini, masing-masing keluarga memiliki simbol tersendiri. Sesuatu yang mirip huruf S itu bermakna 'harapan'
              Wikipedia mendefinisikan Harapan sebagai bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang ingin didapatkan atau suatu kejadian yang akan berbuah kebaikan di masa datang. Sesuatu yang diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Pada praktiknya banyak orang mencoba menjadikan harapannya menjadi nyata dengan cara berdoa atau berusaha. Contoh: sebuah harapan akan kemerdekaan negeri, seperti yang didambakan bangsa kita saat mengalami masa penjajahan dahulu.
               Ada apa dengan harapan? Dan apa yang akan terjadi jika manusia tak memiliki harapan? Anis Matta dalam bukunya yang berjudul ‘Mencari Pahlawan Indonesia’, menulis: “Lorong kecil yang menyalurkan udara pada ruang kehidupan sebuah bangsa yang tertutup oleh krisis adalah harapan. lnilah inti kehidupan ketika tak ada lagi kehidupan. lnilah benteng pertahanan terakhir bangsa itu. Tapi benteng itu dibangun dan diciptakan para pahlawan. Mungkin mereka tidak membawa janji pasti tentang jalan keluar yang instan dan menyelesaikan masalah. Tapi mereka membangun inti kehidupan. Mereka membangunkan bara hidup dari kekuatan yang tertidur di sana, di atas alas ketakutan dan ketidakberdayaan.” 
              Dalam bukunya yang bejudul ‘Man’s Search for meaning’, Victor Frankl mengatakan bahwa orang yang kehilangan harapan pada akhirnya akan mati. Dalam buku tersebut, salah satu tokoh psikologi terkemuka ini menceritakan pengalamannya saat menjadi tawanan di kamp konsentrasi NAZI Jerman. Ia menyaksikan begitu banyak orang yang menjadi tidak berdaya. 
          Di sebuah kamp, sewaktu para narapidana baru masuk, tentara NAZI memandang dan mengatakan kepada para tahanan itu bahwa mereka tidak akan bisa meloloskan diri dan meninggalkan kamp tersebut. Menurut Frankl, orang-orang yang yakin dengan kata-kata serdadu NAZI tersebut tidak berapa lama kemudian meninggal. Diantara para narapidana yang tidak terbunuh, yang menolak “ramalan” buruk si penjaga kamp dan mempertahankan suatu keyakinan bahwa “situasi ini akan segera berlalu” bertahan hidup. Namun, ketika narapidana itu tidak dapat bangun dari ranjangnya, diapun kehilangan harapan. Dan itu menjadi hari kematiannya. 
          Kehilangan harapan akan melahirkan ketidakberdayaan. Sebagai gambaran, kita bisa melihatnya dalam film Poseidon. Ini cerita tentang sebuah kapal pesiar raksasa bernama Posiedon yang tiba-tiba dihantam gelombang besar samudera. Para kru dan penumpang banyak yang menjadi korban. Yang masih hidup mencoba untuk tetap bertahan di ballroom utama kapal. 
            Film garapan Sutradara Wolfgang Petersen ini diperankan oleh beberapa tokoh utama. Seorang penjudi dan mantan anggota AL AS bernama John Dylan (Josh Lucas), mantan walikota new york (Kurt Russel), putrinya (Emmy Rosum) dan tunangannya (Mike Vogel). 
                Meski kapten kapal sudah meminta agar para penumpang jangan meninggalkan tempat, ada sebagian yang menolak. Mereka yang menolak dan lalu berupaya keras menemukan jalan keluar ini adalah Sang mantan walikota, Dylan diikuti kenalannya (Jacinda Barret), putranya (Jimmy Bannet), dan satu penumpang lain (Richard Dreyfuss). 
             Dengan dipimpin oleh Dylan mereka berusaha mencari jalan keluar lewat baling-baling kapal. Satu per satu dek kapal pun dijelajahi. Sampai akhirnya mereka selamat keluar dari kapal. Saat kapal tenggelam di dasar samudera, hanya beberapa orang inilah yang masih bertahan hidup. Sementara banyak penumpang lain, yang memilih tinggal di ballroom utama kapal (tidak mau berusaha menyelamatkan diri), akhirnya menemukan kematiannya. 
              Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa banyak orang yang menyerah, gagal atau tidak berdaya ketika dihadapkan pada tantangan atau masalah? 
             Martin Selingman mencoba menggali secara mendalam tentang ini. Melalui serangkaian penelitiannya, Selingman yang juga pakar psikologi terkemuka ini, menyebut fenomena tersebut dengan ‘Learned Helplessness’. Sebagaimana dimuat dalam buku Adversity Qoutient karya Paul G. Stolz, ‘Learned Helplessness’ atau ‘ketidakberdayaan yang dipelajari’ adalah jawaban mengapa banyak orang menyerah, gagal atau tidak berdaya ketika dihadapkan pada tantangan atau masalah yang dihadapinya? 
             Ketidakberdayaan yang dipelajari itu menginternalisasi keyakinan bahwa apa yang akan dikerjakan tidak ada manfaatnya, dan menghilangkan kemampuan mengendalikan peristiwa-peristiwa yang sulit. Hasilnya bisa kita lihat seperti kisah dalam kamp konsentrasi NAZI dan sebagian besar penumpang yang pasrah menerima keadaan dalam kapal Poseidon. 
            Lawan dari ketidakberdayaan adalah pemberdayaan. Secara sederhana, Stolz menyebut orang-orang yang memiliki daya ini dengan sebutan Climbers. Yaitu orang-orang yang membaktikan dirinya pada pendakian. Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik, dia terus mendaki. “Dia seperti kelinci pada iklan baterai Energizer di pegunungan. Climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah, membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental atau hambatan lainnya menghalangi Pendakiannya”. Tegas Stolz. 
             Menurut Dian Setyawati, untuk melawan ketidakberdayaan membutuhkan beberapa hal: Pertama, Keberanian. Melawan ketidakberdayaan membutuhkan keberanian. Ketidakberdayaan terlahir dari ketakutan menghadapi tantangan. Keberanian satu-satunya jalan menuju sikap berani menghadapi tantangan. Mencoba berani sebenarnya merupakan jawaban dari rasa takut itu. 
              Kedua, melawan ketidakberdayaan membutuhkan kepercayaan. Kepercayaan bahwa diri kita mampu melawan ketidakberdayaan dan melawan rasa takut akan melahirkan perlawanan terhadap ketidakberdayaan tersebut. Kepercayaan yang perlu hadir dalam diri kita untuk melawan berbagai ketidakberdayaan adalah kepercayaan kepada Allah swt, kepercayaan kepada takdir bahwa semuanya akan berjalan dengan ketentuan yang telah digariskan-Nya. Kepercayaan pada diri pribadi, bahwa kita mampu dan bisa. 
            Ketiga, melawan ketidakberdayaan membutuhkan kebersamaan. Ketidakberdayaan tidak dapat dilawan dengan kesendirian. Menyendiri hanya akan membengkakkan ketidakberdayaan itu. Ketidakberdayaan dapat di tuntaskan dalam keramaian. Ketika banyak orang yang mendukung dan memotivasi. 
             Dalam tulisan ini, Saya sengaja mengetengahkan tentang harapan dan ketidakberdayaan. Atau dalam bahasa yang lebih umum kita bisa menyebutnya dengan optimisme VS pesimisme. Masalah, krisis atau penjajahan, nyaris semua bangsa pernah mengalaminya. Tapi kita juga bisa belajar bahwa bangsa-bangsa yang memiliki harapan kuat, mampu menghempas ketidakberdayaannya, lalu berjuang sekuat tenaga, akan keluar sebagai negara merdeka. 
                Dan di balik itu semua ada sosok-sosok yang menghadirkan harapan dan sekaligus bergerak menggapainya. Kita biasa menyebut mereka sebagai pahlawan. Oputa yi koo, Pangeran Diponegoro, Jendral Sudirman dan seluruh nama dalam alphabet pejuang negeri ini. Ada kekaguman yang tersimpan dan terpelihara ketika kita mengenang orang-orang ini. Anis Matta berujar: “Mungkin, karena itu pula pahlawan muncul di saat-saat yang sulit, atau sengaja dilahirkan di tengah situasi yang sulit. Mereka datang untk membawa beban yang tak dipikul oleh manusia-manusia di zamannya. Mereka bukanlah kiriman gratis dari langit. Akan tetapi, sejarah kepahlawanan mulai dicatat ketika naluri kepahlawanan mereka merepon tantangan-tantangan kehidupan yang berat. Ada tantangan dan ada jawaban, Dan hasil dari respon itu adalah pekerjaan-pekerjaan besar.” 
           Dari sini, akhirnya kita juga memahami bahwa siapapun bisa menjadi pahlawan. Dan mewakili para pahlawan Kemerdekaan, Chairil Anwar, lewat sebuah bait dalam puisi ‘Karawang-Bekasi’, berpesan: “Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian.”***

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More