 |
Sumber gambar: Tribun.com |
Jakarta kembali diguncang Bom. Kali ini di Jalan MH Thamrin, kawasan Sarinah, Jakarta Pusat. Selubung awan duka merundung Ibu Kota pada Kamis, 14 Januari 2016. Dan seingat Saya, sudah beberapa kali peristiwa yang sama terjadi di pusat pemerintahan Indonesia itu.
Tahun 2003 bom meledak di kawasan Mega Kuningan dan menghancurkan hotel JW Marriott. Tahun 2004, bom meledak lagi di depan Kedubes Australia, kawasan Kuningan Jakarta. Selanjutnya di tahun 2009, bom kembali meledak di hotel mewah Ritz-Carlton dan JW Marriott, yang berakibat batalnya juara Liga Inggris, Manchester United (MU) bertandang ke Gelora Bung Karno.
Tujuan teror semacam ini tentu untuk menghadirkan ketakutan, kepanikan dan kecemasan pada warga masyarakat. Walau sebagian penduduk Jakarta kemudian bereaksi dengan mengucap: “Kami tidak takut teror”, tapi seorang pakar psokologi yang Saya tonton tadi pagi di sebuah TV berita (swasta) nasional mengatakan: “Tujuan teror berhasil…!!!”.
Baiklah, pada kesempatan ini Saya tidak membahas tentang dampak sosial, politik, ekonomi dan global dari Bom Sarinah ini. Biarlah para ahli yang menjelaskannya. Dan detail tentangnya bisa kita simak di berbagai sajian pemberitaan media.
Saya hanya membahas hal yang sederhana, tapi masih ada hubungannya dengan bom meledak, yaitu tentang perubahan pola. Oh iya, apa yang terjadi pada Anda saat sedang terlibat pembicaraan, lalu tiba-tiba mendengar bom meledak atau petir menggelegar? Tentu akan keget dan percakapan terhenti saat itu juga. Namun, setelah rasa kaget hilang, apa yang terjadi dengan percakapan Anda sebelumnya? Ya, topik pembicaraan benar-benar terlupakan.
Terkait hilangnya topik pembicaraan tersebut, Bong Chandra dalam bukunya yang berjudul ‘The Science of Luck’ berujar: “Kenapa tiba-tiba kita lupa topik yang sedang kita bicarakan sebelumnya? Itu terjadi karena pola kita telah dirusak oleh sesuatu yang ekstrem…”. Dan sesuatu yang ekstrem itu adalah petir dan bom.
Nah, apa yang dimaksud dengan ‘Pola’? Sebelum kita menjawabnya, Saya akan bercerita sedikit tentang tokoh Patrick dalam film kartun Sponge Bob Square Pants. Si Bintang laut yang juga sahabat Sponge Bob ini adalah anak yang pemalas. Rutinitas hariannya tidak patut untuk di contoh. Ia bangun di pagi hari setelah jam wekernya berdering berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama. Usai terbangun dan menghancurkan jam wekernya, ia lalu menuju kulkas. Hanya sedikit makanan kaleng pada kulkas yang terdapat sarang laba-laba di dalamnya. Di dapurnya, sisa makanan berserakan di mana-mana.
Sudah itu ia ke kamar mandi. Lalu membersihkan diri dengan cara yang agak menjijikkan. Sekedar info, selain pemalas, Si Patrick ini adalah sahabat sponge bob yang konyol, lucu sekaligus menjengkelkan. Usai menyelesaikan rutinitasnya di dalam rumah, ia lalu melanjutkan kekonyolannya ke luar rumah, dalam keseharian di Bikini Buttom. Tiap hari begitu modelnya.
Rutinitas atau kebiasaan buruk Patrick ini, adalah Pola. Semakin Si Bintang Laut ini mengalir mengikuti pola-nya, maka semakin sulit ia keluar dari pola tersebut. Dan setiap orang tentu memiliki pola. Baik itu pola yang baik, atau pola yang buruk. Pola yang baik harus dipertahankan. Tetapi pola buruk, tentu harus di ubah. Sebab hal buruk dapat merugikan kehidupan seseorang dalam segala hal.
Bayangkan saja, manajemen waktu yang buruk, kebiasaan menunda, selalu menyalahkan orang lain, sulit berkonsentrasi, pesimisme berlebihan, stress yang berkepanjangan dan lain sebagainya, semua ini adalah pola buruk. Tentu ini sekaligus berdampak buruk pada karir dan kehidupan seseorang.
Pertanyaannya adalah, bagaimana cara mengubah pola buruk? Salah satu jawabannya adalah dengan melakukan suatu hal yang ekstrem. Mendengar bom meledak atau suara petir yang menggelegar adalah analoginya. Sebagaimana telah disinggung pada paragraph di atas, orang-orang yang sedang asyik bercakap, lalu tiba-tiba kaget mendengar suara bom meletus atau petir menggelegar, akan terlupa dengan topik pembicaraan sebelumnya, ketika rasa kagetnya hilang.
Begini penjelasannya. Kata Bong Candra, kebiasaan buruk bisa diubah secara ilmiah. Menurut Developer-Author-Motivator ini, yang harus dilakukan adalah: Pertama, merusak pola (buruk) tersebut dengan melakukan hal lain yang tidak berhubungan (melakukan hal ekstrim positif yang tidak berhubungan). “Contohnya: seseorang yang sedang dalam keadaan marah, akan mendadak tenang hatinya setelah ia mandi dengan air yang sangat dingin”. Jelas Chandra. Inilah yang dimaksud dengan analogi mendengar bom meletus atau petir menggelegar.
Kedua, Lakukan dengan cepat. Hal kedua yang perlu diperhatikan dalam merusak pola adalah kecepatan. Kecepatan akan membuat kesempatan untuk berpikir semakin sempit. Jika kita sedang terjebak dalam pola (mood) yang buruk, segera lakukan lari pagi untuk merusak pola itu. Sebab sesuatu yang dilakukan dengan cepat akan membuat otak sulit berkonsentrasi pada pola yang lama, dan inilah kesempatan terbaik untuk memasukkan pola baru yang lebih positif.
Ketiga, Ganti Suasana. Salah satu klub sepak bola terbesar di dunia mengajak para pemainnya untuk bersenang-senang satu hari sebelum pertandingan final. Hal ini dipercaya dapat merusak pola ketegangan yang dihadapi para pemainnya saat menjelang pertandingan final. Ternyata strategi ini terbukti efektif, para pemain bermain dengan lepas tanpa tekanan dan berhasil meraih kemenangan.
Suasana memegang andil penting dalam membentuk sebuah pola. Sama halnya yang terjadi di kota besar seperti Jakarta. Banyak penduduk ibu kota memiliki tingkat stress yang sangt tinggi, disebabkan polusi, macet dan banjir. Dalam keadaan stress, tentu akan sulit menemukan ide. Maka warga Jakarta sering memanfaatkan waktu liburnya untuk mertamasya ke luar kota, mencari suasana baru. Cara ini dinilai sangat efektif dalam menghadirkan ide-ide yang kreatif.
Keempat, Mengubah Gerakan. Hal terakhir yang dapat mengubah pola adalah gerakan. Gerakan pada saat orang tertidur merangsang otak untuk bermalas-malasan. Lain halnya jika seseorang berdiri, berjalan, berlari atau melompat. Otak akan merespon informasi melalui gerakan tubuh. Jadi, jika ingin merubah pola lama (malas), ubahlah gerakan tubuh. “Ingat, keberuntungan akan berpihak kepada orang yang rajin, kerajinan kita dibentuk dari mood, dan mood kita dibentuk oleh gerakan”. Pungkas Chandra.
OK, sudah tahu khan cara merubah pola? Baiklah kita kembali lagi ke Bom Sarinah yang Saya tulis di paragraph paling awal. Ternyata suara bom tidak saja membuat orang benar-benar lupa pada topik pembicaraan sebelumnya. Bahkan membuat orang nyaris lupa pada peristiwa sejarah. Setidaknya itu yang terjadi dengan Saya.
Akibat pemberitaan media yang begitu massif tentang tragedi bom sarinah, sebagai orang yang pernah ikut aktif dalam dunia gerakan mahasiswa, Saya hampir saja lupa bahwa tanggal 15 Januari ada peristiwa penting dalam sejarah gerakan Mahasiswa di tanah air. Para aktivis menyebutnya dengan MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari), yang terjadi pada tahun 1974.
Aksi ribuan Mahasiswa di Jakarta yang menyebar ke beberapa daerah, dilakukan untuk memprotes hegemoni intervensi asing di Indonesia. Demonstrasi besar-besaran ini berujung bentrok. Dan peristiwa ini sekaligus menjadi tonggak awal represi Orde Baru hingga 32 tahun lamanya.
Itulah hebatnya Bom. Bisa membuat orang lupa. Saran saya, gunakanlah analogi bom ini untuk merubah pola kebisaan buruk menjadi kebisaan baru yang positif. Dan mulailah melakukannya, sebab kita tidak akan pernah menjadi sesuatu sebelum memulai.