Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

Senin, 04 Januari 2016

Antrian Tiket Baubau-Kendari & Hukum Pikiran

Sumber gambar: kolom.abatasa.co.id
            Kemarin (3 Januari 2016) pagi, Saya diberi tugas untuk membeli tiket kapal cepat Baubau-Kendari. Maka pergilah Aku ke sebuah loket penjualan tiket dekat pelabuhan Murhum. Dan sesuai prediksiku, calon penumpang sedang padat-padatnya di tempat itu. Maklum, hari itu adalah hari terakhir dari liburan panjang akhir tahun. Keesokan harinya mereka harus kembali ke tempat rutinitas mereka sehari-hari, baik sebagai mahasiswa, karyawan atau aktivitas lainnya. Karenanya Sayapun tidak kaget ketika dari kejauhan kusaksikan mereka sedikit berdesakan, saling dorong, berebut mendapatkan tiket. 
          Saat itu, Saya berdiri di belakang kerumunan. Mencoba mengantri. Calon penumpang yang datang kemudian juga berdiri setelahku. Tampaknya mereka juga mencoba untuk mengantri. Beberapa saat, usaha itu (antri) berjalan dengan baik. Tapi niat baik itu tiba-tiba dirusak oleh beberapa orang. Mereka baru saja datang, tapi langsung nyerobot ke depan loket. Seketika para calon penumpang seperti tak lagi mempedulikan antrian. Antrin jadi kacau. 
          Bagaimana dengan diriku? Saya keluar dari kumpulan. Kembali lagi ke belakang. Coba lagi mengantri. Tak mengapa, sebab saat itu baru pukul 08.00-an, kapal baru akan berangkat sekitar 13.00 Wita. Selain itu, Saya tak suka berdesak-desakan. Pada saat yang sama mencoba berprasangka baik, mereka yang nyelonong itu bisa jadi kesehariannya adalah orang-orang yang suka ngantri. Tapi hari itu, mereka melakukan yang sebaliknya, mungkin ada alasan yang sangat penting dan mendesak, sehingga nyelonong begitu saja. 
           Oh iya, lantas apa kaitan antara antri kacau dengan hukum pikiran? Baiklah, sebelum pertanyaan ini terjawab, Saya ingin menyelesaikan dulu cerita tentang antrian ini. Biar tuntas. Lanjut lagi ya. Untuk beberapa saat, Saya masih berdiri di belakang kerumunan yang berdesakan itu. Tetap mengantri seperti biasa. Dan ternyata (entah bagaimana caranya) tanpa perlu menunggu lama, Saya sudah berada nyaris berhadapan langsung dengan petugas penjual tiket. Di depanku tinggal seorang Ibu yang sedang membayar tiket. 
         Saat itu, tepat di sampingku, ada seorang Bapak muda yang juga sedari tadi antri bersamaku. Sebenarnya, jika mau, Ia bisa saja menyalipku dan langsung mendapatkan tiket setelah si Ibu. Tapi itu tidak dilakukannya. Mungkin beliau sedari tadi memperhatikan usahaku untuk antri. Yang dilakukannya justru mempersilahkanku untuk membeli tiket lebih dulu, sambil berusaha menahan desakan dan dorongan dari arah belakang. Alhamdulillah kami mendapatkan tiket secara bersamaan. “Terima kasih Pak”, ingin kuucapkan kalimat ini padanya. Tapi terlambat alias tak sempat lagi, Ia sudah jauh beranjak pergi. 
            Rupanya pagi itu ada orang-orang yang sengaja memuluskan jalanku agar segera mendapatkan tiket. Usaha antriku ternyata berbuah manis. Saya jadi ingat dengan kisah yang pernah diceritakan oleh Ary Ginanjar Agustian, Sang penulis ‘ESQ Power’. Di sebuah bandara terkenal, seorang pengusaha bersiap terbang ke luar negeri. Aktivitas bisnis penting akan dilakoninya di negeri tetangga. Jika ia tak berangkat dengan penerbangan hari itu, maka kerugian besar akan dialaminya. Sayang sungguh sayang, penerbangan hari itu harus ditunda sampai keesokan harinya. 
            Seketika puluhan penumpang yang sedari tadi menunggu tak bisa menahan kekecewaannya. Mereka protes dan marah sejadinya. Sesuatu yang manusiawi menurut Saya. Sebab ada janji yang tak ditepati, pertemuan yang tertunda, akan ada kerugian bisnis yang besar, dan lain sebagainya. Maka wajar jika mereka bereaksi seperti itu. 
           Tapi reaksi seperti diatas tak dilakukan oleh Bapak yang diceritakan ini. Beliau memang kecewa, tapi segera bisa mengendalikan diri. Tak marah, apalagi protes. Ia begitu tenang. Tapi tanpa sepengetahuan Bapak itu, pihak manajemen penerbangan rupanya memperhatikannya. Sebuah pengendalian diri yang akhirnya berbuah manis untuk Si Bapak. 
          Beberapa jam kemudian akan ada penerbangan pesawat cargo dengan tujuan yang sama dengan Sang Bapak. Sebuah kursi kosong (satu-satunya) di pesawat itu, tepat samping pilot, ditawarkan oleh pihak manajemen untuknya jika ia tak keberatan. Tentu saja beliau menerimanya. Lalu dengan penerbangan itu ia selamat sampai tujuan, dan aktivitas bisnisnya berjalan sesuai rencana. Dari kisah ini, Saya juga teringat pesan seorang motivator: “Berbuatlah yang positif, sekecil dan sesederhana apapun itu, sebab ia akan berbuah manis untukmu”. Sebuah pesan moral yang super. 
         OK, baiklah. Kita kembali ke pertanyaan di atas: “lantas apa kaitan antara antri kacau dengan kekuatan pikiran?” Dalam keseharian, kadang kita dihadapkan pada hal-hal yang tidak menyenangkan. Kasus antrian tiket diatas misalnya. Atau berbagai hal lainnya. Hasil dari respon kita kadang juga destruktif. Membahayakan diri sendiri dan orang lain. 
        Solusi yang dilakukan agar perilaku destruktif tidak terjadi adalah segera selesaikan sumber masalahnya. Dalam kasus antrian diatas, menegur (dengan baik) si penyelonong agar tak merusak antrian. Tapi jika hal ini tak bisa dilakukan dengan pertimbangan bahwa jika orang yang ditegur malah berespon negatif, maka yang bisa dilakukan selanjutnya adalah merubah cara pandang kita terhadap masalah tersebut. Berprasangka baik misalnya. 
         “Manusia adalah subyek atas pikiran dan perilakunya sendiri”. Kata Efvy Zamidra Zam, dalam bukunya yang berjudul ‘Hipnotis untuk Kehidupan Sehari-hari’. “Oleh karena itu,” Lanjut Efvy, “semua yang kita pikirkan dan lakukan haruslah berasal dari keputusannya sendiri”. 
           Ada beberapa “hukum” pikiran yang dikemukakan oleh Efvy: Pertama, Tidak ada orang yang bisa melukai perasaan Anda, selain Anda sendiri yang membuka pikiran untuk hal tersebut. Kedua, Tidak ada orang yang bisa membuat diri Anda bahagia karena bahagia adalah keputusan Anda sendiri dan bukan tergantung pada orang lain. Dan ketiga, Tidak ada orang yang menjadi sebab atas segala kesalahan perbuatan kita, karena kita sendirilah yang bertanggung jawab atas segala tindakan.
            DR. Anshar Akil, seorang trainer dan penulis buku pernah berkata: “Apa yang kita pikirkan saat ini, pada saat yang sama akan berpengaruh pada tubuh kita”. Artinya, jika pikiran kita disibukkan dengan kegalauan, kekecewaan atau respon (psikologis) negatif lainnya, maka akan membuat tubuh menjadi tidak sehat. Daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi berkurang. 
          So, saran Saya, jika dihadapkan pada sesuatu yang kadang tidak menyenangkan, selesaikanlah secara konstruktif, dan hadirkan (saja) dalam pikiran kita pengalaman-pengalaman bahagia dan menyenangkan yang pernah dilami. Maka hasilnya kita akan merasa nyaman dan tubuh menjadi sehat. Dan tetaplah setia dengan sikap dan perilaku positif, sebab akan indah pada akhirnya.

1 komentar:

Bingung Cari Agen Slot Terlengkap Dan Terpercaya ?

Yuk Daftar Dan Bermain Di Bolavita .site

Daftar Akun Anda dan Menang jackpot Hingga Ratusan Juta.

Dapatkan Bonus New Member 10% / Cashback Hingga 10%.
.
• Slots Games
• Ding Dong
• Tembak Ikan
• Bingo

NB : Bisa dimainkan di perangkat smartphone Android / iOS

Hubungi Kontak CS BOLAVITA Di Sini (24 jam Online):
.
• BBM: BOLAVITA
• WeChat: BOLAVITA
• WA: +62812-2222-995
• Line : cs_bolavita

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More