 |
Gambar Ahasveros. Sumber: Wikipedia |
Tiba-tiba keinginan membaca bait-bait puisi muncul malam itu. Pikiranku menuntun untuk mencari buku kumpulan puisi Khairil Anwar dalam deretan koleksi buku. Dapat! Judulnya adalah ‘Aku ini Binatang Jalang’, yang diterbitkan oleh Gramedia. Judul yang aneh memang. Tapi akhirnya ku mengerti, mengapa sampai penerbit memutuskan untuk menggunakan bait ini sebagai judul.
Bait ‘Aku ini Binatang Jalang’ berasal dari puisi yang berjudul ‘AKU’. Ditulis oleh Chairil Anwar pada bulan Maret 1943, saat Jepang sedang berkuasa di Indonesia. Ada pendapat yang menafsirkan bahwa kalimat tersebut menggambarkan watak Chairil yang keras dan teguh pada pendirian, dan ini menjadi penanda yang membedakan dirinya dengan orang lain. Maka tepatlah pihak penerbit menjadikan bait tersebut sebagai judul. Buku ini adalah “penanda” seorang Chairil.
Sesungguhnya bukan saja puisi ‘AKU’ yang membuatku tertarik malam itu. Tapi juga sebuah puisi yang ditulisnya sebulan sebelum ‘AKU’. Ditulis Chairil pada bulan Februari 1943. Judulnya adalah ‘Tak Sepadan’. Ada sosok Ahasveros disebut dalam sebuah baitnya. Nah, sosok inilah yang membuatku semakin tertarik pada puisi ini. Siapakah Ahasveros? Ada yang bilang orang ini adalah Raja Romawi, tetapi ada juga yang menyebut bahwa tokoh ini adalah Raja Persia yang hidup sekitar tahun 400 Sebelum Masehi. Well, terlepas dia orang Romawi atau Persia, Dalam puisi ‘Tak Sepadan’ ini, Chairil menyamakan dirinya dengan Ahasveros.
Ada apa sebenarnya dengan puisi ‘Tak Sepadan’? Jika kita membaca puisi ini, maka dengan jelas kita bisa menyimpulkan bahwa ini adalah puisi Patah Hati. Ya, Chairil sedang patah hati. Ia sedang kecewa, karena kekasihnya akan menikah dan hidup bahagia. Kekasih yang begitu istimewa baginya, dan sangat dicintainya. Chairil menyamakan dirinya dengan Ahasveros seorang yang dikutuk oleh Eros, Dewa Cinta (Cupid Angel) yang selalu membawa busur dan panah dalam mitologi Yunani. Oh Iya, dalam puisi ini juga, Chairil menyebut nama Eros.
Bisa dibayangkan apa jadinya kalo Ahasveros dikutuk oleh Dewa Cinta. Itu berarti tidak akan mendapatkan kebahagiaan dalam Cinta atau mungkin tidak akan ada Cinta yang mendekat. Mirip seperti kata Pat Kay, siluman babi dalam serial Kera Sakti: “Beginilah Cinta, Deritanya Tiada Pernah Berakhir”. Inilah yang dirasakan oleh Chairil. Seolah Ia takkan lagi beroleh kebahagiaan dengan yang lain.
Berbicara tentang Patah Hati, rasanya saya ingin memberi saran alias masukan pada orang-orang yang mengalaminya. Kita tidak sedang berada dalam kehidupan Dewa dan Dewi, dimana takdir cinta atau bahkan kekuatan mental kita ditentukan oleh “ridho” atau kutukan mereka. Kita juga tidak sedang menjadi bagian dalam sejarah cinta Ti Pat Kay, di dunia siluman. Walau Cinta adalah cerita yang menarik bahkan di alam khayalan, tetapi siapapun harus sadar bahwa kita sedang berada di dunia nyata sekarang. Dunia dimana kita bebas menentukan pilihan sebagai orang yang bahagia atau tidak. Mario Teguh pernah berujar, “Hidup itu pilihan, maka mari kita memilih untuk bahagia”.
Ahasveros dan patah hati. Juga ada Romeo, Qais dan patah hati. Begitu juga legenda patah hati lainnya. Kadang orang mengidentikkan kisah-kisah tersebut dengan ungkapan Romantis. Maka disebutlah kisah Romeo dan Juliet sebagai salah satu kisah romantis sepanjang sejarah. Begitu juga percintaan Layla Majnun. Tapi wow, benarkah itu? Bagi saya, ini adalah kisah tentang orang-orang yang tidak sehat jiwanya.
Tapi tunggu, Saya tidak sedang menyalahkan cinta. Bukan cintanya yang salah. "Kita menderita, bukan karena kita mencintai. Dan mungkin juga bukan karena cinta itu sendiri". Jelas Anis Matta dalam Serial Cinta. "Tapi karena kita meletakkan kebahagiaan kita pada cinta yang diterjemahkan sebagai kebersamaan". Dalam Cinta, Lanjut Anis, Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. "Kita mencintai seseorang lalu kita menggantungkan kebahagiaan kita pada sebuah kehidupan bersamanya. Maka ketika ia menolak, -atau tak beroleh kesempatan-, untuk hidup bersama kita, itu menjadi sumber kesengsaraan". Seolah-olah kalau tidak dengan si dia, dunia ini tidak ada artinya lagi.
Sekali lagi, kisah diatas adalah kisah orang-orang yang tidak sehat jiwanya. Cerita orang-orang yang tidak mampu menanggulangi stressnya. Catatan tentang orang-orang yang kalah dalam kehidupannya. Sebab orang-orang yang sehat jiwanya adalah mereka yang mampu bersikap positif terhadap diri sendiri, Mampu tumbuh, berkembang dan mencapai aktualisasi diri dan Mampu mengatasi stress dan perubahan pada dirinya. Rosdahl mendefinisikan kesehatan jiwa sebagai kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius.
Namun tentu saja, cinta bukan hanya sekedar persoalan hubungan dengan lawan jenis alias hubungan pria dan wanita. Tapi ia juga bisa berupa cinta pada harta dan jabatan. Termasuk cinta untuk duduk di kursi legislatif 2014-2019. Tapi apapun keinginannya, kalau sudah berbicara cinta, maka efek yang selalu hadir adalah kecewa, stress, putus asa, patah hati atau sebaliknya akan gembira. Seperti sinetron atau drama. Karena ekspresi seperti ini juga ada dalam politik, maka perhelatan untuk memperebutkan kursi legislatif atau eksekutif sering disebut juga sebagai drama politik.
Saya sering ditanya oleh beberapa wartawan, “Apakah RSUD Kota Baubau juga siap menangani caleg Stress karena gagal dalam Pilcaleg? Ku jawab “Ya”. Pertanyaan ini sekaligus gambaran bahwa kemungkinan dalam pertarungan pilcaleg nanti akan muncul orang-orang yang stress. Lebih spesifik adalah orang yang akhirnya menjadi “gila” karena gagal memenej stressnya. Hal yang akan muncul pada orang-orang yang tidak sehat jiwanya.
So, saran saya bagi setiap Caleg yang akan bertarung pada PEMILU dibulan April 2014 nanti, jadilah orang yang sehat jiwanya. Kriteria orang yang sehat jiwanya menurut Yahoda; Sikap positif terhadap diri sendiri, Tumbuh kembang dan aktualisasi diri, integrasi (keseimbangan/keutuhan), otonomi, persepsi realitas, dan Environmental mastery (kecakapan dalam adaptasi dengan lingkungan).
Dr. 'Aidh al-Qarni dalam bukunya La Tahzan, berujar: "Kebahagiaan seseorang akan semakin bertambah, berkembang, dan mengakar adalah manakala ia mampu mengabaikan semua hal sepele yang tak berguna. Karena, orang yang berambisi tinggi adalah yang lebih memilih akhirat". Syahdan, seorang ulama memberi wasiat kepada saudaranya demikian, "Bawalah ambisimu itu ke satu arah saja, yakni bertemu dengan Allah, bahagia di akhirat, dan damai di sisi-Nya".