Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 18 Desember 2013

Dibalik Operasi Plastik Orang Korea

           Ada yang kenal sama Angelina Jolie? Saya yakin pasti banyak yang sudah kenal. Wanita ini adalah Aktris Hollywood yang telah memerankan banyak film-film Box Office, diantaranya adalah Tomb Rider dan Salt. Ia dilahirkan di Los Angeles, California pada 4 Juni 1975. Wanita yang memulai karirnya di era 1980-an ini adalah putri dari Jon Voight yang juga adalah aktor terkenal Hollywood. Pada tahun 2005 yang lalu ia menikah dengan Brad Pitt, dan dikaruniai anak, Shiloh Nouvel Jolie-Pitt, yang lahir pada 27 Mei 2006. 
       Ada apa dengan Angelina Jolie? Beberapa waktu yang lalu, sebuah survei dilakukan oleh escentual.com untuk mengetahui cara pandang Pria dan Wanita tentang kecantikan. Mereka meminta responden laki-laki dan perempuan menciptakan wajah perempuan cantik seperti yang mereka inginkan. Mereka bisa "membuat wajah" ini dengan menggunakan bagian wajah dari selebriti perempuan cantik di seluruh dunia, mulai warna rambut, mata, alis, hidung, bibir, dan lainnya
         Bagaimana hasilnya dan apa kaitannya dengan Jolie? Juru bicara escentual.com, sebagaimana dilansir oleh Kompas.com mengungkapkan fakta menarik dimana tulang pipi dan bibir Angelina Jolie menjadi favorit banyak pria, sedangkan perempuan lebih banyak menyukai alis tebal Cara Delevigne. Akan tetapi secara umum, bagi pria, perempuan cantik adalah perempuan dengan rambut pirang, bibir penuh, tulang pipi kuat, hidung yang kecil, dahi kecil, dan alis mata yang halus. Sementara itu, perempuan menilai kecantikan lewat rambut yang hitam, hidung dan dahi besar, alis kuat, serta struktur tulang yang tajam. 
     "Tampaknya laki-laki masih berpendapat bahwa perempuan berambut pirang, panjang, dan bergelombang tampak lebih menyenangkan dan seksi. Sementara perempuan merasa warna rambut hitam itu lebih eksotis," ungkap juru bicara dari escentual.com.
      Pernahkah anda berpikir untuk memiliki wajah seperti Angelina Jolie? Mungkin ini adalah pertanyaan yang aneh dan lucu. Tapi memiliki wajah yang disenangi oleh banyak orang adalah sesuatu yang membanggakan bagi orang Korea. Ternyata, di negeri ginseng, penampilan sempurna dari para seleb yang sering muncul di TV menjadi faktor penyebab banyaknya orang Korea yang melakukan operasi plastik.
         “Banyak artis Korea (dan artis lainnya) melakukan operasi plastik. Saat kami menonton mereka di TV, tertanam dalam benak kami bahwa bentuk atau konsep cantik dan tampan itu seperti apa yang ditampilkan oleh para seleb. Dan tidak sedikit juga orang Korea yang kemudian ingin menjadi, terobsesi, seperti mereka (artis). Itulah sebabnya kenapa pada akhirnya kami berpikir kalau kami jelek lantas melakukan operasi plastik agar bisa seperti mereka (seleb),” jelas Kyung Hwa, seorang warga korea yang bekerja di Indonesia saat diwawancarai oleh FIMELA.com.
           Dengan dalih tidak percaya diri, orang rela merogoh kocek dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan operasi plastik. Demi memperoleh bentuk mata, hidung, rahang, dan kelopak mata yang sempurna dan membuat penampilan semakin indah, menjalani beberapa kali operasi seolah tidak menjadi masalah buat mereka. “Kebanyakan artis Korea melakukan operasi plastik agar mereka terlihat bagus di hadapan masyarakat, bukan cuma perempuan tapi laki-laki juga,” Haemun (Mahasiswa S-2 Universitas Indonesia asal Korea) menambahkan. 
         Tidak percaya diri yang kemuadian berujung pada operasi plastik sesungguhnya adalah masalah psikologis, yang biasa disebut gangguan konsep diri, atau lebih spesifik lagi adalah gangguan body image. Body image merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak, menyangkut persepsi sekarang dan masa lalu. Persepsi seseorang terhadap bagaimana seharusnya ia bersikap yang dilandaskan pada target yang hendak dicapai, keinginan keberhasilan, dan penilaian (Capernito, 2000). Body image merupakan sikap individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fugsinya. Perasaan mengenai citra diri meliputi hal-hal yang terkait dengan seksualitas, feminitas dan maskulinitas, keremajaan, kesehatan dan kekuatan (Aziz, 2006). Body image merupakan bagian dari citra diri, yang memiliki pengaruh terhadap bagaimana seseorang melihat dirinya. 
         Dalam situs id.shvoong.com, selain usia dan jenis kelamin, ada 3 (tiga) hal yang mempengaruhi body image; Pertama, Media Massa. Media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Isi tayangan media sering menggambarkan bahwa standart kecantikan perempuan adalah Tubuh yang kurus dalam hal ini berarti dengan level kekurusan yang dimiliki, kebanyakan perempuan percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang sehat. Media juga menggambarkan gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan memiliki tubuh yang berotot.
          Kedua adalah Keluarga. menurut teori social learning, orang tua merupakan model yang paling penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran tubuh anak anaknya melalui modeling, feedback dan instruksi. Para ahli menyatakan bahwa gambaran tubuh melibatkan bagaimana orangtua menerima keadaan bayinya baik terhadap jenis kelamin bayinya dan bagaimana wajah bayinya kelak. Komentar yang dibuat orang tua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam gambaran tubuh anak- anak. Orang tua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan kepada anak bahwa menghawatirkan berat badan adalah sesuatu yang normal. 
      Dan ketiga adalah hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dangugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Para ahli menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh. Menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi tentang bagaimana orang lain memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik. Pikiran dan perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi orang lain. 
           Apa yang sedang terjadi di Korea saat ini (trend operasi plastik) menunjukkan bahwa sebagian warga negeri Ginseng itu sedang mengalami apa yang disebut dengan Gangguan body image atau body image negatif . Seseorang yang mengalami gangguan body image tidak percaya diri dengan keadaan dirinya sendiri, sehingga banyak diantara mereka yang berusaha untuk membuat bagaimana agar mereka terlihat menarik didepan orang lain terutama jika dihadapan lawan jenis mereka. Mereka ini sangat mudah mengalami stress, bahkan sampai bunuh diri. Mungkin bisa kita bayangkan apa jadinya jika ada orang korea yang mengalami gangguan body imaje seperti ini tapi tidak punya uang untuk melakukan operasi plastik. 
       Mudah-mudahan kita semua tidak membebek pada hal negatif semacam ini. Dalam situs Parenting Indonesia, dijelaskan beberapa hal yang mesti orang tua lakukan agar anak tidak memiliki body image yang negatif; Pertama, Beri contoh penerimaan diri yang positif (bersyukur terhadap apa yang dimiliki). Hentikan mengeluh tentang lingkar pinggang Anda di depan anak. Kedua, Tangkal komentar negatif anak tentang diri sendiri. NeKetiga, Ajari anak kritis terhadap apapun yang dilihat atau didengarnya, terutama dalam menyikapi pengaruh iklan atau media yang mengutamakan kecantikan.
tralisir komentar anak dengan menunjukkan sisi positif yang ia miliki.
         Keempat, Tidak menjadikan kondisi fisik sebagai bahan ejekan. Hindari mengolok anak dengan julukan tembem atau chubby. Kelima, Beri pujian pada hasil karyanya, bukan melulu penampilan fisiknya. Keenam, Hindari membicarakan keburukan anak dengan orang lain di depan anak. Ketujuh, Kembangkan bakat anak secara berimbang di bidang fisik maupun non fisik. Kedelapan, Habiskan waktu bersama anak secara rutin. Ini yang terpenting! Dengan adanya waktu bersama Anda, anak merasa diperhatikan dan diterima secara positif.

Selasa, 17 Desember 2013

Howard Gardner & Manusia Abad 21

          Chowduri dalam bukunya yang berjudul Organisasi Abad 21, menyebutkan bahwa manusia yang hidup dalam abad 21 mudah merasa jenuh dengan sesuatu, karenanya inovasi menjadi kebutuhan dasar (basic needs) yang diapresiasi banyak kalangan, baik perusahaan, dunia pendidikan, seni budaya bahkan hingga pola-pola pemerintahan. Apabila inovasi tidak dilakukan maka tidak ada perubahan. Padahal, konsekuensi mereka yang stagnan akan ditinggalkan zaman yang cepat berubah ini.
          Dalam buku yang berjudul Mind Set!, John Naisbitt, sebagaimana di kutip oleh Rijalul Imam dalam Quantum Leadership of King Sulaiman, secara khusus mengapresiasi semaraknya kata ‘Change’ (perubahan) diberbagai belahan dunia, sehingga trend ‘perubahan’ menjadi trend yang menggejala diberbagai segi kehidupan manusia. Seakan-akan apabila kita tidak berubah maka perubahan akan menghempas kita ke pinggiran sejarah. Beberapa decade lalu terdapat adagium, ‘segalanya telah berubah, kecuali perubahan itu sendiri’. Sekarang adagium itu telah berkembang menjadi, ‘segalanya telah berubah, bahkan perubahan pun terus berubah.
        Menurut Rijalul Imam, abad 21 adalah tantangan imajiner yang penuh dengan teka-teki nyata, tak terkecuali bagi bangsa Indonesia. Dikatakan tantangan imajiner, karena memuat berbagai tantangan yang tak terduga sehingga menuntut imajinasi untuk meraba dan menebak apa yang akan terjadi di masa depan. Namun teka-teki itu juga bukan hal yang ilusi melainkan realitas nyata yang mau tidak mau harus dihadapi.
          Dan, masa depan itu kini adalah kenyataan hari ini. “Jarum jam terus berderak dan berdentang”, kata Yodhia Antariksa, “Dan dalam laju perjalanan sejarah itu, kita semua diminta untuk bisa terus tumbuh dan berkembang. Tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang matang nan unggul. Berkembang menjadi manusia - manusia yang mulia nan bermartabat”. Tegas pakar manajemen ini.
         Eko Laksono dalam bukunya yang berjudul Imperium III, seolah menjawab statement Yodhi Antariksa tersebut. Menghadirkan manusia yang matang nan unggul atau yang oleh Eko laksono di sebut dengan ‘manusia-manusia super’, adalah suatu proyek yang sedang diburu oleh para ilmuwan dunia. Dalam perkembangannya, para ilmuwanpun telah ‘bermimpi’ akan bisa memetakan gen-gen unggul manusia. Misalnya, gen khusus yang membuat kecerdasan yang genius, keunggulan fisik para atlet ternama bahkan mungkin gen yang membentuk karisma seorang pemimpin besar, bahkan mengkombinasikannya dengan gen-gen unggul lain. Ini yang disebut dengan rekayasa genetika. 
        Yang menarik menurut Saya adalah apa yang dilakukan oleh Howard Gardner, Sang ‘penemu’ Multiple Intelligences (teori kecerdasan majemuk). Beliau memiliki pandangan sendiri mengenai kulifikasi manusia masa depan. Tapi tentu saja dari sudut pandang psikologi. Melalui penelitian yang intensif, Gardner memperkenalkan Five Minds for The Future. Lima jenis pola pikir yang memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah masa depan. Pola pikir yang harus ditanam dalam rung kognisi manusia.
       Yodhia Antariksa dalam ‘Blog Strategi + Manajemen’nya menuliskan lima pola pikir itu secara sederhana kepada kita: Pola pikir yang pertama adalah disciplined mind (pikiran terdisiplin) atau suatu perilaku kognisi yang mencirikan disiplin ilmu, ketrampilan, atau profesi tertentu. Seorang praktisi yang menekuni dunia bisnis dan manajemen misalnya, setidaknya mesti menguasai ilmu dan ketrampilan yang solid dalam bidang tersebut. Demikian pula, semua profesional lainnya – entah arsitek, ahli komputer, perancang grafis – harus menguasai jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan kunci yang membuat mereka layak menjadi bagian dari profesi mereka masing-masing. Esensi dari pola pikir yang pertama ini adalah : untuk benar-benar menjadi manusia yang profesional, kita mestinya menguasai secara tuntas, komprehensif, mendalam dan terdisiplin satu bidang pengetahuan/ketrampilan tertentu.
           Pola pikir yang kedua adalah : synthesizing mind (pikiran mensintesa). Atau juga pola untuk mencerap informasi dari beragam sumber, memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi satu pengetahuan baru yang powerful. Kecakapan dalam melakukan sintesa ini tampaknya menjadi kian penting terutama ketika banjir informasi kian deras mengalir melalui beragam media : televisi, media cetak, dan dunia online. Dan sialnya, bongkahan informasi yang deras mengalir itu acap dipenuhi dengan informasi sampah (junk information). Tanpa kecapakan memilah dan mensintesakan beragam informasi itu, percayalah, kita bisa tergelincir dan tenggelam dalam lautan informasi.
       Pola pikir yang ketiga adalah creating mind (pikiran mencipta). Pikiran ini menggedor kita untuk senantiasa merekahkan ide-ide baru, membentangkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga, menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang untuk direngkuh dan dimanfaatkan. Pola pikir inilah yang akan membuat kita mampu berpikir secara lateral (out of the box) dan bukan sekedar berpikir linear mengikuti jalur konvensional yang acap hanya akan membuat kita stagnan. Dan pola pikir inilah yang akan menemani kita untuk bergerak maju, progresif, demi terciptanya sejarah hidup yang positif dan bermakna (meaningful life).
        Pola pikir keempat adalah respectful mind (pikiran merespek). Atau sebuah pola pikir untuk menyambut perbedaan pandangan dengan sukacita, dan bukan dengan sikap saling curiga. Sebuah pola pikir yang akan membuat kita terhindar dari anarki akibat pemaksaan kepentingan. Sebuah pola pikir yang senantiasa mengajak kita untuk merayakan keragaman pandangan dan sekaligus menghadirkan empati nan teduh bagi pendapat/pikiran orang lain – meski pendapat itu mungkin berbeda dengan yang kita hadirkan.
           Dan pola pikir yang terakhir atau kelima yang juga amat dibutuhkan adalah ethical mind (pikiran etis). Inilah pola pikir yang terus membujuk kita untuk berikhtiar membangun kemuliaan dan keluhuran dalam kehidupan personal dan profesional kita.
        Kesimpulannya dari tulisan ini adalah siapapun yang ingin ‘merebut’ masa depan haruslah memiliki syarat dan kualifikasinya. Dari sudut pandang psikologi, Howard Gardner telah menunjukkan syarat dan kualifikasi itu kepada kita.

Sabtu, 14 Desember 2013

Budaya Malu, Samurai Jepang & Syara Pata Anguna

          'Malu itu sebagian dari Iman'. Ini potongan Hadits. Kalau ini sudah menjadi perkataan Rasulullah SAW, menurut pendapat saya, hal ini akan memberikan hikmah dan kemaslahatan yang sangat besar dibalik pelaksanaannya. Tapi maaf, dalam tulisan ini saya tidak akan membahas lebih panjang tentang tafsir Hadits ini, tapi sekedar melihat pengaruh kata 'malu' dalam keseharian kita.
           Ada apa dengan Malu? Dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Dinas Tata Kota Baubau, pada 28 November yang lalu, saya sempat bertanya pada Prof. Ananto Yudono, seorang pakar tata kota yang juga pernah menempuh studi di Jepang. "...mengapa Jepang menjadi salah satu negara dengan angka bunuh diri paling tinggi di dunia?" Kata Professor yang juga menjadi dosen di jurusan Arsitektur FT-Unhas ini, bahwa hal tersebut tidaklah 'melulu' berkaitan dengan persoalan stress. Tapi bunuh diri di Jepang berkaitan dengan kehormatan. Ini persoalan nilai dan keyakinan. Mereka lebih baik bunuh diri ketimbang malu karena gagal melakukan atau menggapai sesuatu.
         Dari jawaban Sang Guru besar, saya berkesimpulan bahwa ini terkait dengan budaya malu. Seorang teman peserta seminar berbisik kepada saya; "inilah juga yang mungkin menjawab -walau tidak sampai bunuh diri- seorang perdana menteri Jepang akhirnya mengundurkan diri karena gagal menjalankan roda pemerintahan dengan baik."
         Pertanyaannya adalah mengapa di Jepang penerapan budaya malu yang kadang berujung dengan bunuh diri ini begitu "ketat"? Kalo kita menarik garis sejarah ke masa lalu, khususnya di masa para Samurai, kita akan menemukan salah satu rahasianya. Kalau berbicara tentang Samurai, rasanya bukanlah sesuatu yang asing bagi kita semua, karena lagenda para Samurai sungguh terkenal diseluruh dunia. Pun telah banyak kisah tentang kehebatan para pejuang Jepang ini yang di angkat kelayar lebar. Diantaranya adalah film Seven Samurai yang disutradarai oleh Akira Kurosawa. Film ini dianggap sebagai salah satu film terbaik di dunia, dan mempengaruhi banyak sutradara besar lainnya seperti George Lucas, Sang pembuat Star Wars. 
         Tahun 2003 yang lalu, Hollywood memproduksi Film The Last Samurai, yang dibintangi oleh aktor yang juga terkenal dalam 'Mission Imposible', yaitu Tom Cruise. Film yang kemudian menjadi box office ini di garap berdasarkan sejarah toko samurai terakhir Jepang, Saigo Takamori.
         Eko Laksono dalam bukunya yang berjudul Imperium III menjelaskan bahwa sebelum restorasi Meiji, Jepang dikuasai oleh shogunat, sebuah rezim pemerintahan militer yang dipimpin oleh shogun. Pemerintahannya sendiri dikenal dengan nama Bakufu. Klan Tokugawa telah menjadi klan penguasa Jepang sejak 1603 hingga dimulainya era Meiji pada 1868. Untuk menjaga stabilitas dan menangkal gangguan dari luar, Tokugawa terpaksa melakukan politik isolasi dari luar sejak tahun 1669. Negara-negara barat yang pernah datang ke Jepang (Portugis dan Spanyol) semua diusir keluar, kecuali Belanda. Itupun hanya diperbolehkan berada di Nagasaki. Kedamaian sempat tercipta sepanjang 250 tahun lamanya. 
           Para shogun awalnya tidak sadar, bahwa politik isolasi ini justru membuat Jepang menjadi negara yang 'jalan di tempat'. Informasi dari luar relatif terputus. Sampai tahun 1853, ketika Laksamana Matthew C. Perry memimpin armada Amerika Serikat, dengan 65 moncong meriam di sisi-sisi kapal memasuki perairan Tokyo, Jepang akhirnya tersadar, sesuatu harus dilakukan. Perombakan besar-besaran pun dilakukan. 30 tahun setelah Restorasi Meiji (1868), Jepang sudah mensejajarkan kekuatan ekonomi dan militernya dengan negara-negara termaju di dunia. 
           Yang menarik untuk dipertanyakan dalam sejarah Jepang ini adalah apa yang dilakukan para kesatria berpedang selama 250 tahun berada dalam kedamaian? Masalahnya, tidak banyak peperangan dalam kurun waktu tersebut. Ternyata ada hikmah dan pelajaran penting yang diberikan oleh para Samurai. Kaum Samurai sebagai kelas elit dan menjunjung nilai-nilai moral yang tinggi mempunyai kewajiban untuk menjadi teladan dalam masyarakat. Mereka harus menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak. Seorang Samurai harus menjaga kehormatan status mereka dan menjauhkan diri dari rasa malu. Jadi pada masa ini, ada kanalisasi nilai-nilai moral yang mengagumkan. Dan rupanya berhasil sampai sekarang.
          Selama 250 tahun mereka berhasil melakukan internalisasi nilai-nilai budaya tanpa penetrasi budaya lain dari luar. Kalau ada yang patut disyukuri oleh bangsa jepang di masa isolasinya, maka kanalisasi budaya inilah salah satunya. Luar biasa, kehormatan hadir dari kemampuan mereka menjauhkan diri dari rasa malu.
         Kalau kita menyaksikan Film tentang para Samurai atau para Yakuza, kita akan menemukan bahwa saking menjaga kehormatan mereka, para samurai bahkan rela melakukan seppuku. sebuah ritual bunuh diri daripada mati tidak terhormat karena kalah dalam perang atau tidak mempu mengemban amanah dengan baik.
           Masih dari seminar Tata Kota yang berlangsung di Aula Kantor Walikota tersebut, Dr. Ir. H. Mudjur Muif, menyampaikan gambaran singkat tentang penegakan hukum berdasarkan Syara Pata Anguna. Putra Baubau yang juga konsultan perencana wilayah ini menyebutkan 4 (empat) hal yang akan ditindaki secara hukum Agama dimasa kesultanan; Pulu Mosala (ucapan yang tidak pantas), Mingku Mosala (perbuatan/tindakan yang tidak terhormat/membuat orang lain tersinggung), Lempagi (Pelanggaran Hak/melampaui batas), dan Pebula (pelecehan seksual/perselingkuhan). Dan pilihan hukumannya adalah Gogoli (leher diikat dan ditarik kiri-kanan), Labua yitawo (ditenggelamkan dilaut), Tobhanaka (dibuang/diasingkan) dan Tatasi pulangi (dikeluarkan dari kekerabatan/kelurga). 
         Terus terang, Saya baru mengetahui secara detail tentang Syara Pata Anguna ini lewat lisan beliau. Ini sungguh 'keren'. Secara tersirat pula mengharuskan penghuni 'negeri' agar menerapkan budaya malu. Dan dalam falsafah Bhinci-bhinciki kuli, budaya malu sangat tegas diamanahkan. Tapi, yang menjadi pertanyaan bagi saya adalah pernahkah kita warga Baubau menerapkan budaya malu dalam keseharian kita? Malu mendzolimi orang lain, malu korupsi, malu mempermalukan orang lain, atau malu mempermalukan diri sendiri? Jika tidak, terlepas dari plus minus bangsa Jepang, orang buton atau orang Indonesia secara umum perlu belajar banyak tentang budaya Malu dari bangsa Jepang.
       Dan jangan sampai terjadi, falsafah Bhinci-bhinciki kuli yang mengandung makna hakiki dan universal hanya berada diatas menara gading atau hanya sekedar dibanggakan, tapi dalam penerapannya jauh panggang dari api.

Senin, 26 Agustus 2013

Ketika Kota London & Tanganapada Tiada Beda


Sumber foto: www.kasakkusuk.com
         Ribuan, bahkan milyaran pasang mata menyaksikan pernikahan mereka. Mulai dari rakyat tanpa status sosial, tamu negara, sampai selebriti dunia, berjejer memadati jalan yang akan dilalui kedua pengantin itu. Ini bukan pernikahan biasa. “Ini pernikahan bersejarah”, kata seorang awak media.
          Hari itu, Pangeran Inggris, William, putra pertama Pangeran Charles dan mendiang Putri Diana mengakhiri masa lajangnya. Diatas kereta yang ditarik beberapa ekor kuda dan dikawal puluhan prajurit berkuda, Ia duduk begitu mesra dengan seorang putri nan cantik. Kate Midleton nama putri itu. Mereka baru saja mengucap sumpah untuk sehidup semati sebagai suami istri. Sepanjang jalan, tak henti mereka melempar senyum, melambaikan tangan, mengingatkan setiap orang di setiap sudut dunia, tentang peristiwa romantis di negeri dongeng. 
         Pangeran, putri, kerajaan, kereta kuda, pengawal, dan lainnya adalah kata-kata yang mudah kita temukan ketika membaca dongeng tentang Cinderela, Putri Salju, Thumbelina, Rapunzel, Putri Tidur dan lainnya. Tapi hari itu, mereka berdua menampilkan kisah dongeng itu di dunia nyata. Di Inggris. Semua orang yang menyaksikan secara langsung, mengelu-elukan putri dan pangeran itu. Ribuan komentator televisi di seluruh dunia mengomentari mereka dengan ribuan sudut pandang. Mulai dari kisah awal perjumpaan mereka, hobi keduanya, karakter keseharian mereka, gaya busana saat pernikahan pun juga sampai implikasi politik internasionalnya. Wow. 
         Barangkali inilah pernikahan terakbar abad ini. Dan ku yakin, dari pernikahan ini, meminjam statement dari Film Animasi SHREK, orang-orang akan mengatakan, “Happy Hapily Ever After”. Tapi, apakah kebahagiaan yang hadir dalam perjalanan berkeluarga harus ditentukan oleh perayaan seakbar Pangeran Willian dan Kate Midleton? Well, tentang hal ini, mungkin setiap orang memiliki jawaban yang berbeda. 
       Beberapa hari yang lalu, Saya menghadiri pernikahan seorang teman. Dia tinggal di Tanganapada. Dia rakyat biasa seperti saya. Bukan seorang pangeran. Jika kita menggunakan kacamata masyarakat dunia, mungkin dari sisi manapun, dia tidak bisa dibandingkan dengan pangeran William. Hidupnya sungguh sederhana, jauh dari gemerlap harta dan hiruk pikuk popularitas. Pun mungkin diapun tak mengerti apa itu popularitas. Yang kutahu pasti, dia hanya tahu untuk terus berupaya mengais rezki walau sedikit agar dapat bertahan hidup paling tidak selama sebulan. Dia bekerja sebagai Cleaning service di sebuah instansi pemerintah, dengan gaji yang bahkan tidak cukup separuh dari UMR Kota Baubau. 
       Hanya melalui sms dia mengundang Saya ke pernikahannya. Pesan singkat dari sebuah HP seharga tidak lebih dari dua ratus ribu rupiah, yang ia beli setelah menabung sekian lama. Sebuah Hp yang selalu Ia banggakan dihadapanku. Tak cukup uang tuk memesan undangan dipercetakan, pun sekedar mencetak undangan diatas lembaran kertas HVS atau Kuarto. Hanya dengan silaturrahm biasa (pokemba) dan redaksi singkat di sms itu Ia mengundang teman dan kerabat. Itupun tidaklah banyak. Hanya puluhan saja. 
      Pagi itu kami mengantarnya. Hanya beberapa ratus meter jaraknya ke rumah mempelai perempuan. Tujuan kami ke sebuah gubuk sederhana dan kecil. Sebuah tempat yang juga tidak asing bagiku. Kurang lebih dua puluh tahun lalu saya sering lewat di tempat itu. Arsitekturnya masih seperti dulu. Dinding dan kayunya sudah lapuk dimakan usia. Mungkin itu masih dinding dan kayu dua puluh tahun lalu. Inilah yang membuat tampilan rumah itu agak sedikit berubah. Karung beras dan Koran digunakan untuk menutupi lubang-lubang menganga di setiap dinding. Para pengantar berdesakan menaiki tangga belakang rumah tempat pengantin melangsungkan Ijab Kabul. Tapi semua tak boleh naik. Hanya beberapa orang saja. Panitia pernikahan sengaja membatasi pengantar yang ingin menyaksikan langsung prosesi akad nikah. Takut rumahnya rubuh.
        Dalam sebuah ruang sempit di gubuk itu, ia mengucap Ijab Kabul. Saya menyaksikannya dari jendela. Karena tak kebagian tempat dalam rumah. Namun juga Saya tak mau melawatkan prosesi singkat tapi menyejarah itu. Tiada MC yang ditunjuk untuk memandu acara. Akhirnya petugas pencatat nikah merangkap menjadi MC. Entahlah, mungkin bagi panitia pernikahan, tak perlu sedu sedan itu, yang penting mereka resmi jadi suami istri. Kulihat temanku itu begitu bahagia. Sang mempelai wanita sampai menitikkan air mata. Semua orang disekeliling mereka juga ikut berbahagia. Begitu fasih ia mengucap ijab Kabul. Walaupun itu adalah kali ke tiga ia mengulangi.
        Setelah itu, jamuan sederhana dan seadanya sudah menanti para undangan. Dan jamuan itu adalah hasil dari sumbangan para tetangga dan saudara. Tapi bagiku, hidangan itu sungguh nikmat rasanya. Tenda seadanya didirikan tuk sekedar menaungi pengantin dan menerima ucapan selamat dari para undangan. Bagaimanapun, mereka harus menjadi raja dan ratu di hari bahagia itu.
          Hanya kamera Hp dan I-Pad yang digunakan untuk mengabadikan momen pernikahan. Itupun yang kebetulan di bawa oleh beberapa orang undangan. Tiada handy Came apalagi siaran langsung dari stasiun televisi tertentu. Orang Bone-bone atau Batulo atau Kalia-lia tak tahu kalau hari itu ada pernikahan mereka. Apalagi Jepang, Venezuala dan Mesir, pun Inggris tempat Pangeran William dan Kate Midleton yang sedang berbahagia dengan kehadiran putra pertama mereka. Mereka Semua tak tahu. 
        Tapi yang ku tahu adalah, temanku itu sangat berbahagia. Bahkan saat itu, Ia mungkin lebih bahagia dari Pangeran William dan Kate Midleton. Dan Sayapun yakin, temanku itu tak peduli apakah pernikahannya di ketahui banyak orang atau tidak. Apakah begitu sederhana atau tidak. Yang penting baginya adalah, Ia sudah niat menikah karena Allah, dan iapun siap menjadi kepala rumah tangga yang akan menghadirkan kebahagiaan pada istrinya dengan caranya sendiri. Mereka akan berbahagia dengan cara mereka sendiri. Selamanya. Persis seperti judul film SHREK di episodenya yang terakhir, ketika Shrek dan Viona beserta anak-anaknya hidup bahagia dalam kesederhanaan dan selamanya: “Forever After”.

Selasa, 09 Juli 2013

Pesan Ramadhan dari Film Animasi SHREK & TOY STORY

Sumber gambar: www.Crankymovie.blogspot.com
           Ada pertanyaan menarik, Apakah Anda berbahagia dulu kemudian tersenyum, ataukah sebaliknya, senyum dulu lalu perasaan bahagia itu datang? Rupanya keduanya bisa terjadi. Wajah adalah jendela emosi. Salim A Fillah dalam bukunya Jalan Cinta Para Pejuang menjelaskan bahwa mula-mula ada gejolak emosi dalam jiwa kita, kemudian kita boleh, -atau tidak perlu- mengungkapkan emosi itu melalui wajah kita. Ternyata proses itu juga bisa bekerja dengan arah berlawanan. Artinya, emosi juga bisa dimulai dari wajah. Jadi kita bukan hanya tersenyum karena bahagia, melainkan juga berbahagia karena tersenyum. Wajah bukan hanya sebuah monitor penampil yang men-display perasaan dari CPU hati. Wajah adalah mitra yang sejajar dalam suatu proses emosi. 
          Untuk memperkuat sisi ilmiah pernyataannya tersebut, Salim yang juga penulis muda produktif ini menyajikan catatan-catatan Malcolm Gladwel tentang riset psikologi yang mendukung hal tersebut. Adalah Paul Ekman dan Wallace Friesen, Kata Gladwell, yang pertama kali berhasil menyusun taksonomi untuk mimic wajah. Dengan terus berkonsultasi pada para pakar anatomi wajah, mereka memadupadankan 43 gerakan otot berbeda yang bisa dibuat oleh wajah. Mereka menyebutnya ‘satuan aksi’. 
         Selama tujuh tahun kedua peneliti ini mencoba, meramu berbagai satuan aksi sehingga tercipta kombinasi dari gerakan lima otot yang jumlahnya lebih dari sepuluh ribu. Mereka memilah kombinasi gerakan yang memiliki makna, dan menuangkannya dalam dokumen rinci FACS (Facial Action Coding System) yang setebal 500 halaman. Sekedar informasi, 2 (dua) film animasi (Box Office) yaitu Toy Story dan Shrek juga dibuat menggunakan FACS. 
       Ekman dan Friesen dibantu oleh Robert Levenson mengumpulkan sejumlah relawan yang dibagi dalam dua kelompok. Separuh diminta untuk mencoba mengingat dan menghidupkan kembali sebuah pengalaman yang bagi masing-masing sangat berat. Separuh yang lain diminta hanya untuk memeragakan mimic wajah dalam FACS yang sesuai dengan emosi-emosi menyusahkan semacam marah, sedih, dan takut. Mereka semua dihubungkan dengan sensor pengukur laju denyut jantung dan temperature suhu. Gejala-gejala faali yang diamati ini telah dikenal sebagai indicator emosi beratseperti marah, sedih, dan takut dalam fisiologi. 
          Hasilnya? Tertampil dalam monitor, kedua kelompok mengalami kenaikan laju denyut jantung yang sama dan kenaikan suhu tubuh yang persis. Gejala fisiologis emosi mereka tak berbeda. Yang mengenang pengalaman pahit menjadi sedih. Begitu juga yang sekedar “berakting” sedih dengan otot-otot wajahnya. Mereka memulai dengan ekspresi wajah yang berat, baru kemudian efek fisiologisnya menjalar hingga ke hati. 
        Beberapa waktu kemudian, beberapa Psikolog jerman mencoba hal yang senada. Mereka meminta dua kelompok relawan untuk mengamati gambar-gambar kartun. Kelompok pertama harus melakukannya sambil menggigit ballpoint dengan gigi –yang memaksa mereka untuk tersenyum karena harus mengkontraksi otot risorius dan zygomatic major-, dan kelompok kedua menggunakan bibirnya untuk menjemput ballpoint –yang membuat mereka mustahil tersenyum karena dua otot itu terkunci-. 
     Penelitian ini berkesimpulan sama. Yang menggigit ballpoint dengan gigi –sehingga terpaksa tersenyum- jauh lebih merasa bahwa kartun-kartun itu lucu. Mereka memulainya dengan senyum diwajah, lalu emosinya tergerak untuk melakukan kejenakaan. Sementara itu, para relawan yang menjepit ballpoint dengan bibir –sehingga sulit tersenyum- merasa kartun itu biasa saja. Demikian Salim A Fillah menjelaskan. 
        Luar biasa! Dari ekspresi wajah, lalu efek fisiologisnya menjalar ke hati. Menjalar ke “organ” pengendali manusia. Menurut Kang Zen dalam bukunya yang berjudul Sambut, Hati adalah pikiran bawah sadar manusia. Sebagian peneliti mengatakan bahwa hati memiliki kekuatan hingga 30.000 kali lipat dari pikiran, tapi ada juga yang mengatakannya tak terbatas. Mungkin maksudnya kerena pikiran kita terbatas, kita tidak bisa menghitung kekuatan maksimal dari hati tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa kekuatan hati 5000 kali lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan pikiran. Tapi yang sering dijadikan referensi adalah bahwa kekuatan pikiran hanya mencapai 12%, sedangkan kekuatan hati bisa mencapai 88%. 
         Perasaan adalah juga urusan “Hati”, kata Kang Zen. Tetapi hati yang di maksud bukanlah liver, tapi lebih kepada jantung. Dan memang, para peneliti mengungkapkan bahwa perasaan itu dimulai oleh jantung, bukannya liver. Dan, kekuatan gelombang elektromagnetik jantung (perasaan) bisa 5000 kali lebih kuat dibandingkan dengan gelombang elektromagnetik otak (pikiran). Hal inilah yang menjawab, mengapa banyak orang yang “berusaha” berpikir positif justru malah kehidupannya diiringi banyak kejadian yang membuat hidup tertekan. Sebab mereka hanya berpikir positif, tapi tidak berperasaan positif. Jadi tenangkan dulu perasaan Anda baru berpikir dan bertindak lebih lanjut. 
         Nah, kembali lagi ke senyum. Dr. Aidh al-Qarni dalam bukunya yang berjudul La Tahzan, mengutip ucapan Ahmad Amin: “Orang yang murah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang mampu membahagiakan diri sendiri, tetapi juga orang yang paling mampu berbuat, orang yang paling sanggup memikul tanggung jawab, orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan, serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.” 
      Terus, apa kaitan antara senyum dengan puasa Ramadhan? Saran Saya, saat Ramadhan datang, hadirkanlah niat yang ikhlas untuk beribadah, dan tersenyumlah. Dengan tersenyum, maka kebahagiaan akan datangnya bulan suci menjadi berlipat pangkat. Dari sini, kenyamanan dan kemudahan beribadah menjadi sebuah keniscayaan.

Selasa, 04 Juni 2013

Vandalisme di Kotamara

         Sore hari di Kotamara bisa dibilang mengasyikkan. Tempat ini begitu nyata menghadirkan salah satu manfaat ruang publik, yaitu sebagai tempat rekreasi. Penat dan stress akibat berbagai problematika hidup yang muncul di sela-sela rutinitas kerja atau aktifitas harian kita, mudah-mudahan bisa berkurang kala berkunjung di “halaman” dekat pantai ini. Mau memancing, main bola, berdiskusi atau sekedar tebar pesona, Kotamara adalah salah satu tempat yang tepat untuk itu semua. 
        Namun akhir-akhir ini, ada sedikit rasa kurang nyaman di lokasi yang baru di buka untuk publik 2 (dua) tahun yang lalu itu. Ada sesuatu yang mengusik. Awalnya Saya merasa itu adalah hal yang biasa. Hanya bentuk “kreatifitas” orang-orang yang bisa ada di mana-mana, jadi biarkan saja. Kalaupun tidak dibiarkan atau dihapus, pastinya akan muncul lagi. Maklum, kontrol terhadap hal tersebut di ruang publik sebesar Kotamara rasanya masih kurang. Tapi sekarang, Saya justru merasakan kekurangnyamanan itu semakin bertambah. Mungkin karena jumlahnya sudah semakin banyak.
       Coretan di ruang publik! Ini yang membuat saya kurang nyaman. Salah satu contohnya, coba perhatikan bangunan bercat hijau yang berdiri di sudut Kotamara. Coretan menyebar di sana sini. Parahnya lagi, beberapa kaca jendela sudah pecah, entah siapa pelakunya. Sungguh sangat disayangkan. 
         Nah, perbuatan coret mencoret tanpa mempedulikan keindahan sebuah tempat atau lokasi, biasa di sebut dengan vandalisme. Dalam situs Wikipedia dijelaskan bahwa Vandalisme adalah suatu sikap kebiasaan yang dialamatkan kepada bangsa Vandal, pada zaman Romawi Kuno, yang budayanya antara lain: perusakan yang kejam dan penistaan segalanya yang indah atau terpuji. Tindakan yang termasuk di dalam vandalisme lainnya adalah perusakan kriminal, pencacatan, grafiti, dan hal-hal lainnya yang mengganggu mata.
       Dari definisi diatas, tentu begitu jelas apa yang dimaksud dengan vandalisme. Tapi dalam konteks ini, saya “fokuskan” vandalisme pada hal-hal semacam kegiatan mencorat-coret tembok, papan, atau fasilitas umum lainnya. Termasuk penempelan brosur, pamflet dan stiker di muka umum atau bukan pada tempatnya. 
         Jadi, bisa dikatakan bahwa vandalisme merupakan suatu ancaman terhadap keindahan yang ada. Di kota ini, sangat mudah kita temukan dimana-mana. Coba perhatikan halte, tiang listrik, taman-taman kota dan fasilitas umum lainnya, hampir pasti terdapat coretan. Dahulu mungkin hanya dianggap sebagai masalah bagi kota-kota besar. Tapi sekarang, vandalisme rupanya juga sudah menjadi masalah bagi kota kecil. Bahkan mungkin sampai pelosok. Saya pribadi merasa kurang nyaman. Apalagi jika hal tersebut ada di ruang publik atau tempat rekreasi sekelas Kotamara.
        Siapapun bisa menjadi pelaku vandalisme. Mulai dari anak-anak sampai orang tua. Tapi Jika kita perhatikan coretan-coretan yang terpampang ditembok bahkan di meja dan kursi taman di Kotamara, secara psikologis bisa ditebak rentang usia pelakunya. Umumnya para pelaku adalah remaja. Bagaimana cara mengetahui bahwa itu adalah remaja? Ada nama orang, nama grup atau komunitas dan lain sebagainya tertulis di sana. Sang pembuat ingin menunjukkan eksistensi dirinya alias kebutuhan akan eksistensi. Ini ciri remaja. Sebuah kebutuhan yang “harus” dipenuhi dalam tugas dan perkembangan remaja. Namun sayang, kebutuhan tersebut mereka ekspresikan di tempat yang salah.
      Sekedar informasi, ada istilah lain yang berhubungan dengan vandalisme, yaitu Graffiti dan Mural. Dalam situs Muda Grafika.com disebutkan bahwa graffiti adalah coretan-coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Alat yang digunakan pada masa kini biasanya cat semprot kaleng. Sebelum cat semprot tersedia, grafiti umumnya dibuat dengan sapuan cat menggunakan kuas atau kapur. Meskipun grafiti pada umumnya bersifat merusak dan menyebabkan tingginya biaya pemeliharaan kebersihan kota, namun grafiti tetap merupakan ekspresi seni yang harus dihargai. Vandalisme juga adalah graffiti yang asal jadi atau asal coret.
       Sedangkan Mural adalah adalah cara menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau permukaan luas yang bersifat permanen lainnya. Berbeda dengan grafiti yang lebih menekankan hanya pada isi tulisan dan kebanyakan dibuat dengan cat semprot maka mural tidak demikian, mural lebih bebas dan dapat menggunakan media cat tembok atau cat kayu bahkan cat atau pewarna apapun juga seperti kapur tulis atau alat lain yang dapat menghasilkan gambar. 
        Yang menjadi pertanyaan adalah bisakah vandalisme di cegah? Kita bisa menguranginya sedikit demi sedikit dengan cara mengarahkan kebiasaan ini pada tempatnya. Bisa lebih mudah lagi, karena kita tahu siapa mayoritas pelakunya, yang dalam hal ini adalah kaum remaja. Belajar dari Kota Magelang, mereka mengadakan kompetisi Mural antar SMK, terutama yang muridnya terlibat vandalisme dengan bantuan komunitas seni di Kota Magelang. Dengan kompetisi mural ini, tembok-tembok yang sebelumnya biasa saja dan suram bisa berubah menjadi lebih berwarna dan bermakna. Di tembok-tembok ini juga bisa ‘ditanam’ warna-warni bunga yang tidak perlu disiram dan dirawat namun tetap indah dipandang. Dan yang lebih penting lagi, vandalisme bisa diatasi dan kreativitas generasi muda bisa disalurkan melalui media yang tepat.
        Didaerah lainnya, diadakan ekstrakurikuler graffiti. Ini bisa kita adakan di Kota Baubau. Kalo perlu berhadiah piala bergilir dari walikota. Mungkin sudah ada kegiatan sejenis ini di Kota Baubau. Ini patut di apresiasi dan perlu terus di dorong.
      Lebih dari itu, sangat penting untuk menghadirkan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan, khususnya fasilitas umum dan ruang publik. Kesadaran dan kepedulian tentu akan melahirkan keindahan. Dari sini, sejuta manfaat (diantaranya kesehatan fisik dan psikologis) bisa hadir. Serangkai kalimat bijak ini mungkin cocok untuk warga Baubau: “Kalau bukan kita (warga Baubau) yang memulai, menjaga dan memeliharanya, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi”.

Kamis, 30 Mei 2013

Temuan Dewi Osiris & Petaka Dewa Mabuk di Kota Baubau

Sumber foto: jurus-kungfu.blogspot.com
         Usianya mungkin sudah jalan 60-an. Saat itu, seusai sholat, dipelataran sebuah masjid ia sedang duduk asyik berdiskusi (koja-koja mantale) dengan beberapa orang jamaah. Posisi mereka melingkar, dan tampak Bapak yang bijak ini sedang menjadi perhatian beberapa jamaah itu. Banyak yang mereka bicarakan. Dan tak jauh dari tempat itu, Saya memasang telinga mendengar detail kata yang mereka ucapkan, mencoba menangkap hikmah kehidupan yang sedang mereka perbincangkan.
      Tiba-tiba Sang Bapak berujar sambil bercanda: “Memang susah jadi orang baik sekarang ini. Kalaupun kita baik, saat kita meninggal nanti, yang galikan kubur kita juga adalah peminum”. Kontan orang-orang yang sedari tadi mendengarnya tertawa terbahak. Tak terkecuali Saya. Dan memang kata si Bapak ada benarnya. Saya beberapa kali menyaksikan orang menggali kubur sambil sesekali menenggak konau. Katanya sih buat penambah tenaga. Hehehe… 
    Barangkali statemen tersebut juga sekaligus keprihatinan Sang Bapak terhadap maraknya konsumsi miras di Kota ini. Keprihatinan tentang maraknya peminum atau biar lebih keren kita sebut saja dengan “Dewa Mabuk”. Saya jadi teringat dua film yang mengisahkan tentang “Dewa Mabuk”. Yang pertama adalah Drunken Master, dibintangi oleh Jacky Chen dan yang kedua adalah The Last Hero in China yang dibintangi Jet Li. Kebetulan, nama tokoh utama di kedua film ini adalah Wong Fei Hung. 
      Dalam film Drunken Master, Wong Fei Hung (Jacky Chen) yang sejak awal dilarang oleh ayahnya untuk menggunakan jurus tinju mabuk ketika bertarung, dengan terpaksa harus menggunakannya untuk menghadapi para begundal. Sambil meminum arak yang membuat gerakan kungfunya lebih berbahaya, satu demi satu para begundal dapat ditaklukkannya. Namun sayang, dalam keadaan mabuk berat ia menjadi lupa siapa kawan dan siapa lawan. Ayah kandungnya ikut pula diserangnya. Ia menjadi tidak sadar. Perilakunya tidak bisa dikendalikannya lagi. 
       Arak, Konau dan sejenisnya adalah minuman yang mengandung alkohol, sebuah zat psikoaktif yang bersifat adiktif. Teguh Pribadi mendefinisikan Zat psikoatif sebagai golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak, yang dapat menimbulkan perubahan pada perilaku, emosi, kognitif, persepsi, dan kesadaran seseorang. Sedangkan adiksi atau adiktif adalah suatu keadaan kecanduan atau ketergantungan terhadap jenis zat tertentu. Seseorang yang menggunakan alkohol mempunyai rentang respon yang tidak stabil dari kondisi yang ringan sampai berat. 
      World Health Organization (WHO) memperkirakan saat ini jumlah pecandu alkohol diseluruh dunia mencapai 64 juta orang, dengan angka ketergantungan yang beragam di setiap negara. Di Amerika misalnya, terdapat lebih dari 15 juta orang yang mengalami ketergantungan alkohol dengan 25% diantaranya adalah pecandu dari kalangan wanita. Kelompok usia tertinggi pengguna alkohol di negara ini adalah 20 - 30 tahun, sementara kelompok usia terendah pengguna alkohol adalah di atas 60 tahun, dan rata- rata mereka mulai mengkonsumsi alkohol semenjak usia 15 tahun.
       Konon, Dewi Osiris, seorang dewi dalam mitologi mesir yang pertama kali menemukan bouza, sejenis Bir. Minuman beralkohol bagi bangsa Mesir Kuno, yang digunakan sebagai obat, dan perayaan atau upacara keagamaan. Dalam perkembangan selanjutnya, anggur dianggap sebagai minuman kaum ningrat (aristocrat) dan bir adalah minuman rakyat jelata (masses). Di Kota Baubau, juga dijumpai banyak minuman tradisional yang mengandung alkohol. 
       Nah kalau sudah mengkonsumsi minuman jenis ini dalam jumlah yang banyak, hasilnya adalah mabuk. Pada saat ini, perasaan pengguna alkohol sangat labil, mudah tersinggung, perhatian terhadap lingkungan menjadi terganggu. Kondisi ini menekan pusat pengendalian diri sehingga pengguna menjadi agresif, bila tidak terkontrol akan menimbulkan tindakan yang melanggar norma bahkan memicu tindakan kriminal serta meningkatkan resiko kecelakaan.
        Beberapa hari yang lalu, sebuah Koran lokal (Baubau Pos) kembali menginformasikan peristiwa penebasan yang terjadi di sebuah kelurahan di Kota ini. Beritanya terpampang di halaman depan, dengan judul ‘Adik Tebas Leher Kakak’. Korban penebasan dilarikan ke RS Murhum untuk mendapatkan perawatan medis. Dari hasil visumnya, sebagaimana Koran lokal ini memberitakan, terdapat 33 jahitan, sebanyak 21 jahitan di bagian luar, dan 12 jahitan di bagian dalam luka. Si pelaku yang juga adik Sang korban tega menebas leher kakaknya setelah mengkonsumsi minuman beralkohol alias miras. Ini berita terbaru lagi bagi Saya.
       Sebelumnya, banyak kasus serupa (penebasan, penikaman dan sejenisnya) yang saya temui di Kota Baubau ini, juga terjadi karena peran miras. Korbannya banyak di RSUD. Saya saksikan sendiri. Bahkan juga merawatnya. Mulai dari yang Alhamdulillah “tidak apa-apa” sampai yang meninggal dunia. Pun yang meregang nyawa didepan mataku. 
       Menurut seorang peneliti, ada berbagai macam tujuan orang untuk menggunakan alcohol. Ada yang bersifat rasional, yaitu ketika berkumpul bersama-sama teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam minggu, ulang tahun atau acara pesta lainnya. Penggunaan ini mempunyai tujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya. Ada juga yang bersifat situasional, dimana seseorang mengkonsumsi alkohol dengan tujuan tertentu secara individual, hal itu sebagai pemenuhan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri dari masalah, konflik, stress dan frustasi.
     Adapula yang masih dalam taraf eksperimen, dimana seseorang mengkonsumsi alcohol disebabkan rasa ingin tahu dari seseorang (remaja). Sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya, remaja selalu ingin mencari pengalaman baru atau sering juga dikatakan taraf coba-coba, termasuk juga mencoba menggunakan alkohol. 
         Tapi apapun alasannya, menurut pendapat saya, perilaku seperti ini harus dihentikan. Cukuplah korban yang sudah “berjatuhan” selama ini. Tak perlu di tambah lagi. Sekarang bukan saatnya lagi untuk menutup mata. Contoh yang saya sebutkan diatas belum termasuk beberapa efek jangka pendek dan jangka panjangnya yang juga tidak kalah berbahaya. Jadi, mari beritahu keluarga, sahabat, teman dan orang-orang yang kita sayangi agar menghindari konsumsi minuman beralkohol. 
       Rekomendasi WHO bagi seluruh negara di dunia adalah mengadopsi suatu program nasional penganganan masalah penyalahgunaan alkohol yang komprehensif (education, treatment, and regulation) dan disesuaikan dengan budaya yang ada pada tiap-tiap Negara.

Kamis, 23 Mei 2013

Antara Kota Baubau dan Negara Paling Bahagia di Dunia

Sumber gambar: tukarcatatan.blogspot.com
      Saat mengunjungi sebuah pesta di Perancis, para wartawan kembali mengajukan pertanyaan kepada wanita itu, "Bukankah nyonya ini wanita terkaya di dunia?" Ia pun menjawab, "Ya, aku adalah wanita terkaya di dunia, tetapi aku juga adalah wanita yang paling sengsara di dunia.
       Siapakah dia? Namanya adalah Christina Onassis, putri seorang milyader besar asal Yunani yang bernama Aristoteles Onasis. Aristoteles Onassis adalah pengusaha kelas dunia setelah mampu mencetak penghasilan satu juta Dollar pertamanya saat berusia 25 tahun, dengan memiliki kapal-kapal komersial, kapal tanker, dan kapal penangkap ikan paus. Ia juga mengoleksi beberapa pulau pribadi.
       Pada tahun 1975, Sang ayah meninggal. Ibu (Athina Livanos) dan saudara laki-lakinya, Alexander Onassis juga telah lebih dulu mendahului sang ayah kealam baka. Maka jadilah Christina pewaris tunggal harta kekayaan mendiang ayahnya senilai lima ribu juta real (mata uang Saudi Arabia) kala itu, dan sejumlah armada laut dan beberapa perusahaan besar.
      Ia menikah tiga kali, semuanya diakhiri dengan perceraian. Suami ketiganya berkebangsaan Rusia, sekaligus seorang tokoh komunis. Para wartawan melontarkan pertanyaan kepadanya, "Sebagai wanita yang banyak memainkan peranan sebagai ideology kapitalis, mengapa anda mau menikah dengan laki-laki yang menganut ideology komunis?" Maka dengan lugas Christina menjawab, "Karena aku ingin mencari kebahagiaan." 
      Christinapun menetap di Rusia bersama sang suami. Rupanya, undang-undang di Rusia tidak membolehkan seseorang mempunyai rumah yang kamarnya lebih dari dua, sekaligus tidak boleh menyewa pembantu. Akhirnya iapun menjadi pembantu dirumahnya sendiri, yang hanya terdiri dari dua kamar. Ketika ditanya oleh wartawan, bagaimana ia mau bertahan dengan kondisi semacam itu, Christinapun menjawab, "Aku ingin mencari kebahagiaan”. Walau akhirnya ia bercerai dengan suami ketiganya ini, tetapi ia mampu bertahan selama satu tahun. 
       Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kebahagiaan? Mungkin sebagian kita akan menjawab bahwa pikiran dan perasaan yang nyaman adalah tanda kebahagiaan. Atau mungkin pula ada yang menjawabnya dengan kesenangan, kepuasan, atau kegembiraan. Tentunya, amatlah beragam pendekatan untuk mendefinisikan kebahagiaan.
       Beberapa peneliti rupanya telah mengembangkan alat untuk mengukur derajat kebahagiaan. Salah satunya adalah The Oxford Happiness Questionnaire. Mereka juga telah mencoba mengidentifikasikan beberapa hal yang berhubungan dengan kebahagiaan, yaitu: hubungan dan interaksi sosial, status pernikahan, pekerjaan, kesehatan, kebebasan demokrasi, optimisme, keterlibatan religius, penghasilan, serta kedekatan dengan orang-orang bahagia lain.
        Dalam konteks negara, beberapa lembaga kelas dunia telah mencoba untuk menentukan negara paling bahagia di dunia. Sebut saja PBB (UN), yang pada bulan April 2012 yang lalu, telah merilis laporan yang memuat negara-negara bahagia di dunia. Menurut organisasi dunia yang berpusat di New York ini, negara yang bahagia dinilai dari pendapatan rata-rata dan produk nasional bruto. 
      New Economics Foundation (NEF) juga melakukan hal yang sama dengan PBB, walau dengan metode yang berbeda. Untuk menentukan peringkat, NEF mengalikan ekspektasi hidup warga negara dengan sesuatu yang disebut “Kesejahteraan yang Dialami”, yang menentukan kualitas hidup dari skala 0-10. Hasil pengalian itu kemudian dibagi “Jejak Kaki Ekologis”, ukuran per kapita dari jumlah lahan yang diperlukan untuk mempertahankan pola konsumsi sebuah negara. Karenanya, PBB dan NEF akhirnya memiliki hasil yang berbeda dalam menentukan siapa-siapa yang berhak disebut negara paling bahagis di dunia.
     Cara yang menarik sekaligus unik (menurut pendapat saya), untuk menentukan kebahagiaan sebuah negara adalah apa yang dilakukan oleh Gallup Inc. Rupanya lembaga yang berpusat di Amerika Serikat ini dalam menentukan tingkat kebahagiaan sebuah negara, adalah dengan cara mengukur emosi positifnya. Dalam proses surveinya, Gallup Inc. bertanya kepada orang-orang di 148 negara dengan pertanyaan berikut; 1). Apakah Anda menikmati hidup?, 2). Apakah mereka cukup beristirahat?, 3). Apakah diperlakukan dengan hormat?, 4). Apakah Anda banyak tersenyum atau tertawa? 5). Apakah Anda belajar atau melakukan sesuatu yang menarik dan merasa bahagia di hari sebelumnya?
       Hasilnya, sebagaimana dikutip oleh situs Rumah.com, disebutkan bahwa Persentase rata-rata dari responden di seluruh dunia yang mengatakan “ya” untuk lima pertanyaan ini mencerminkan kehidupan yang relatif optimis. Gallup menemukan 85% orang dewasa di seluruh dunia merasa diperlakukan dengan hormat sepanjang hari, 72% dapat banyak tersenyum dan tertawa, 73% merasa menikmati hari-hari mereka, dan 72% dapat beristirahat dengan baik. 
      Sementara, satu-satunya pertanyaan yang dijawab dengan pesimis, yakni hanya 43%, adalah ‘apakah Anda bisa belajar dan melakukan sesuatu yang menarik’. Kendati demikian, secara umum masyarakat di seluruh dunia mengalami emosi positif.
     Orang yang paling sedikit merasakan emosi positif tinggal di Singapura, negeri kaya yang termasuk salah satu negara paling maju di dunia. Negara-negara kaya lainnya secara mengejutkan juga berada dalam peringat bawah daftar ini. Jerman dan Prancis bersaing ketat dengan negara bagian Afrika yang miskin, Somaliland, berada di urutan ke-47.
       Sepuluh negara paling bahagia di dunia berdasarkan peringkat tertinggi menurut Gallup Inc: Panama, Paraguay, El Salvador, Venezuela, Trinidad dan Tobago, Thailand, Guatemala, Filipina, Ekuador, dan Kosta Rika. Bagaimana dengan posisi Indonesia? Negara kita tercinta bertengger di posisi ke-19. 
      Dari 10 negara ini, 7 (tujuh) diantaranya adalah negara-negara Amerika latin. Uniknya, negara-negara Amerika latin yang dianggap paling bahagia di dunia ini adalah negara-negara yang dalam ukuran kesejahteraan tergolong miskin. Bahkan Guatemala adalah negeri yang selama berpuluh-puluh tahun tercabik oleh perang saudara, disusul dengan gelombang kejahatan yang dilakukan oleh anggota geng yang membuat negeri ini menjadi negeri dengan tingkat pembunuhan tertinggi di dunia. 
      Apakah ada kritik terhadap akurasi survei ini? Mantan Kepala Ekonomi Bank Pembangunan Inter-Amerika, Eduardo Lora yang juga konsen mempelajari pengukuran statistik kebahagiaan berucap: "Reaksi spontan saya adalah hasil ini dipengaruhi oleh bias budaya....”. "Apa yang dikatakan dalam literatur empiris bahwa beberapa budaya cenderung untuk menanggapi setiap jenis pertanyaan dengan cara yang lebih positif," kata Lora, sebagaimana dijelaskan dalam situs Apakabardunia.com.
        Sejumlah warga Amerika Latin mengatakan bahwa survei ini mengungkapkan hal yang mendasar bagi negara mereka: kebiasaan untuk memfokuskan diri terhadap hal-hal positif seperti teman, keluarga dan agama meskipun kehidupan sehari-hari mereka bisa sangat sulit.
      Tapi terlepas dari adanya bias tersebut, mungkin, pendapat salah seorang peserta survei bisa menjadi pelajaran. Adalah Martinez, salah seorang pekerja di Panama mengatakan bahwa dirinya tidak bahagia dengan meningkatnya tingkat kejahatan, tetapi "merasa bahagia dengan keluarga saya." 
     "Hidup itu singkat dan tidak ada alasan merasa sedih. Karena meski pun kita kaya, masih ada masalah. Kami harus mentertawakan diri kami sendiri." Ucap Maria Solis, pedagang kaki lima di Paraguay. 
      Coba kita bandingkan dengan ucapan Richard Low, seorang pengusaha muda asal negeri jiran Singapura. Saat mengikuti survei, pria berusia 33 tahun yang tinggal di negara maju dan kaya ini berpendapat, "Kami bekerja sangat keras dan mendapat gaji kecil. Hampir tidak ada waktu untuk berlibur atau hanya bersantai karena Anda selalu memikirkan ke depan: kapan tenggat waktu atau rapat berikutnya. Hampir tidak ada keseimbangan antara hidup dan kerja di sini," sahutnya. 
      Paling tidak, dari kasus di atas termasuk apa yang dialami oleh Christina Onassis menunjukkan bahwa ternyata banyaknya materi bukan jaminan meraih kebahagiaan. Yang penting, seperti yang selalu didengungkan oleh para motivator dan orang bijak, hiduplah dengan rasa syukur dan memandang hidup lebih positif. Nah, bagaimana dengan tingkat kebahagiaan warga Kota Baubau?

Rabu, 24 April 2013

Mengukur Kekuatan Cinta Warga Baubau

       Dalam beberapa minggu terakhir ini, berita tentang seorang bocah yang menjadi tulang punggung keluarganya ramai menghiasi tampilan layar kaca maupun media cetak kita. Bocah 12 (dua belas) tahun itu bernama Taspirin, yang tinggal di Dusun Pesawahan, Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok Banyumas. Ia yang seharusnya duduk di bangku kelas VI SD ini, harus meninggalkan sekolahnya untuk mengambil alih tugas ayah dan ibunya sebagai orang tua bagi ketiga adiknya. Sang Ibu telah mendahului mereka menghadap Yang Maha Kuasa akibat tertimpa lonsor beberapa waktu sebelumnya. Sementara sang Ayah harus ke kalimantan untuk bekerja di kebun kelapa sawit sejak beberapa bulan yang lalu.
         Mereka kerap menggigil kedinginan menahan hembusan angin malam di gubuk yang hanya berukuran 4x4 meter. Sebuah gubuk yang sesungguhnya tidak layak bagi pertumbuhan mereka. Tapi itu tak melemahkan Taspirin untuk merawat ketiga adiknya, yaitu Riyanti, Dandi dan Daryo. Di siang hari, taspirin harus berbelanja dan memasak serta menyiapkan makan adik-adiknya. Pada sore hari tidak lupa Ia memandikan adik-adiknya dan menidurkan mereka saat malam tiba.
        Mereka hanya makan seadanya, dengan kerupuk sebagai pendamping nasi. Tidak layak memang. Sungguh tidak layak gizi. Tapi ini juga sebagai strategi menghemat untuk bertahan hidup. Maklum, mereka hanya mengandalkan kiriman dari Sang Ayah yang juga seadanya. Jika ingin uang jajan, ia harus harus menawarkan tenaganya untuk membantu tetangga. Karena hanya dari sinilah Ia bisa mendapatkannya. Hebatnya, dalam kondisi seperti itu Tasripin tidak lupa untuk selalu mengajak ketiga adiknya belajar Agama di Mushola yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Dan berharap suatu saat nanti Ia bisa melanjutkan sekolahnya lagi. 
         Apa sebenarnya yang dimiliki Taspirin sehingga Ia mampu melakukan semua itu? Tentu banyak pilihan jawaban yang bisa kita berikan. Tidak hanya sebatas perhatian kepada keluarga (seperti yang dilakukan Taspirin), dalam konteks yang lebih luas dimana masyarakat menjadi obyek kepedulian atau medan amal seseorang, pun memiliki pilihan jawaban yang beragam. 
       Tapi untuk pertanyaan tersebut, saya sependapat jika kekuatan cinta adalah penggeraknya. "Tidak ada kebaikan yang dapat kita semaikan di tengah masyarakt, kecuali apabila kita memulai persentuhan kita dengan lingkungan sosial di mana kita berada dengan cinta". Begitu kata Anis Matta dalam bukunya yang berjudul Delapan Mata Air Kecemerlangan. "Cinta adalah energi jiwa yang dahsyat, yang bukan saja menjadi rahim yang melahirkan keharmonisan dalam rumah tangga, tempat kerja, dan organisasi, tetapi juga dalam masyarakat, bahkan bangsa dan kemanusiaan. Cinta mencerahkan kehidupan kita dan menjadikannya nyaman untuk diresapi. Cinta adalah kumpulan dari semua keinginan baik kepada orang lain". Jelas Anis 
       Masih menurut pria yang pernah menjadi wakil ketua DPR RI ini, Cinta mengejawantah dalam beberapa sikap. Pertama, Cinta mengejawantah dalam bentuk perhatian penuh yang kita berikan kepada obyek yang kita cintai. Perhatian pada keadaannya yang sebenarnya, sisi kebaikan dan keburukannya, keindahan dan kejelekannya, kekuatan dan kelemahannya, kesedihan dan kegembiraannya, harapan dan kecemasannya, sejarah masa lalu dan impian masa depannya, kekuatan yang tersembunyi dalam dirinya, dan kebutuhan-kebutuhan jiwa, pikiran, dan fisiknya yang terungkap maupun tidak terungkap untuk tumbuh dan berkembang. 
      Kedua, Penumbuhan. Cinta selanjutnya mengejawantah dalam bentuk usaha-usaha menumbuhkan potensi kebaikan yang ada pada obyek cinta, dan memaksimalkan pengembangan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Cinta yang mengejawantah disini mengharuskan kita memfokuskan pandangan kita terhadap sisi-sisi positif yang ada pada obyek cinta, serta mendorong kita untuk bersikap optimis dan bekerja untuk mengembangkannya semaksimal mungkin.
       Ketiga, Perawatan. Cinta pada tahap ini berarti bahwa kita berusaha untuk menyiram bunga cinta pada obyek cinta kita dengan kebaikan-kebaikan. Sebab cinta hanya tumbuh dan bersemi diatas tanah yang subur. Hal ini karena ia dipupuk dengan perbuatan-perbuatan baik, sikap-sikap bijaksana, serta tindakan-tindakan arif yang penuh kasih. Hal-hal tersebut berfungsi seperti air yang menyuburkan dan matahari yang menumbuhkan. 
       Jika kita menyebut Kota Baubau sebagai obyek Cinta kita atau obyek cinta masyarakatnya, maka sudah sepantasnyalah setiap orang yang ada didalamnya mengejawantahkan ketiga sikap di atas. Karena cinta adalah juga "kata kerja", maka harus ada karya besar yang dikontribusikan. Kontribusi itu dapat kita berikan pada wilayah pemikiran, atau wilayah profesionalisme, atau wilayah kepemimpinan, atau wilayah finansial atau wilayah lainnya. 
      Namun, kontribusi apapun yang hendak kita berikan, Kata Anis Matta, sebaiknya memenuhi dua syarat: memenuhi kebutuhan masyarakat kita, dan dibangun dari kompetensi inti kita. Masyarakat adalah pengguna karya-karya kita, maka yang terbaik yang kita berikan kepada mereka adalah apa yang paling mereka butuhkan dan yang tidak dapat dipenuhi oleh orang lain.
      Tentu cukup banyak pilihan wilayah kontribusi. Saat membaca buku 'Menyibak Kabut di Keraton Buton', Saya menemukan tulisan Ir. Nasruddin Kasim yang berjudul Mengenali Peta Masalah Pembangunan di Kota Baubau. Dalam tulisan tersebut, beliau menjelaskan bahwa paling tidak, permasalahan di Kota Baubau dapat dipetakan menjadi beberapa bagian, yatu: Manajemen pengelolaan kota, keuangan dan pembiayaan pembangunan, pelayanan perkotaan, lahan dan perumahan, kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi lokal, lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam, serta budaya lokal dan pariwisata. Kita tinggal memilih satu atau dua diantara problematika tersebut untuk berkontribusi.
          Hal paling riil dan sederhana yang bisa kita lakukan adalah jangan sampai kita membiarkan tetangga kita kelaparan karena kehabisan bahan makanan. Pada sisi lain, kita berikan perhatian dan bantuan kepada yang membutuhkan, kepada Taspirin-Taspirin lain yang mungkin ada di Kota ini. Atau dengan cara yang lain, sesuai kesanggupan kita. 
        Akan tetapi, Kata Anis Matta, cinta dalam pengertian seperti ini, yang mengejawantah dalam cara yang seperti ini, memang hanya bisa lahir dari pribadi-pribadi yang matang, yang memiliki kesabaran, kasih sayang, kemurahan hati, kelapangan dada dan ketekunan. Walaupun demikian, hal tersebut bukanlah sesuatu yang tidak bisa dipelajari. Akhirnya, mari hadirkan cinta untuk Kota Baubau.

Jumat, 29 Maret 2013

Mencari Pahlawan Kota Baubau

gambar: gerrilya.wordpress.com
       Sebagaimana kita pahami bersama dan tidak diragukan lagi, bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang sangat berarti bagi perilaku seseorang. Banyak analogi atapun cerita dan anekdot yang hadir sekedar untuk menjalaskan betapa lingkungan seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Salah satu yang mungkin terkenal adalah cerita tentang Elang dan Ayam
       Konon, disebabkan oleh gempa, sebutit telur Elang terjatuh dari sarangnya. Beruntung, telur tersebut tidak pecah. Mungkin lebih beruntung lagi, kerena ia tepat jatuh disemak-semak dekat sebuah peternakan ayam. Karena merasa iba, seekor induk ayam yang menemukan telur itu lalu membawanya pulang. Sang induk ayam merawat, memberinya kehangatan dan berharap ia menetas bersama telur-telur yang sedang di eraminya.
       Setelah tiba masanya, semua telur yang dieraminya pun akhirnya menetas. Tak terkecuali telur elang. Seekor anak elang yang cantik hadir diantara anak ayam. Namun Si Elang tidak menyadari bahwa dirinya adalah seekor elang. Ia menganggap bahwa dirinya sama seperti ibu yang telah menetaskannya.
      Lambat laun elang itupun beranjak dewasa. Seringkali saat megarahkan pandangannya ke angkasa biru, Ia menyaksikan seekor burung Elang mengangkasa dengan bebas dan gagah. Burung itu seperti menguasai angkasa. Iapun kemudian berkata pada ibunya. "Ibunda, apakah aku bisa terbang bebas seperti burung Elang?" Ibu dan teman-temannya justru menertawakannya. Salah seekor di antaranya malah berkata, "Terimalah kenyataan saudaraku, kita ini hanya seekor ayam, tak mungkin bisa terbang mengangkasa seperti mereka." Akhirnya Sang Elang mengubur impiannya untuk bisa terbang. Ia hidup menjadi seekor ayam sampai akhir hayatnya. 
     Tidak saja persoalan impian yang terkubur, lingkungan pun dapat menyebabkan seseorang menjadi Baik atau Jahat. Para peneliti psikologi terdahulu masih yakin bahwa seseorang memiliki sifat jahat dikarenakan mereka memang memiliki ‘bibit’ jahat sedari lahir. Namun Zimbardo, seorang Profesor Psikologi dari Universitas Stanford menemukan bahwa hal tersebut tidak benar. Ia menemukan bahwa faktor lingkunganlah yang lebih besar dalam membuat seseorang menjadi jahat. Pada tahun 1970an, ia melakukan eksperimen yang berisiko besar mengenai hal tersebut, yaitu “Stanford Prison Experiment”.
     Dalam eksperimen ini, sebagaimana dijelaskan dalam Ruang Psikologi (Webzine Psikologi Moderen), Zimbardo meminta bantuan sukarelawan untuk rela bermain peran sebagai sipir penjara dan narapidananya untuk 2 minggu penuh. Penelitian ini melibatkan orang-orang yang sama sekali tidak punya sejarah masuk penjara atau melakukan tindak kriminal apapun, dapat dikatakan bahwa mereka semua orang baik-baik. Dari awal penelitian, mereka betul-betul diskenariokan sebagai narapidana, mulai dari dijemput di rumah masing-masing dengan mobil polisi dan borgol dari polisi, hingga aturan-aturan di penjara simulasi yang terletak di ruang bawah tanah Universitas Stanford.
        Hari-hari pertama penelitian berlangsung sesuai perkiraan, namun pada beberapa hari setelah itu, ada kejadian-kejadian di luar dugaan. Para sipir mulai bertindak di luar instruksi dengan alasan ‘mendidik’ para napi yang tidak disiplin, diikuti dengan reaksi melawan dari napi. Bahkan ada salah satu napi yang sampai tantrum dan akhirnya harus dikeluarkan dari penelitian karena khawatir akan mendapati efek negatif dari eksperimen tersebut. Karena kekacauan yang terus menerus terjadi, penelitian tersebut diakhiri hanya dalam waktu seminggu.
      Dari penelitian tersebut, Zimbardo menarik kesimpulan bahwa faktor lingkungan adalah faktor yang sangat kuat dan dominan dalam mengubah seseorang dari baik menjadi jahat ataupun sebaliknya (penemuan yang menentang teori lama bahwa disposisi (kepribadian) seseorang merupakan hal yang dominan dalam merubah tingkah laku seseorang). Dan dari penelitiannya, Zimbardo menawarkan solusi, yaitu Heroism atau ‘kepahlawanan’ untuk melawan bobroknya sistem dan situasi yang dihasilkan demi kebaikan umat manusia. 
     Kepahlawanan yang dimaksud bukanlah pahlawan dalam artian Superman atau hal-hal yang mencengangkan lainnya. Yang dimaksud dengan kepahlawanan adalah kepahlawanan dalam artian berani menentang sistem yang buruk dan fokus pada pemecahan situasi yang buruk menjadi baik dengan menjadi sedikit ‘devian’ atau berbeda dari orang lain. Zimbardo mencontohkan bahwa dalam kasus penjara Abu Ghraib, ada seseorang yang berani mengungkap perlakuan para sipir yang tidak manusia di sana kepada media, yaitu Joe Darby. Ia berani menanggung ancaman-ancaman teror hanya untuk melakukan ‘apa yang seharusnya ia lakukan’. Dan itulah yang disebut dengan kepahlawanan oleh Zimbardo yang ia tuangkan dalam bukunya, “The Lucifer Effect”
      Adalah Hwang Juck-Joong, seorang dokter di Korea Selatan juga melakukan hal yang sama dengan Joe Darby. Martonis Tony dalam bukunya yang berjudul Nyala Satu Tumbuh Seribu bertutur bahwa pada suatu malam di bulan Januari 1987, menjelang akhir pemerintahan Presiden Chun Doo-Hwan, sang dokter dipanggil polisi. Hwang Juck-Joon adalah seorang dokter ahli patologi yang bekerja di bawah Menteri Dalam Negeri pada Lembaga Nasional Penyidikan Ilmiah. Ia sudah rutin diminta oleh kepolisian untuk membantu mereka dalam memecahkan kasus kejahatan.
       Malam itu, Hwang Juck-Joon diminta kepolisian untuk memeriksa jasad seorang mahasiswa yang berumur 21 tahun, Park Jong-Chul, seorang aktivis yang terlibat dalam berbagai demonstrasi di Korea Selatan. Mahasiswa itu tewas saat dalam pemeriksaan polisi (Park Jong oleh paea penyidik polisi diusut terkait dengan kondisi politik Korea). Saat memeriksa tubuh mahasiswa itu, ia menemukan adanya pendarahan dalam. Jelas Park tewas tercekik. 
        Yang mengherankan Hwang adalah sebab kematian Park yang diumumkan ke publik tidak sama dengan hasil temuannya. Menurut pengumuman resmi pihak berwenang, Park Jong-Chul tewas "karena shock". Hwang tidak bisa menerima kondisi yang berlawanan dengan hasil otopsinya. Hati nuraninya memberontak. Namun, disisi lain, dokter yang berumur 40 tahun itu tidak mau merusak lembaga tempatnya mengabdi. Maka, ia kemudian membisikkan hasil otopsinya kepada temannya, seorang wartawan, tentang apa yang sebenarnya ia temukan malam itu.
       Dr. Hwang tidak menduga kalau temannya itu akan memuat kesaksiannya. Ia mengira bahwa semua hal yang diungkapkan tentang kematian Park Jong-Chul hanya sebagai catatan sejarah. Tulisan yang diterbitkan berdasarkan hasil otopsi akhirnya tersiar luas. Masyarakatpun tahu bahwa pihak berwenang tidak saja telah membunuh seorang wartawan negara, namun juga mendustakan kepada khalayak ramai perihal kematian mahasiswa tersebut. Terjadilah demonstrasi besar-besaran yang berkecamuk. 
     Presiden Chun Doo-Hwan memerintahkan adanya pengusutan penyebab kematian Park Jong-Chul. Disini dr. Hwang juga diminta keterangan. Akhirnya pemerintahpun mengakui: Park mati karena disiksa oleh polisi. Selama masa pemeriksaan, anak muda itu disiksa dengan berulang-ulang memasukkan kepalanya ke bak air hingga bagian lehernya retak, yang berakibat pada kematian. Para pembunihnya kemudian di hukum. Lima polisi yang menjalankan interogasi terhadap Park dipenjara 5 sampai 15 tahun, termasuk Jendral Besar Kang Min Chang yang menyuruh bawahannya tutup mulut untuk kasus ini. 
    Terbongkarnya kasus tersebut tidak membuat dr. Hwang merasa menang. "Saya harus mengundurkan diri," katanya. Ia telah menyebabkan para atasannya kehilangan muka. Selain itu, menurut etika masyarakatnya, ia tak bisa terus bekerja di kantor itu; apalagi pekerjaannya selalu berhubungan dengan kepolisian. Disisi lain, ia sering menerima telpon gelap dan surat kaleng yang selalu mengganggunya. 
     Cobalah kita perhatikan kondisi Kota kita ini. Kadang kita menemukan banyak pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. Dan mungkin pula tidak jarang kita menyaksikan pelanggaran hak-hak asasi manusia di depan mata kita. Sebagai warga, sudah sepatutnya jika kita tidak membiarkan kejadian-kejadian tersebut terus berlangsung. Mengapa? Apabila kita membiarkan para pelanggar tersebut, berarti kita sudah turut andil dalam menciptakan lingkungan yang tidak sehat. Dan lingkungan inilah yang nantinya dapat akan menghadirkan para penjahat. Jadi, mari menjadi Pahlawan untuk Kota Baubau.

Rabu, 27 Maret 2013

Keanu Reaves & Bocah Penakluk Hantu RSUD Palagimata

        Sungguh apik, peran yang dimainkan oleh Keanu Reaves dalam Film Constantin, sebuah film Hollywood yang diangkat berdasar pada buku komik karya Kevin Brodbin, Mark Bomback dan Frank Capello. Dalam film yang juga dibintangi oleh Rachel Weisz (Angela) ini, Keanu Reaves memerankan tokoh John Constantine, seorang detektif yang khusus menangani permasalahan supranatural yang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat.
      Dalam film yang disutradarai oleh Francis Lawrence ini, John Constantin yang juga seorang perokok berat berusaha untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi pada kasus bunuh diri saudara kembar Angela yang ternyata bernuansa supranatural. Tanpa disadari penyelidikan yang dilakukan membawanya menjelajahi dunia setan dan para malaikat yang ternyata ada di bawah kota Los Angeles saat ini. Dalam penjelajahannya, Ia harus melawan, mengusir dan membunuh para setan yang mencoba menghalanginya. Bahkan menjelang akhir cerita, John Constantin harus berhadapan dengan Lucifer, raja Iblis dari neraka. Sungguh menegangkan. Kalau di Indonesia, barangkali profesi yang digeluti oleh tokoh ini biasa disebut dengan Pemburu Hantu.
      Berbicara tentang Pemburu Hantu, kayaknya ada yang unik belakangan ini di Kota Baubau. Adalah Tukul Arwana dan tim "pemburu hantu" nya konon menangkap sinyal keangkeran di RSUD Kota Baubau. Entah benar atau tidak informasinya, berdasar penuturan dari para "pemburu" tersebut, seorang teman (Pegawai RSUD) bercerita kepada saya bahwa area RSUD palagimata adalah "kampung" para dedemit. Mereka kadang menampakkan diri menjadi seekor kucing atau bentuk binatang lainnya. Kayak para siluman dalam serial Kera Sakti. Karena terpengaruh oleh cerita tersebut, seorang penjaga pasien akhirnya enggan keluar ruangan karena takut nanti bertemu dengan kucing atau anjing yang merupakan jelmaan setan. Ternyata informasi ini nyaris menjadi sumber ketakutan kolektif masyarakat saat berkunjung di RSUD yang menempati area itu sejak tahun 2008. Beberapa hari setelah informasi menakutkan ini beredar, RSUD Kota Baubau tampak sunyi di malam hari. 
       Kurang lebih sebulan setelah kunjungan Tukul ke RSUD Palagimata yang menghebohkan itu, seorang anak kecil masuk rumah sakit dan harus menjalani rawat inap disalah satu bangsal. Anak periang, lincah sekaligus cerdas. Alhamdulillah saya berkesempatan untuk merawatnya, dan beberapa kali kami terlibat diskusi yang menarik. Usianya kira-kita 9 (sembilan) tahun. Suatu ketika, Ia mengajukan sebuah pertanyaan yang cukup familiar untuk warga Baubau. "Pa' betul ada hantunya di Rumah Sakit ini?". Sambil tersenyum, saya menjawab: "Mmm... Saya belum pernah lihat De'. "Tapi kata orang ada hantunya?" Tanyanya lagi. "Tapi, selama saya bekerja disini, saya belum pernah lihat". Jawabku lagi sambil bercanda. 
      Bocah perempuan yang juga siswa sebuah SD ini akhirnya menceritakan kepada saya tentang Kunjungan Tukul Arwana yang menghebohkan itu. Saya hanya tersenyum mendengarnya. Tiba-tiba, seorang anak kecil lainnya yang sedari tadi asyik mendengarkan diskusi kami, berkata: "Barangkali itu cuma halusinasi saja". Saya terkesima, anak ini sungguh cerdas. Ia menempatkan kata halusinasi di tempat seharusnya kata itu berada.
      Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Halusinasi? Dan mengapa kata ini cocok untuk menjawab fenomena (katanya ada penampakan) yang terjadi di RSUD Kota Baubau? Dalam situs Wikipedia dijelaskan bahwa Halusinasi adalah berlakunya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. Kualitias dari persepsi itu dirasakan sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruangan nyatanya. Definisi ini membedakan halusinasi dari fenomena yang berhubungan antara bermimpi, yang tidak melibatkan wakefulness; ilusi, yang melibatkan terdistorsi atau disalahtafsirkan persepsi nyata; citra, yang tidak meniru nyata persepsi dan berada di bawah kendali; dan pseudohallucination, yang tidak meniru persepsi yang nyata, tetapi tidak di bawah kendali.
       Contoh dari fenomena ini adalah ketika seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu objek, namun dari penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama. Sederhananya begini, ada 3 (tiga) orang pengunjung RSUD Kota Baubau yang sedang memandang sebuah taman. Tiba-tiba salah satu dari mereka melihat tukul sedang berdiri di sana. Ia kemudian memberitahukan apa yang dilihatnya itu pada kedua temannya, yang kemudian kebingungan karena tidak melihat siapapun ditaman tersebut. Tidak saja penglihatan (visual), halusinasi bisa juga berupa auditori (mendengar suara-suara menakutkan, bisikan), olfaktori (Mencium bebauan), gustatori (rasa), taktil (merasa di raba-raba), dan lainnya. 
        Sebuah catatan yang berjudul Ini Dia Penyebab Halusinasi dalam situs OKEZONE (14/10/2012) disebutkan bahwa halusinasi dapat terjadi akibat penyakit tertentu, seperti skizofrenia atau depresi yang sangat parah atau gangguan bipolar. Hal-hal sederhana seperti kurang tidur, demam, penggunaan obat-obatan terlarang, seperti kokain, amfetamin, atau konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan halusinasi. Tapi ternyata, halusinasi tidak hanya terjadi pada orang-orang yang memiliki gangguan kejiwaan. Pengalaman sensorik ini bisa terjadi pada siapa saja. Hypnagogic adalah salah satu bentuk halusinasi normal yang biasa terjadi saat tertidur dan halusinasi hypnopompic terjadi ketika terbangun dari tidur.
       Akan tetapi, mungkin ada yang tidak setuju dengan "pendekatan" halusinasi ini. Seorang teman pernah bertanya kepada saya: "Apakah kamu tidak takut dengan setan dan sebangsanya? Terkait pertanyaan ini saya malah balik bertanya kepadanya: "Kenapa ya setannya orang Indonesia berbeda dengan setannya orang China, pun dengan setannya orang Amerika? 
      Jenis setan Indonesia diantaranya adalah Kanjoli, suster ngesot, kolor ijo, dan lain-lain. Nyaris setiap daerah memiliki setannya sendiri-sendiri. Dan mungkin yang paling terkenal adalah pocong. Sementara di China, setannya adalah vampir yang melompat-lompat. Setan Amerika agak mirip dengan China, cuma bedanya di negeri Uncle Sam, vampirnya memakai jas dan terlihat tampan atau cantik di malam hari.
       Jika kasusnya begini, meminjam istilah para pakar antropologi, setan adalah produk budaya. Tepat tidaknya penggunaan istilah ini pada fenomena setan, tentu para antropolog yang lebih tahu jawabannya. Saya cuma sekedar ingin mengatakan bahwa sesungguhnya kita hanya takut pada bayangan kita sendiri. Lagian, belum ada fakta sejarah, pun dalam teks kitab suci (setahu saya kitab suci agama manapun) yang membeberkan bahwa ada oknum hantu yang memburu, memakan sekaligus membunuh manusia. Kalau di film-film sih banyak.
     Oke lah, kalaupun masih takut juga, saya kira semua sudah pada mengerti bahwa Yang Maha Kuasa telah memberitahukan kepada kita semua, jurus-jurus yang mampu melindungi dari gangguan setan atau hantu dan sebangsanya itu, melalui kitab suciNya ( Al-Qur'an). Sekedar informasi, dalam Al Qur'an (Surat An Nas) disebutkan bahwa setan itu ada dua. Setan dalam bentuk Jin dan setan dalam bentuk manusia. Karenanya yang mungkin perlu diwaspadai adalah setan dalam bentuk manusia (koruptor, pembunuh, dan sebangsanya).

Senin, 25 Maret 2013

Dari Kaca Jendela Pecah, HIV/AIDS Merebak di Kota Baubau

Sumber foto: www.getemdone.com
        Namanya adalah Philip Zimbardo, Seorang Psikolog yang dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1933. Pria yang pernah 2 (dua) kali menjadi presiden Asosiasi Psikologi Barat (Western Psychological Association) ini, mendapatkan gelar Ph.Dnya dari Universitas Yale. Ia juga pernah mengajar dibeberapa Universitas terkemuka di Amerika Serikat, seperti Universitas Yale, Universitas Columbia dan Universitas New York. Sebelum akkhirnya menjadi Profesor di Universitas Stanford.    
          Pada tahun 1969, Zimbardo melakukan eksperimen untuk menguji lagi sifat alami manusia. Ia menyiapkan 2 (dua) mobil yang sama, yang telah dicopot platnya, dan bagian kapnya sengaja dibuka. Kemudian mobil tersebut ditempatkan pada dua area yang berbeda. Satu di simpan di Bronx, sebuah daerah kumuh di New York dan satunya lagi ditaruh di Palo Alto, sebuah area di California. Apa yang terjadi? Mobil yang berada di daerah kumuh Bronx, bagian-bagian berharganya sudah disatroni maling, hanya dalam waktu 3 (tiga) hari setelah mobil tersebut dibiarkan parkir dikawasan umum. Sebaliknya, mobil yang ditaruh di Palo Alto, hingga lebih dari satu minggu tak pernah disentuh oleh siapapun. Melihat hal itu Zimbardo lalu mengambil palu dan memukulkannya ke mobil tersebut. Orang-orang yang melintas dan melihat apa yang dilakukan Zimbardo pun satu per satu mulai menghancurkan mobil itu hanya dalam waktu beberapa jam saja. 
       Adalah Jamer Q. Wilson dan George L. Kelling, 2 (dua) ilmuwan sosial, setelah mencermati percobaan yang dilakukan Philip Zombardo ini kemudian merumuskan lahirnya Teori Jendela Pecah. Sebuah teori dalam kriminologi tentang ketidakteraturan dan vandalisme di kota dan kaitannya dalam hal kejahatan dan perilaku anti-sosial. Lewat sebuah artikel yang dipublikasikan pada tahun 1982, teori ini berargumen bahwa apabila kejahatan ataupun ketidakteraturan kecil dibiarkan tanpa ditindaklanjuti maka akan lebih banyak orang melakukan hal yang sama dan bahkan menyebabkan terjadinya kejahatan dalam skala yang lebih besar. Nama teori ini didapat dari hasil observasi bahwa beberapa jendela pecah di pemukiman memicu orang-orang untuk memecahkan jendela-jendela lainnya, melakukan aksi vandalisme dan bahkan membobol masuk. "Jendela pecah" dalam masyarakat dapat berupa coretan-coretan yang merusak di area publik, keberadaan pengemis yang agresif, ataupun tidak tertatanya ruang publik dengan baik.
        Sebagaimana ditulis dalam Situs Wikipedia, Teori Jendela Pecah ini diterapkan di New York pada pertengahan 1980an ketika George Kelling menjadi konsultan untuk Otoritas Transit New York. Pada masa itu angka kejahatan di New York mencapai 650,000 per tahun. Kelling bersama dengan direktur subway David Gunn memberlakukan kebijakan baru dalam pengelolaan subway. Sebelumnya, kereta-kereta yang digunakan sering menjadi sasaran coretan grafiti oleh anak-anak muda di daerah tersebut dan kejadian ini tidak segera ditangani oleh pihak otoritas. Menurut Gunn, grafiti merupakan simbol dari sistem yang tidak berjalan dengan baik sehingga dibawah manajemen yang baru, kereta yang baru selesai dicoret-coret segera dibersihkan pada malam yang sama sehingga semua kereta yang digunakan untuk publik bersih tanpa coretan.
        Penerapan sistem ini kembali dilanjutkan oleh William Bratton yang menjadi kepala polisi transit pada 1990. Ia memperketat peraturan yang sebelumnya lunak terhadap orang-orang yang menggunakan jasa subway tanpa membayar. Sekitar 170,000 orang dalam satu hari menaiki subway tanpa membayar dan sebagian merupakan anak-anak muda yang menghindari tiket dengan melompati pembatas. Para polisi yang melihat kejadian tersebut enggan mengambil tindakan karena merasa membuang-buang waktu apabila mereka mengurusi hal tersebut yang dianggap sepele, karena banyaknya kejahatan yang lebih serius yang terjadi. Empat tahun kemudian Bratton diangkat menjadi Kepada Departemen Kepolisian New York dan menerapkan sistem yang sama. Di tahun 1992 angka kejahatan di New York mulai turun drastis dan menurut Malcolm Gladwell, hal ini disebabkan oleh penerapan teori jendela pecah yang dimulai oleh Kelling.
       Merujuk pada teori ini, maka akan muncul keprihatinan mendalam terhadap segala bentuk pembiaran pada kejahatan dan perilaku anti-sosial di kota ini. Salah satu yang mungkin jadi perhatian utama kita adalah masalah sex bebas. Terus terang, kami jarang mendengar informasi tentang razia pasangan mesum di kota Baubau. Baik dari media lokal maupun informasi dari mulut ke mulut. Sampai akhirnya kami mendapat informasi itu kembali dari koran Baubau Pos Edisi senin 25 Maret 2013. "Polsek Wolio Gelar Operasi Pekat, Lima Pasangan Mesum Terjaring Razia", begitu judul yang terpampang dihalaman depan media lokal ini. Sebanyak lima pasangan bukan suami istri terjaring Razia pada minggu dini hari (24 Maret 2013). Diantara mereka, sepasang remaja usia sekolah juga diamankan. 
       Informasi tentang terjaringnya pasangan mesum ini, selain memprihatinkan banyak pihak, sekaligus juga peringatan akan bahaya yang lebih hebat. Apa bahaya itu? Mari kita coba melihat kejadian di kota-kota lain di Indonesia. Jika kita melihat data enam tahun kebelakang, berdasarkan berita yang di muat di Media Indonesia, 6 Januari 2007, 85% remaja 15 tahun berhubungan sex. Warta Kota, 11 Februari 2007 mewartakan bahwa separo siswa di Cianjur Ngeseks. Sedangkan di Republika, 1 Maret 2007, disebutkan bahwa 50% remaja perempuan di Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah. 
       Dampak dari itu semua adalah ancaman terkena PMS alias Penyakit Menular Seksual. PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut the Centers for Disease Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun. Hampir seluruh PMS dapat diobati. Namun, bahkan PMS yang mudah diobati seperti gonore telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS lain, seperti herpes, AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yang disebabkan oleh virus, tidak dapat disembuhkan. Beberapa dari infeksi tersebut sangat tidak mengenakkan, sementara yang lainnya bahkan dapat mematikan. Sifilis, AIDS, kutil kelamin, herpes, hepatitis, dan bahkan gonore seluruhnya sudah pernah dikenal sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS dapat berlanjut pada berbagai kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks dan berbagai komplikasi kehamilan. 
       Penting untuk diperhatikan bahwa kontak seksual tidak hanya hubungan seksual melalui alat kelamin. Kontak seksual juga meliputi ciuman, kontak oral-genital, dan pemakaian “mainan seksual”, seperti vibrator. Tidak ada kontak seksual yang dapat benar-benar disebut sebagai “seks aman”. HIV/AIDS merupakan PMS paling menakutkan.
         AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Syndrome) yang biasanya akan membawa kematian pada akhirnya. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. 
       Seorang teman pernah berkomentar di Facebook terkait dengan adanya romah kost di Kota Baubau yang boleh diisi oleh lelaki dan wanita. Maksudnya adalah mereka tetap beda kamar, tapi masih satu atap dan tanpa kontrol dari pemilik kost. Belajar dari Yogyakarta, kalau tidak salah, tahun 2005 yang lalu terbit perda yang berisi keharusan para pemilik kost agar tinggal bersama (satu atap) dengan pemakai jasa kostnya. Perda ini dilatarbelakangi oleh keluhan, laporan dan temuan masyarakat terkait maraknya seks bebas di rumah kost, sekaligus kontrol para memilik kost terhadap potensi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
       Yang ingin kami sampaikan pada tulisan ini adalah jangan sampai kita melakukan pembiaran terhadap berbagai kejahatan dan perilaku anti-sosial di Kota ini. Kerena apabila kejahatan ataupun ketidakteraturan kecil dibiarkan tanpa ditindaklanjuti maka akan lebih banyak orang melakukan hal yang sama dan bahkan menyebabkan terjadinya kejahatan dan perilaku anti-sosial dalam skala yang lebih besar (Teori Jendela Pecah).

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More