 |
Sumber gambar: Sharing_Dhani91blogspot.com |
Awal tahun 2016 yang lalu, Saya mendapat sms dari seorang teman, berdomisili di Kota Baubau, yang bertanya tentang perilaku suka sesama jenis (Homoseks). Pesan tersebut beliau sampaikan sebab ada tetangganya yang berprilaku demikian. Ini “laporan resmi” pertama yang masuk ke handphone (HP) Saya, setelah sebelumnya hanya (sekedar) mendengar informasi sejenis dari beberapa orang.
Oh iya, homoseks adalah salah satu istilah dalam dunia LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender). Berbicara tentang LGBT, ia adalah fenomena gunung es. Secara langsung maupun tidak langsung, ada orang yang bermasalah dengan LGBT, hanya saja mereka tak tahu harus berbicara pada siapa dan bagaimana solusinya. Pada saat yang sama, mereka juga malu dengan apa yang sedang dialaminya.
Saya mencoba mencari-cari data tentang jumlah LGBT di Indonesia. Laporan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) yang dikutip dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (Republika.co.id, 23 Januari 2016) mengungkap bahwa jumlah laki-laki yang berhubungan sex dengan laki-laki (LSL) alias Gay, sudah mencapai angka jutaan.
Berdasarkan estimasi Kemenkes pada 2012, terdapat 1.095.970 LSL baik yang tampak maupun tidak. Lebih dari lima persennya (66.180) mengidap HIV. Sementara, badan kesehatan dunia (WHO) memprediksi jumlah LGBT jauh lebih banyak, yakni tiga juta jiwa pada tahun 2011.
Beritapenatajam.com (25 Januari 2016), mengabarkan Indonesia menjadi negara kelima terbesar di dunia dalam menyumbang LGBT (lesbi, gay, biseksual dan trangender), setelah China, India, Eropa dan Amerika. Sejumlah lembaga survey independen dalam dan luar negeri menyebutkan bahwa negara kita memiliki populasi 3% LGBT.
Ini juga berarti bahwa sekitar 7,5 juta dari 250 juta penduduk Indonesia adalah LGBT. Artinya, dari 100 orang yang berkumpul pada suatu tempat, 3 (tiga) diantaranya memungkinkan mereka adalah LGBT.
Pertanyaannya adalah berapa jumlah LGBT di Kota Baubau? Jawabannya Saya tidak tahu. Tapi kalau ditanya, “adakah LGBT di Kota Baubau?” Maka jawabannya adalah Ada.
Sebelum kita berbicara lebih lanjut, ada beberapa istilah yang perlu dipahami terlebih dahulu. Agung Sugiarto (Sinyo) dalam bukunya yang berjudul ‘Anakku Bertanya tentng LGBT’, mengatakan bahwa banyaknya istilah yang dipakai oleh masyarakat Indonesia dalam dunia LGBT kadang menimbulkan salah pemahaman.
Menurutnya, agar tidak salah kaprah, ada 2 (dua) hal yang harus dipahami terkait hadirnya istilah dalam dunia LGBT: Pertama, Orientasi Seksual, yaitu keinginan mendasar dari individu untuk memenuhi kebutuhan akan cinta, berhubungan dengan kedekatan atau rasa intim. Bisa jadi akan berkembang sehingga terjadilah ikatan antara 2 (dua) insan.
Kedua, Tindakan atau aktivitas seksual. Diartikan sebagai perilaku yang menggambarkan ekspresi dengan erotisme. Sedangkan erotisme adalah kemampuan secara sadar dalam mengalami hasrat akan dorongan seks, orgasme atau mungkin hal lain yang menyenangkan berkaitan dengan seks.
Dari dua komponen tersebut, maka nantinya akan mudah membedakan istilah-istilah seperti: Same-sex Attraction (SSA), Gay dan Lesbian, Homoseks, MSM atau WSW, Biseksual, Transeksual dan Transgender, Interseks, Sex Worker, Aseksual, LGBT, Straight (heteroseksual), Homophobia, Banci dan Waria (shemale).
LGBT sendiri merupakan istilah yang digunakan pada awal tahun 90-an sampai sekarang. Lebih mudahnya, orang yang mempunyai orientasi seksual dan identitas homoseksual, biseksual atau yang lain (selain heteroseksual), dapat disebut LGBT.
Sedangkan homoseks, mengacu pada pemahaman kebanyakan negara, yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan dan menekankan tindakan atau hubungan seksual sesama jenis.
Menurut Indra Kusumah, S.Psi., M.Si., CHt. (Pakar psikologi, Terapis, Trainer TRUSTCO dan Penulis buku 'Keajaiban MotivAksi: Rahasia Sukses Sang Juara), dalam indonesiaamanah.com (2 Maret 2015), LGBT didapat dari faktor eksternal seperti pola asuh, pergaulan, hingga media. Ketika ditanyakan padanya apakah homoseksual bisa disembuhkan? “Insya Allah bisa!” jawab Indra.
Sekedar informasi, hari Sabtu yang lalu (24 April 2016), Saya diminta untuk berbicara tentang LGBT pada seminar yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga kemahasiswaan di Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan). Saat itu Saya dipanelkan dengan Bapak Agus Sugeng Widodo SST, MM. Beliau adalah seorang Ustadz yang juga saat ini menjabat sebagai Kepala Bandara Betoambari Kota Baubau.
Ust Agus, begitu para peserta menyapanya, memaparkan LGBT dari sudut pandang Islam. Kata Beliau, dalam Islam, LGBT adalah haram. “Selesai!!!”, tegasnya. Maaf, Saya perlu menyampaikan pernyataan Kepala Bandara ini, untuk menegaskan jikalau ada yang menanyakan pandangan Islam tentang LGBT.
Adakah dampak yang ditimbulkan oleh LGBT? Ada!!!. Siti Nurhayati, S.Kep, dalam artikelnya di dakwatuna.com, merinci beberapa diantaranya. Ia mengutip pendapat Prof. DR. Abdul Hamid El-Qudah, spesialis penyakit kelamin menular dan AIDS di asosiasi kedokteran Islam dunia (FIMA) di dalam bukunya yang berjudul ‘Kaum Luth Masa Kini’:
Pertama, Dampak kesehatan. 78% pelaku homo seksual terjangkit penyakit kelamin menular. Rata-rata usia kaum gay adalah 42 tahun dan menurun menjadi 39 tahun jika korban AIDS dari golongan gay dimasukkan ke dalamnya. Sedangkan rata-rata usia lelaki yang menikah dan normal adalah 75 tahun. Rata-rata usia Kaum lesbian adalah 45 tahun sedangkan rata-rata wanita yang bersuami dan normal 79 tahun.
Kedua, Dampak sosial. Penelitian menyatakan bahwa seorang gay mempunyai pasangan antara 20-106 orang per tahunnya. Sedangkan pasangan zina seseorang tidak lebih dari 8 orang seumur hidupnya. 43% dari golongan kaum gay yang berhasil didata dan diteliti menyatakan bahwasanya selama hidupnya mereka melakukan homo seksual dengan lebih dari 500 orang. 28% melakukannya dengan lebih dari 1000 orang.
Ketiga, Dampak Pendidikan. Adapun dampak pendidikan di antaranya yaitu siswa ataupun siswi yang menganggap dirinya sebagai homo menghadapi permasalahan putus sekolah 5 kali lebih besar daripada siswa normal karena mereka merasakan ketidakamanan. Dan 28% dari mereka dipaksa meninggalkan sekolah.
Keempat Dampak Keamanan. Kaum homo seksual menyebabkan 33% pelecehan seksual pada anak-anak di Amerika Serikat; padahal populasi mereka hanyalah 2% dari keseluruhan penduduk Amerika. Hal ini berarti 1 dari 20 kasus homo seksual merupakan pelecehan seksual pada anak-anak, sedangkan dari 490 kasus perzinaan 1 di antaranya merupakan pelecehan seksual pada anak-anak.
Lantas, bagaimana cara menyikapi pelaku LGBT? Ummi-online.com (29 Juni 2015) menyampaikan beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk menyikapi LGBT: Pertama, berhenti mencaci maki dan sumpah serapah terhadap LGBT. Kedua, Ganti menyebar sumpah serapah dengan menyebarkan fakta-fakta mengenai bahaya LGBT. Ketiga, Jika ada keluarga sendiri yang terkena LGBT, cari tahulah apa alasannya melakukan LGBT, jangan malah dikucilkan!
Keempat, Manfaatkan isu LGBT yang semakin meluas ini untuk mencari tahu apa itu LGBT, apa saja yang mereka lakukan, cirri-ciri, dan cara pengobatan serta pencegahannya, agar kita bisa menjadikannya sebagai ladang amal untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Dan Kelima, Bukalah diri untuk menjadi penyembuh, bukan penyebar kebencian.