Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 11 November 2017

Manja

Sumber gambar: google

"Makanan apa yang paling Anda sukai?", tanyaku pada seorang mahasiswa. "Bakso", jawabnya. "Berapa kali dalam sebulan dikau menghabiskan semangkuk bakso?", tanyaku lagi. "Jarang (sih)", akunya.

Maaf, percakapan kami di atas sekedar untuk menunjukkan seberapa sering seseorang memanjakan tubuhnya. Oh iya, bukankah tubuh kita punya hak untuk dimanja?

Ya iyalah, pastinya begitu. Dan menghabiskan semangkuk bakso yang memanjakan lidah adalah salah satu cara untuk memenuhi hak itu. Bakso adalah tentang mahasiswa yang Saya tanyai di atas. Bagi sahabat yang lain, belum tentu sama.

Banyak lho, orang yang justru kikir dengan dirinya sendiri. Tak mau mengajak tubuh sekedar bermanja. Ia punya masakan favorit, dan punya cukup rupiah, tapi pelit untuk membelinya, dengan alasan irit pengeluaran.

Sementara pada hal-hal yang tak perlu, sekedar untuk menjawab provokasi teman atau tetangga akan sesuatu (demi gengsi), dirinya rela menghamburkan uang.

Well, terpenuhinya kebutuhan akan kemanjaan ini sesungguhnya akan menghadirkan efek positif bagi diri. Sehat, tenang dan nyaman. sesuatu yang menghindarkan dari stress dan sebabkan kita siap menghadapi hari. Tapi tentu saja dalam hal memanjakan tubuh ini, kaidah tak berlebih-lebihan harus dipegang erat.

Rumahku Surgaku

Sumber gambar: google

Kedua anak itu sangat nyaman bermain di rumah tetangganya. Namanya Fulan & Fulanah. Laki dan perempuan usia Sekolah Dasar. Nyaris tiap hari mereka menghabiskan waktunya di gubuk jiran.

Suatu hari keduanya pernah bercerita. Sebab ulah kedua orang tua yang seringkali memukul dan membentak, bocah-bocah itu jadi tak betah di rumah. Maka pergilah mereka mencari rumah yang nyaman, sekaligus tempat yang dapat mengobati luka hatinya.

Dan sungguh beruntung keduanya menghabiskan waktu di rumah tetangga yang satu itu. Sebab selain nyaman buat fitrah perkembangan dan mendapatkan pendidikan Agama, bocah-bocah itu juga sangat dihargai potensi dan keberadaannya.

Saya menyebut anak-anak itu juga beruntung sebab jika hanya ingin mendapatkan rasa nyaman, pilihannya sangat banyak dan beragam. Narkoba termasuk dari pilihan itu. Dan para pengedarnya sangat jeli melihat sasaran. Anak-anak Korban 'Broken Home' dan tanpa perhatian menjadi sasaran empuk para predator.

Belajar dari kasus-kasus remaja pengguna Narkoba, kasus Pil PCC yang menghebohkan beberapa hari yang lalu, menurut pendapat Saya, sebagian penggunanya adalah anak-anak yang tidak mendapatkan kenyamanan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Rumah ibarat neraka. Hingga pergilah mereka mencari kebahagiaan di luar rumah, walau tak tahu sarana untuk mewujudkan keinginannya itu benar atau salah.

Jadilah Pil PCC sebagai salah satu pilihan memperoleh kebahagiaan. Ya, awalnya dengan benda itu mereka merasa enak dan fly. Harapannya dengan menggunakan pil itu, problem hidup akan terselesaikan. Kebahagiaan akan diperoleh. Tapi ternyata tidak. Itu hanya fatamorgana. Pada akhirnya efek merusak dari obat itu bisa kita saksikan bersama. Potensi generasi bisa rusak karenanya.

Apa yang ingin Saya katakan pada catatan singkat ini adalah buatlah rumah kita menjadi hunian yang nyaman buat anak-anak. Jadikan Surga buat mereka. Pada saat yang sama kedua Ibu-Bapak harus menjadi orang tuanya manusia. Dengan begitu, kita akan menghadirkan generasi yang dewasa secara fisik dan mental, serta bermanfaat bagi Agama, bangsa dan negri tercinta.

476 Tahun Kota Baubau: Sejarah Singkat & Pesan untuk Masa Depan

Sumber gambar: bolehtanya.com
Beberapa tahun yang lalu, seorang tamu penting (pejabat) dari Jakarta berkunjung ke Kota Baubau. Alhamdulillah Saya diberi kesempatan untuk membersamai beliau. Sebelum kedatangannya ke Kota Semerbak ini, beliau sempat bertanya dalam hati, mengapa kota dengan simbol naga dan nanas ini diberi nama dengan Baubau?

Untuk menjawab rasa penasarannya, ia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Kota yang dahulu menjadi pusat Kesultanan Buton ini. Ketika membuka peta Sulawesi Tenggara, dirinya melihat sebuah pulau kecil di sebelah timur pulau Buton yang bernama Wangi-wangi. Karena Baubau dan Wangi-wangi berada dalam satu Provinsi, maka kesimpulan sederhana muncul dalam lintasan pikirannya, bahwa secara etimologis (asal kata) Baubau berarti adalah sebuah aroma yang mengganggu indera penciuman. Tapi benarkah demikian?

Dahulu Saya pernah bertanya pada Ibu Saya, mengapa tempat lahirku ini bernama Baubau? Kata ibuku, nama tersebut berasal dari para pelaut Bugis yang menetap di sekitar kali dekat Jembatan Gantung. Kebanyakan dari para pelaut itu bermarga ‘Bau’. Sehingga tempat mereka bermukim itu akhirnya disebut dengan nama Baubau.

Belakangan Saya menemukan catatan Yusran Darmawan dalam buku ‘Menyibak Kabut di Keraton Buton’ yang menjelaskan tentang asal usul nama Baubau. Semua bermula di abad 17, saat Sultan Hasanuddin, Sang ‘Ayam Jantan dari Timur’ memimpin perlawanan rakyat Gowa menghadapi VOC. Sebuah perang dahsyat yang lalu berakhir dengan perjanjian Bongaya.

Ketegangan yang terus meningkat antara Gowa VS Kongsi Dagang Belanda di Sulawesi Selatan saat itu menyebabkan beberapa bangsawan Bugis meninggalkan daerahnya dan mencari tempat yang aman untuk bermukim. Buton menjadi salah satu pilihan mereka, sebab selain aman, daerah dengan teluk indah ini juga mudah dijangkau.

Nah, kebanyakan bangsawan Bugis yang datang ke Buton saat itu memakai gelar ‘Andi Bau’ di depan nama mereka, sebagai tanda kebangsawanan. Para imigran ini lalu menetap dipinggiran pantai, daerah sekitar kali yang membelah Kota Semerbak. Sebuah lokasi yang tak jauh dari dermaga. Dari nama para bangsawan yang bergelar ‘Andi Bau’ inilah maka daerah sekitar kali dan pinggiran pantai itu dinamakan dengan Baubau.

Tapi, ada juga yang mengatakan bahwa nama Baubau berasal dari kata ‘Bhaau’. Demikian La Ode Abdul Munafi dan Andi Tenri dalam kumpulan catatan mereka di buku ‘Dinamika Tanah Wolio’. Kata ‘bhaau’ adalah bahasa Wolio (Buton) yang berarti baru, yang dalam pengertian ini menunjuk sebuah kawasan hunian/kota baru. Mengapa disebut kota baru?

Begini ceritanya, pada abad ke-19, dimasa pemerintahan Sultan Buton ke-29, La Ode Muhammad Aydrus Qaimuddin, terjadi kebakaran hebat dalam Benteng Keraton Wolio. Nenek Saya pernah bercerita bahwa saat itu, Benteng Keraton adalah wilayah padat penduduk. Saking padatnya, atap rumah warga saling bertemu antara satu dengan lainnya. Hingga seekor kucing cukup berjalan melalui atap jika ingin berpindah ke rumah tetangga. Maka ketika api mulai membakar, dengan cepat merambat menghanguskan banyak bangunan lainnya.

Peristiwa ini kemudian membuat sebagian keluarga keraton akhirnya memutuskan untuk keluar meninggalkan benteng mencari area pemukiman baru. Beberapa menetap di  kawasan perbukitan seperti Baadia dan Baariya, atau turun ke pesisir pantai wilayah Tarafu, Wameo dan Bone-bone. Sebagiannya lagi memilih untuk tinggal di sebuah kawasan yang terletak diantara Nganganaumala-Kotamara dan Bonesaala. Nah, lokasi inilah yang kemudian diberi nama Baubau (Kota Baru).

Tahun 2001, tempat yang akan dijadikan Ibu Kota calon Provinsi Kepulauan Buton (Kepton) ini, mekar dan memisahkan diri dari kabupaten Buton. Dan para pemimpin kita saat itu sepakat memberi nama daerah yang kini berpenduduk kurang lebih 160 ribu jiwa ini dengan sebutan Kota Baubau.

Pada Bulan Oktober 2017, kota yang saat ini dinakhodai oleh Bapak Drs. H. AS Thamrin, MH, akan merayakan hari jadinya yang ke-476. Sudah tua juga ya? Usia yang hanya selisih 14 tahun dengan umur kota Jakarta yang saat ini memasuki 490 tahun. Jika Ibu Kota Republik Indonesia menetapkan hari jadinya berdasarkan kemenangan Fatahillah atas portugis di tahun 1527, maka kota Baubau berpijak pada pelantikan Sultan Buton pertama yang bergelar Asulthoni Qaimuddin Khalifatul Khamis (Sultan Murhum) pada tahun 1541.

Oh Iya, pada tahun 1613, Jan Pieterszoon (JP) Coen pernah mengunjungi Baubau. Sebagaimana ditulis oleh Susanto Zuhdi dan Muslimin AR Effendy dalam ‘Perang Buton VS Kompeni-Belanda 1752-1776’, JP Coen mencatat bahwa penduduk Kesultanan Buton yang berpusat di Wolio (Baubau) itu pada umumnya miskin, sebab tidak banyak komuditas yang dapat diperjualbelikan, kecuali budak yang murah.

Tapi disisi lain, pria kelahiran Belanda yang juga adalah pendiri Kota Batavia ini menulis: “Dit is een groot, ende oock peupileert landt, hebbende schoon hout daervan men, na wens ende begeerten, vaertuych souden connen maken als men maer volck brochte”, yang berarti bahwa Buton adalah pulau besar dengan kayu yang diminati orang sebagai bahan untuk membuat perahu.

Catatan Sang meneer yang akhirnya tewas saat Sultan Agung Hanyokro Kusumo, penguasa Mataram Yogyakarta menyerang Batavia di tahun 1629 ini, cukup berkesan buat Saya. Sebab Saya mendapakan gambaran tentang wajah Kota Baubau di abad 17, walau hanya sekilas.

Berbicara soal catatan tentang Kota Baubau, tentu telah banyak buku atau literatur yang menyajikannya. Dan nyaris semua hal tentang negeri Khalifatul Khamis ini telah terungkap. Sejak zaman Majapahit, dalam kitab Negarakertagama (1365) yang ditulis oleh Mpu Prapanca, Negeri Seribu Benteng ini telah ada dalam catatan. Jauh sebelum JP Coen memandangnya dengan penuh decak kagum dari atas geladak kapalnya. Sehingga makin jelas sudah wajah kota ini dalam pandangan.

Tapi bagaimana dengan catatan masa depan kota tua ini? Maju-mundurnya, jatuh-bangunnya, baik-buruknya, tergantung dari generasi yang hadir saat ini. Sebagai warga, Saya berharap hari esok lebih baik dari hari kemarin. Tapi sekali lagi, itu tergantung kita, dan setahu Saya, pena itu masih ada di tangan kita. Maka mari kita tulis catatan indah buat negri yang ditemukan oleh mia-patamianan ini, agar kelak generasi mendatang yang hidup di tanah ini, bangga pada kita.

Jumat, 10 November 2017

Ketika Bahagia Enggan Menetap

Sumber gambar: gambar cantik.blogspot.com

Sandy yakin tak akan menang dalam uji kebolehan sebagai makhluk terbaik di bumi dalam pertandingan yang bertajuk 'makhluk darat vs makhluk laut'. Sebab uji kebolehan itu terjadi di 'Bikini Buttom', habitat penghuni air. Sementara Sandy si Tupai adalah hewan daratan yang tinggal di pepohonan.

Untuk menghadirkan pertarungan yang lebih adil, sang Tupai mengajukan permohonan agar medan unjuk kebolehan dipindahkan juga ke darat. SpongeBob, Patrick, Squidward dan Mr. Crabs yang masih diliputi rasa sombong dan euforia kemenangan, tak keberatan. Bagi mereka, di manapun tempat bertarung, tak akan mengubah keunggulan yang dimiliki makhluk laut terhadap penghuni daratan.

Sandy sudah menunggu di tepi pantai, menanti kedatangan lawan-lawannya. Yang dinanti akhirnya muncul juga. SpongeBob, Patrick, Squidward dan Mr. Crabs berbaris dengan percaya diri menuju daratan. Belum berapa lama menjejakkan kaki di pasir pantai, serangan seekor burung pemangsa membuat keempatnya lari tunggang langgang meloloskan diri dari maut.

Usai selamat dari pemangsa, kini masalah sesungguhnya datang. Mereka butuh air untuk bertahan hidup dibawah terik mentari yang menyengat. Di sini, para hewan laut dangkal itu akhirnya menyerah, terkapar, sekarat dan nyaris mati jika tak segera diselamatkan oleh Sandy.

Singkat cerita, Sponge Bob akhirnya berkata: "kami makhluk laut punya keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk darat, dan sebaliknya, makhluk darat memiliki keunikan yang tak dipunyai binatang penghuni lautan."

Kisah dalam serial kartun 'SpongeBob Square Pants' di atas adalah cerita yang bisa kita jadikan pelajaran dalam kehidupan. Yaitu tentang memahami diri dan lingkungan kita. Ketiadaan pemahaman terhadapnya akan menghadirkan kerugian yang besar. Akibat diselimuti rasa sombong yang melangit, Sponge Bob, Patrick, Squidward, dan Mr. Crabs jadi lupa diri, bahwa mereka takkan sanggup hidup berlama-lama di darat.

Know your self!!! Pemahaman terhadap diri mutlak dilakukan jika ingin menjalani hidup dengan indah. Ainun Zaujah dalam 'Bertemu Cinta di Atas Menara',  berkata: "mengenal dirimu, selaras dengan kebahagiaanmu."

Seorang pemuda sangat benci jika mendengar orang-orang berbicara tentang politik. Penyebabnya adalah pengalaman pahit yang dialaminya pada masa lampau saat bergelut dalam dunia yang penuh dinamika dan butuh mental pejuang itu. Hingga ketika telinganya menangkap sayup-sayup bincang politik, amarahnya mudah tersulut.

Suatu hari, dalam sebuah reuni, ia mendengar para sahabatnya berdiskusi tentang politik. Alih-alih dirinya menghindar dari arena atau meminta dengan baik agar teman-temannya itu mengganti topik pembicaraan, ia justru ikut bergabung dalam arus diskusi. Dan bisa ditebak hasilnya, amarahnya meledak, dan forum reuni nyaris berubah menjadi arena perkelahian.

Inilah yang disebut dengan tak tahu diri. Ia tak mengenal pribadinya dengan baik. Seharusnya dirinya memutuskan untuk meninggalkan arena, agar nyaman dan emosi tak muncul. Tapi tak dilakukannya. Maka meledaklah. Kalau selalu begini, maka bahagia enggan berlama-lama.

Pahlawan: Yang Sedikit, Yang Berkarya

Sumber gambar: Simomot.com

Pernah dengar orang menyebut 'Minoritas Kreatif'? Itu adalah sebuah istilah yang digunakan oleh sejarawan Arnold J Toynbee untuk menjelaskan tentang kelompok kecil orang atau individu yang menyelamatkan peradaban manusia. Dan mereka selalu saja muncul dalam terbit dan tenggelamnya sebuah peradaban.

Oh iya, dalam dunia Ekonomi, ada yang disebut dengan 'Hukum Pareto' atau kaidah 20/80. Tentang 20% produk memiliki nilai 80%  dari seluruh persediaan yang dihasilkan. Artinya adalah, yang sedikit bisa memberikan efek yang besar bagi perusahaan. Malcolm Gladwell dalam 'Tipping Point', menyebutnya dengan 'The Law of The Few'.

Nah, mari bicara tentang yang sedikit tapi berdampak besar itu. Dalam beberapa kesempatan mengisi training motivasi pada para pelajar, Saya sering mengajukan pertanyaan: "mengapa Pahlawan jumlahnya sedikit?" Banyak jawaban cerdas hadir dari lisan mereka, yang pada intinya adalah sang Pahlawan mampu menjawab panggilan sejarah, yang tidak dapat disambut oleh kebanyakan orang pada zamannya.

Lalu, bagaimana individu-individu yang berjasa pada dunia dan kemanusiaan ini bisa hadir? Jawabannya adalah sebab orang-orang yang berjumlah sedikit itu memiliki sensitifitas yang tinggi pada lingkungannya. Peka melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan di masyarakatnya.

Tapi tak berhenti sampai disitu saja, lalu mereka juga memiliki yang Arnold J Toynbee menyebutnya dengan 'self determining' atau kemampuan untuk menentukan apa yang hendak dilakukan secara tepat dan semangat yang kuat. Ia tidak nyaman, lalu bergelaklah dia untuk menyelasaikannya.

Kita tentu sepakat bahwa Pahlawan adalah sosok-sosok yang berpihak pada kebenaran. Itulah mengapa mereka selalu dikenang, sebab telah menanam pohon kebaikan yang buahnya dirasakan oleh banyak orang. Dan manfaat itu terus dinikmati, melewati batas masa. Karenanya ia juga "abadi", selalu hidup di hati rakyat negrinya.

Well, banyak pertanyaan para sahabat yang ditujukan padaku. Mereka sedih dan gelisah dengan mengguritanya problematika yang hadir di masyarakat, tapi banyak yang tak peduli. Bagiku, kegelisahan itu adalah isyarat bahwa jika sang penanya lalu bergerak dengan kemampuan yang dipunyai untuk menyelasaikannya, kemudian membagi energi itu pada yang lain hingga menghadirkan upaya bersama, maka ia adalah orang yang dipercaya oleh zaman untuk menjadi Pahlawan.

Selamat Hari Pahlawan !!!

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More