Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 31 Desember 2012

Spirit Matahari Pertama

Sumber Gambar: Aqilasalmaqamila.files.wordpress.com
       Pagi ini kubuka pintu rumahku, kulihat matahari baru beberapa jengkal di ufuk timur. Seperti biasa, ketika dunia sedang "bernapas", suasana masih sunyi, aktivitas warga Baubau belum juga banyak yang tampak. Sebagian masih enggan meninggalkan pembaringan. Dan saya yakin, khusus pagi ini sebagian warga akan lebih susah lagi menikmati hadirnya Sang fajar. Maklum, malam tadi adalah malam pergantian tahun. Nyaris semalaman warga Kota Semerbak memeriahkannya. Perayaan itu baru berakhir beberapa jam yang lalu. 
        Ditempat saya, Batu Ma Wuwu (BMW), kelurahan batulo, euforia menyambut pergantian tahun baru berakhir kurang lebih 2 (dua) jam menjelang Adzan subuh berkumandang. Warga menyambutnya dengan berjoged ria. Alunan musik bersuara keras yang berjarak kurang lebih 15 meter dari rumah kami, membuatku nyaris tak tertidur semalaman. Saking kerasnya, dinding dan plafon rumah kami kadang ikut bergetar. Beruntung kedua anakku bisa tertidur lelap. Tapi tak apalah. Yang penting para 'Tetanggaku Idolaku' itu bisa bergembira. Dan... Akhirnya sayapun bisa tertidur beberapa saat setelah acara tersebut usai.
          Sambil menikmati pagi bersama anakku, kuputar sebuah lantunan Nasyid yang berjudul 'Demi Matahari' milik grup naysid Snada. Saya menyukainya, sekaligus ngefans sama grup nasyid asal Jakarta ini. Ada bait yang rasanya "bisa" mewakili suasana awal tahun ini: 
 Demi Matahari
 Dan sinarnya dipagi hari
 Demi bulan apabila ia mengiringi 
          Bait diatas mengutip sebuah ayat dalam Al-Qur'an. Menurut para ahli tafsir, ketika Allah, SWT bersumpah dengan menyebut makhluq/ciptaan-Nya, bermakna bahwa makhluq/ciptaan-Nya itu memiliki pengaruh yang luar biasa/penting bagi manusia, kehidupan serta alam semesta. Salah satunya adalah matahari. Tentu kita paham bersama, apalah jadinya dunia tanpa matahari. Pada ayat ini secara khusus disebutkan "Dan sinarnya di pagi hari". Kitapun tahu bersama betapa penting dan bermanfaatnya sinar matahari pagi.
        Selain matahari, Allah juga menyabut masa/waktu (Surat al-Ashr). Khusus tentang masa/waktu, Rijalul Imam menulis dalam bukunya yang berjudul Menyiapkan Momentum sebagai berikut: "Di saat pagi inilah Allah bersumpah dua kali untuk dua waktu yang jaraknya amat berdekatan. Wal fajri (demi waktu fajar) dan wash-shubhi (demi waktu shubuh). Imam Ali pernah ditanya, apa sesuatu yang tidak bernyawa dan tidak berparu-paru tapi bernafas, beliau menjawab, wash-shubhi idza tanaffas (demi waktu subuh ketika dia bernafas). Lalu mengiringi matahari yang naik sepenggalan, Allah pun bersumpah kembali wadh-Dhuha (demi waktu dhuha). Ketika siang pun Allah be rsumpah, wan-nahari idza tajalla (demi siang apabila terang benderang). Masuk sore hari, Allah bersumpah, wal-Ashri. Dan waktu malam, wallaili idza yaghsya (demi waktu malam apabila menutupi—cahaya siang)". 
       Nah, matahari dan waktu. Bukankah juga matahari menentukan waktu? Kita memasuki tahun 2013 berdasarkan perhitungan bumi mengelilingi matahari. Saat matahari pertama kali muncul diufuk timur, kita menyebut potongan hari itu dengan nama pagi. Fakta menunjukkan bahwa di pagi hari manusia dalam keadaan segar bugar dan menyiapkan berbagai pekerjaan yang produktif. 
       Hari ini, saat tersadar dari buaian sang malam, kita menyaksikan matahari pertama di tahun 2013 telah hadir. Kemunculannya pun belum lama. Kita masih di "pagi" hari. Kondisi kitapun masih segar bugar. Karenanya mumpung masih pagi, diwaktu kondisi kita berada dalam keadaan terbaik, Saat dimana kita berada dalam suasana ketika Allah SWT menyebut momentum itu dalam sumpah-Nya (Demi Matahari dan Sinarnya di Pagi Hari), mari kita menatap tahun ini dengan tatapan yang optimis. Tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin. Hasan Al Banna, seorang ulama Mesir pernah berkata: "Kenyataan Hari ini adalah Mimpi Kita Kemarin dan Kenyataan Hari Esok adalah Mimpi Kita Hari Ini".

Sabtu, 29 Desember 2012

Sebuah Pesan dari Toi


"Sejarah adalah Catatan Statistik tentang Denyut Hari, Gerak Tangan, Langkah Kaki dan Ketajaman Akal". 
(Malik Bin Nabi)

        Thai Life Insurance, we see the worthinnes of every life. Saya mengawali tulisan ini dengan memperkenalkan sebuah perusahaan asuransi jiwa di negeri gajah putih, Thailand. Lengkap dengan mottonya, "we see the worthinnes of every life", rangkaian kalimat yang menarik. Tujuannya bukan untuk mengajak kita semua bergabung dalam lembaga asuransi jiwa ini. Sekali lagi bukan. Lagian siapa sih yang mau ke Thailand tuk sekedar daftar asuransi jiwa. Hehehe... 
     Saya begitu tergugah dengan iklan lembaga ini. Tidak sengaja saya menemukannya saat mendownload sebuah film singkat motivasi di youtobe. Tayangan yang berdurasi 3 (tiga) menit ini mencoba mengajarkan kita tentang cara memaknai kehidupan.
      Iklannya dimulai dengan menampilkan seorang kakek yang duduk diatas kursi roda sambil mamandang ke luar jendela di sebuah rumah sakit. Ditangan kirinya masih terpasang infus, dengan botol cairan yang tergantung pada sebuah tiang tepat disisi kirinya. Dari kejauhan terlihat seorang perawat yang sedang mendorong troli. Kemudian muncul pertanyaan dari narator, "Pernahkah anda bertanya pada diri anda sendiri, apakah hidup yang berharga itu?" 
      Lalu ditampilkan seorang pasien wanita yang sedang memetik gitar sambil bernyanyi dengan alunan musik gembira diatas sebuah tempat tidur. Disampingnya tiga orang anak sedang duduk menemaninya sambil pula bernyanyi bersamanya dengan riang gembira. Dijelaskan oleh narator, bahwa wanita yang sedang bermain gitar ini bernama Toi, seorang wanita miskin dan telah ditinggal pergi oleh suaminya. Saat itu dia ditemani oleh Kitty seorang anak perempuan korban broken family, kemudian anak laki-laki penderita Polio bernama Mack, dan Toe, seorang mantan copet yang juga adalah anak laki-laki. 
       Toi mengidap penyakit kanker, dokter mangatakan bahwa hidupnya hanya bisa bertahan tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Tapi Toi mengatakan, "itu adalah sebuah keberuntungan, Saya bisa melakukan banyak hal dalam dua tahun itu". Katanya dihadapan sang dokter. 
      Maka demikianlah yang dilakukan Toi, di "sisa" hidupnya ia mengambil Mack yang lumpuh dijalanan dan memberinya alat yang membuatnya bisa berjalan, merangkul dan memeluk Kitty yang terlantar di malam gelap, dan membebaskan Toe dengan tebusan dari kantor polisi. Mereka bertiga diadopsi.
      Dia selalu berpesan pada Kitty, Mack dan Toe bahwa kehidupan yang berharga bukanlah hidup dengan bergelimang harta, bukan hidup mencari penghormatan dari orang lain, bukan pula hidup dengan umur yang panjang. Tapi hidup yang berharga adalah kehidupan dimana engkau menjadi "seorang manusia yang berharga" dan sebuah kehidupan dimana engkau dapat membuat orang lain berharga juga. 
       Dalam kebersamaan, mereka hidup dalam keceriaan dan kebahagiaan selama kurang lebih dua tahun. Sampai suatu saat. Saat ketika hidupnya akan segera berakhir, saat dimana terakhir kalinya Ia melihat ketiga anak itu. Walau begitu, dia masih sempat bermain gitar membuat orang di sekelilingnya gembira, sambil sesekali ia mengusap air matanya. 
     Sungguh luar biasa filosofi hidup yang dimiliki Toi. Wanita ini sudah memiliki alur dalam menjalani kehidupannya. Jika ada pertanyaan, "Pernahkah kita kita merenungkan mengapa kita ada di dunia ini?" Pertanyaan ini mungkin membutuhkan jawaban filosofis yang "rumit", tapi secara sederhana saya setuju dengan Toi. Pun dengan apa yang dikatakan Albert Schweitzer, "Tujuan hidup seseorang adalah untuk melayani, dan menunjukkan belas kasihan dan keinginan untuk menolong orang lain".
      Lebih dari itu, menghadirkan kemanfaatan bagi orang lain, adalah tanda suksesnya kehidupan seseorang. Menurut John C. Maxwell, sebagaimana dikutip oleh Satria Hadi Lubis dalam bukunya yang berjudul Sukses Jalan Terus, sukses adalah mengetahui apa tujuan hidup Anda; bertumbuh untuk mencapai kemampuan maksimal Anda; dan menabur benih untuk memberikan manfaat kepada lainnya. Napoleon Hill mengatakan sukses adalah mereka yang selalu memberi, membentuk dan mengontrol egonya sendiri, tidak menyisakan tempat untuk mengharapkan adanya keberuntungan atas tiap pekerjaan atau kesempatan, atau atas segala perubahan nasib. 
      Danny Thomas pernah berkata, "....Kesuksesan dalam hidup tidak berlaku dengan Apa yang Anda dapatkan dalam hidup atau apa yang Anda hasilkan bagi diri Anda sendiri. Kesuksesan adalah apa yang Anda lakukan untuk orang lain". Maka itulah yang dilakukan oleh Toi, ia memiliki visi yang jelas tentang kehidupannya. Bahwa hidup adalah membuat diri kita berharga, dan pada saat yang sama membuat orang lain menjadi berharga juga. Inilah kemanfaatan.
        Kita semua berada dalam ruang dan waktu. Dan masing-masing dari kita memiliki jatah usia yang berbeda. Adalah lebih bagus menurut saya jika Yang Maha Kuasa menjadikan kematian kita sebagai sesuatu yang misteri. Kenapa? Biar kita bisa bersiap-siaga dan melakuka amal terbaik sebelum masa itu datang. Untuk itu, barangkali kita perlu merenung kembali, untuk apa kita ada di dunia ini.
        
   

Kamis, 20 Desember 2012

Merah di Bentengku, Flamboyan di Kotaku

       Di akhir tahun 2006, saat baru kembali dari mencari ilmu di "negeri orang", saya biasanya menghabiskan waktu untuk berpetualang mengikuti kata hati mengunjungi tempat-tempat tertentu di Kota Baubau. Maklum, 7 (tujuh) tahun di Yogyakarta dan nyaris tidak pernah pulang, membuat kerinduanku pada kota ini berlipat pangkat. Nyaris semua tempat saya kunjungi, dan tentu saja tempat-tempat wisata yang dapat menghilangkan penat dan menyegarkan kembali pikiran menjadi salah satu targetku. 
      Pada bulan Desember 2006 saya menyempatkan waktu untuk mengunjungi benteng keraton. Kududuk diatas jejeran tumpukan bebatuan yang memanjang itu, sambil menyaksikan hamparan Kota Semerbak yang tampak indah. Dari ketinggian itu, "denyut nadi" Kota ini seolah dapat kita rasakan. Satu yang menarik perhatianku kala itu adalah "tumpukan" bunga dengan warna mencolok diantara hijau dedaunan. Saya menyukainya. Ia tampak begitu indah. Merah menyala diantara hamparan pepohonan yang kulihat dari atas benteng itu. Ternyata bunga serupa banyak pula tumbuh di dalam benteng terbesar di dunia ini. 
       Flamboyan nama bunga itu. Sebenarnya banyak nama yang diberikan untuk bunga yang mekar pada bulan Oktober-Desember ini. Tapi yang paling dikenal adalah nama yang berasal dari bahasa Prancis, Fleur de paradis dan Flamboyan. Orang India menyebutnya gulhamor. Entah sejak kapan tanaman tersebut hadir di tanah Buton. Menurut catatan sejarah, pada abad ke-17 Gubernur Antilles (koloni Spanyol), M. De Poinci adalah orang pertama yang membawa flamboyan dari habitat aslinya di Madagaskar. Berkat jasa beliaulah, sampai akhirnya kita bisa menikmati keindahannya yang cemerlang dengan warna merah dan jingga di Kota kita tercinta ini. Saksikanlah saat ia menggugurkan daunnya. Meriah euy. 
      Uniknya, ternyata nama flamboyan dipakai juga untuk menggambarkan "tindak tanduk" atau pesona seseorang. Misalnya Andre Agassi. Waktu masih di bangku SMP dulu, Saya sering mendengar pembawa acara olah raga atau pembaca berita di televisi menyebut petenis asal Amerika Serikat ini sebagai flamboyan. Dengar-dengar, sekarang kata itu juga sedang disematkan untuk David Beckham, mantan punggawa Real Madrid dan Manchester United. Dalam kamus Inggris-Indonesia yang ditulis oleh John M. Echols dan Hassan Shadily, flamboyan diartikan (ber)semarak. Jika kata ini disandingkan dengan kata personality (f. Personality) maka akan berarti pembawaan yang semarak, pribadi yang cemerlang. Mungkin secara sederhana bisa kita artikan sebagai pribadi penuh warna. Jika memang demikian, maka dua tokoh Olah Raga di atas (Andre Agassi dan David Beckham) memang cocok jika dianugerahi "gelar" flamboyan. 
      Selalu menarik dan unik menurut saya jika berbicara tentang pribadi yang cemerlang. Saking uniknya, Anis Matta khusus menulis buku tentang pribadi yang cemerlang itu. Buku yang Ia beri judul Delapan Mata Air Kecemerlangan. Menurut penulis produktif yang juga Wakil Ketua DPR RI ini, seseorang dikatakan cemerlang jika mampu melewati tiga tangga alias menggabungkan tiga kekuatan sekaligus. 
    Kekuatan apakah itu? Mereka adalah kekuatan pribadi, kekuatan sosial dan kekuatan profesionalisme. "Ia menjadi kuat secara pribadi, karena ia memiliki paradigma kehidupan yang benar dan jelas, struktur mentalitas yang solid dan kuat, serta karakter yang kokoh dan tangguh. Ia menjadi kuat secara sosial, karena ia memiliki kesadaran partisipasi yang kuat, asset kebajikan yang terintegrasi dengan komunitasnya, serta menjadi faktor perekat dan pembawa manfaat dalam masyarakat. 
      Ia juga menjadi kuat secara profesi, karena ia bekerja pada bidang yang menjadi kompetensi intinya. Hal ini menyebabkan ia selalu berorientasi pada amal, karya dan prestasi serta secara konsisten melakukan perbaikan dan pertumbuhan yang berkesinambungan". Jelas Anis.
    Jika kita mau membangun kembali manusia-manusia cemerlang tersebut, maka kita harus mempertemukan kembali manusia-manusia ini dengan mata air kecemerlangan mereka. Menurut Anis Matta, ada 8 (delapan) mata air kecemerlangan; konsep diri yang jelas dan kuat, struktur pengetahuan dan pemikiran yang solid, tekad bulat yang kuat membaja, asset fundamental (waktu dan kesehatan) yang termanajemen secara baik dan efisien, karakter dasar yang kuat dan tangguh, integrasi sosial, kontribusi yang nyata, dan konsistensi yang membuatnya bertahan di puncak.
     Mungkin ada yang berbeda dalam mengartikan kata cemerlang dan kualifikasi apa yang seharusnya mereka miliki. Tapi intinya menurut saya adalah mereka semua selalu meriah seperti bunga flamboyan. Tumpukan merah diantara hijau dedaunan. Terlihat indah diantara hamparan pepohonan. 
        Dalam konteks Butuuni, kita selalu mendambakan hadirnya manusia-manusia flamboyan. Yang mampu memberikan warna meriah baginya. Dan konsep kecemerlangan di atas kiranya bisa menjadi pilihan landasan kita bersama untuk menapaki tapak-tapak pengabdian di daerah kita tercinta ini.

Senin, 17 Desember 2012

Nelson Mandela & AS Tamrin dalam Healing Current Magazine


         Suatu saat di tahun 2010, saya duduk asyik menyaksikan sebuah film menarik sekaligus luar biasa. Lewat channel sebuah stasiun televisi, di siang itu, saya terpukau dengan sajian film drama biografi yang berdurasi kurang lebih 2 (dua) jam. Judulnya adalah Invictus. Sebuah film yang diangkat dari buku Playing the Enemy: Nelson Mandela and the Game that Made a Nation karya John Carlin. Tak tanggung-tanggung, film ini disutradarai oleh sutradara terkenal Clint Eastwood. Pemeran-pemerannya adalah para aktor papan atas Hollywood yaitu Morgan Freeman dan Matt Damon. Film ini menceritakan tentang peristiwa di Afrika Selatan sebelum dan selama Piala Dunia Rugby tahun 1995, yang diselenggarakan di negara itu setelah pembongkaran apartheid.
     Saat mengunjungi situs Wikipedia, saya akhirnya mengetahui bahwa film ini ternyata mendapatkan beberapa penghargaan bergengsi. Diantaranya adalah Broadcast Film Critics' Association Award (2010), Golden Globe (2010), NAACP Image Award, National Board of Review (2009), Screen Actors' Guild (2010) dan Penghargaan WAFCA (2009). Apakah memang film-film inspiratif seperti ini selalu mendapatkan banyak penghargaan? Mungkin saja, karena beberapa waktu yang lalu, salah satu film inspiratif lainnya, yang juga film kesukaan saya, The Kings Speech, lewat aktornya Colin Firth mendapatkan Academy Awards.
        Ada kalimat menarik dalam film ini yang keluar dari lisan Nelson Mandela (Morgan Freeman) di hari perdana Ia memasuki istana kepresidenan. Mandela kaget melihat staf kepresidenan yang rata-rata berkulit putih dan memperlihatkan sikap kaku dan sibuk mengemas barang mereka. Dalam benak para 'kulit putih' ini, sekaranglah saatnya mereka didepak dari kantor itu. Saat dimana karir mereka akan memasuki jurang yang cukup dalam. 
      Tapi apa yang dilakukan Mandela justru diluar dugaan. Setelah semua staf itu dikumpulkan, Presiden yang pernah dipenjara dan di siksa oleh rezim kulit putih ini malah berkata: Of course, if you want to leave, that is your right. And if in your heart you feel that you can not work with your new government then it is better if you do leave right away. But if you are packing up because you fear that your language or the color of your skin or who you worked for before disqualifies you from working here, I am here to tell you to have no such fear. What is today is today, the past is the past, we look to the future now
       Segera kubuka buku 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah, karya Michael H. Hart, sekedar untuk memastikan apakah tokoh ini masuk dalam catatan pada Bab "Penghargaan dan Minat yang Terlewat". Ternyata juga tidak. Menyaksikan kenegarawanan dan ketokohan orang ini pikiran saya langsung meneropong pada buku tersebut. Pikiran sederhana saya berkata; seorang pemimpin yang lebih mengedepankan visi kenegaraan ketimbang larut dalam ego masa lalu yang biasanya berujung pada pelampiasan dendam yang dapat menghancurkan 'rumah besar' sebuah negara (Afrika Selatan), mestinya juga masuk/setidaknya ada dalam catatan pada Bab  "Penghargaan dan Minat yang Terlewat"-nya Michael H. Hart. Tapi... Pastinya Nelson Mandela belum memenuhi kriteria Hart. 
        Memaafkan... Kata ini begitu indah di dengar dan begitu nyaman di dada. Inilah yang dilakukan Presiden 'Kulit Hitam' pertama di Afrika Selatan itu. Sebuah kata yang baik, tapi mungkin amat susah bagi sebagian orang untuk melakukannya. Dibutuhkan kebesaran jiwa, kelapangan dada, kekuatan visi yang biasanya hanya dimiliki oleh orang-orang hebat dalam sejarah. Kata ini juga sekaligus mewakili rasa cinta dan pengabdian bagi sesama. Maka benarlah apa yang dikatakan Robert Muller: "Memaafkan adalah suatu bentuk cinta yang paling indah dan mulia. Sebagai balasannya, Anda akan mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan".
      Martonis Tony dalam bukunya Nyala Satu Tumbuh Seribu memberikan informasi berharga kepada kita semua tentang sebuah riset di negeri Paman Sam. Para ilmuwan Amerika telah membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan lebih sehat jiwa dan raganya. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Ada sisi lain yang menarik dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik; tidak hanya secara batin namun juga jasmani. Berdasarkan penelitian tersebut, gejala-gejala kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stres, susah tidur dan sakit perut, sangatlah berkurang pada orang-orang ini. 
        "Demikian sebagian isi artikel berjudul Forgiveness yang diterbitkan Healing Current Magazine edisi September-Oktober 1996", Jelas Tony. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau peristiwa dapat menimbulkan emosi negatif dalam diri orang yang marah, bahkan merusak keseimbangan emosional dan kesehatan jasmaninya. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa setelah orang-orang yang diteliti itu sadar tentang pengaruh buruk marah, maka mereka berkeinginan untuk memperbaiki hubungannya dengan orang lain. Mereka mengambil langkah-langkah untuk menyelematkan sesama.  
           Jadi, setiap kali memberi maaf dengan hati yang ikhlas dan jiwa yang tulus, tanpa disadari, kita sebenarnya tengah mengurangi risiko terkena pengakit jantung, stroke, ginjal, darah tinggi, bahkan kematian, akibat marah yang berlebihan. Tidak hanya itu, dengan memaafkan kitapun bisa mendapat teman sekaligus pengetahuan. 
         Dihalaman depan Harian Baubau Pos, Edisi Rabu, 12 Desember 2012, terpampang sebuah berita yang diberi judul 'Perjalanan' Proses Pilwali Jadi Catatan AS Tamrin. "...AS Tamrin juga mengungkapkan bahwa ketika menghadapi pilwali, banyak hal yang dihadapi. Sewaktu di Jakarta dia sempat berpikir untuk islah (damai-red). Karena menurutnya tidak ada gunanya terjadi kesalahpahaman antara dirinya dan siapapun". Demikian koran tersebut menulis. Ini adalah sambutan pertamanya dihadapan masyarakat dan simpatisan setelah tiba dari jakarta setelah mengikuti sidang di MK. 
         Ada kata-kata AS Tamrin (Walikota Baubau 2013-2018) yang juga di kutip koran tersebut:
 "Tidak ada gunanya kita bertengkar terus. Tetapi juga kita punya catatan-catatan tentang perjalanan ini, tapi tidak bisa hilang, tidak bisa, kita difitnah orang, dihujat, itu tidak boleh," 
      Tiap kita, mungkin memiliki tafsir yang berbeda terhadap statement ini. Tapi bagi saya pribadi, saya menangkap sebuah pesan baik untuk Kota Baubau. Ada kebesaran jiwa pada diri beliau, dan ini adalah salah satu syarat seorang pemimpin.
        Diakhir berita Iapun berujar: "Saya tahu yang datang ini kebanyakan Tampil-Mesra, tapi ada juga yang bukan. Masih saya berjuang di rumah ini saja banyak yang lari, ada juga malah susupan, Saya tahu itu. Apalagi sekarang, tetapi saya tidak akan sentimen begitu, tidak akan dendam, seperti yang saya katakan tadi, saya tahu apa yang terjadi dan saya tahu apa yang akan saya lakukan"
       Jika memang beliau tidak sentimen dan tidak dendam, dan saya yakin begitu, maka sayapun memastikan, sebagaimana tertulis dalam Healing Current Magazine di atas, bahwa beliau adalah orang yang terjaga kesehatannya.
        Dalam tulisan ini, Saya sebenarnya tidak sedang membandingkan antara Nelson Mandela dan AS Tamrin. Saya hanya ingin menyampaikan sebuah makna yang mengandung kebesaran jiwa yang itu bisa dimiliki oleh semua orang. Memaafkan... Kata yang indah, enak di dengar, nyaman didada, memberi efek luar biasa pada kesehatan, serta menghadirkan kebaikan di lingkungan/daerah kita berada. Kata ini ibarat sebuah oase di tengah membudayanya politik yang tidak sehat. Dan masyarakat tentu sudah bosan dengan sajian politik yang tidak mendidik seperti ini.
       Dengan memulai pada titik ini (memaafkan) saya kira akan tercipta daya dukung yang luar biasa dari masyarakat terhadap program dan suksesi pembangunan. Dan dari titik ini pula, akan tercipta Quantum Leadership. Sebuah kepemimpinan yang kata Rijalul Imam dalam bukunya Quantum Leadership of King Solomon akan melejitkan seluruh potensi kepemimpinan; bukan saja potensi pemimpinnya. Disamping bertumpu pada kualitas individu pemimpin, Quantum leadership menekankan lingkungan kepemimpinan yang mendukung hadirnya lompatan kepemimpinan (Quantum Leap Leadership). Bukan saja pemimpinnya yang melompat sendirian, tapi juga semuanya harus mengalami quantum atau lompatan bersama.

Jumat, 14 Desember 2012

ROMEO MAJNUN DARI BURUKENE

Sumber gambar: www. gramediapustakautama.com
       Desa Burukene, jaraknya tidak begitu jauh dari polsek Batauga. Saya pernah ke sana sekali, khusus mengunjungi rumah duka dan keluarga pasien yang meninggal di RSUD Kota Baubau. Sang pasien menghembuskan nafas terakhir dengan 'luka bakar' akibat si jago merah yang menjilat nyaris sekujur tubuhnya. Kurang lebih sebulan kami merawatnya, tapi nyawanya tak tertolong lagi. Desa itu begitu asri. Saat menapaki jalan setapak berbatu di tempat itu, rasa nyaman tiba-tiba hinggap di dada. Saat itu siang hari, tapi rasanya begitu tenang, sunyi, senyap. Ahh.. Mungkin memang beginilah suasana pedesaan. 
     Tapi, beberapa hari ini Burukene begitu terkenal. Sejumlah media lokal Kota Baubau memberitakan kejadian pembunuhan seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi kesehatan di Kota Semerbak. Pelakunya adalah Sang mantan pacar, yang juga adalah seorang mahasiswa dari perguruan tinggi terkemuka di Kota Baubau. Saya memang tidak sempat melihat langsung Sang korban saat tergeletak tanpa nyawa di Unit Gawat Darurat RSUD Kota Baubau. Karena saat itu saya memang tidak sedang bertugas. Tetapi sehari sesudahnya, seorang teman memperlihatkan foto mahasiswi itu kepada saya. Sadis!!! responku ketika melihat foto itu. Hanya sekian detik saya melihatnya. Bukan karena ngeri melihat luka sehingga saya memalingkan wajah dari foto itu. Saya hanya berpikir, bagaimana orang bisa setega itu mengakhiri nyawa seseorang dengan cara "memainkan" parang secara membabi buta. Nauudzubillah.... Dan... Tempat kejadiannya di Burukene. Desa kecil yang asri itu. 
      Cemburu... Kata inilah yang menjadi motif pembunuhan itu. Lewat salah satu koran lokal, seorang petinggi kepolisian menceritakan bahwa si pembunuh begitu cemburu ketika sang korban (mantan pacar) telah menjalin kasih dengan lelaki lain. Di Burukene, Ia mencoba mengajaknya "kembali". Sang korban menolak. Dan akhirnya peristiwa sadis inipun terjadi.
        Mungkin ini yang di sebut dengan pembunuhan karena cinta. Tapi, apakah memang cinta bisa se ekstrim itu ya? Mampu membuat seseorang melakukan "kegilaan". Salim A Fillah dalam bukunya Jalan Cinta Para Pejuang, mengutip pernyataan Lauren Slater dalam Majalah National Geographic edisi Februari 2006. Dalam kajian yang mengangkat tema 'Love, The Chemical Reaction', Slater mengetengahkan keterkaitan antara cinta dengan kegilaan. Adakah hubungan antara cinta dengan kegilaan? Kata Slater: "Love and obsessive compulsive disorder could have a similar chemical profile." Artinya, demikian Slater menjelaskan setengah bercanda, mungkin sulit untuk membicarakan cinta dan penyakit mental secara terpisah. 
      Saya jadi teringat tentang "debat" saya dan teman waktu SMA dulu. Masing-masing dari kami mengartikan berbeda sebuah kalimat dalam bahasa Inggris: "I Miss you like crazy". Karena baru belajar bahasa Inggris, ada yang mengartikan kalimat ini dengan "Aku mencintaimu seperti orang gila", sedangkan yang lain mengartikannya dengan "Aku tergila-gila padamu". Tapi terlepas siapa yang benar dalam mengartikan kalimat ini, setidaknya keduanya "sepakat" menyandingkan ekspresi cinta dan kata gila dalam kalimat itu. Dan pastinya, hal ini mendukung pernyataan Slater di atas. Ya, cinta dan gila.
      "Nah kita punya contoh". Kata Salim. "Cinta ala Qais yang menjadikannya gila (Majnun). Cinta ala romeo dan juliet yang membuat mereka bunuh diri. Cinta San Pek yang putus asa. Cinta Rara Mendut dan Pronocitro. Semua itu sulit untuk dikatakan bukan penyakit mental. Kesemuanya menggambarkan kegilaan, sesat pikir, dan keputusasaan dari kasih sayang yang lebih agung; kasih sayang Allah". Jelas Salim. 
       Kalau begitu, sekali lagi, apakah sebenarnya memang cintalah yang membuat semua kegilaan ini? "Kita menderita, bukan karena kita mencintai. Dan mungkin juga bukan karena cinta itu sendiri". Jelas Anis Matta dalam Serial Cinta. "Tapi karena kita meletakkan kebahagiaan kita pada cinta yang diterjemahkan sebagai kebersamaan". Dalam Cinta, Lanjut Anis, Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. "Kita mencintai seseorang lalu kita menggantungkan kebahagiaan kita pada sebuah kehidupan bersamanya. Maka ketika ia menolak, -atau tak beroleh kesempatan-, untuk hidup bersama kita, itu menjadi sumber kesengsaraan". Seolah-olah kalau tidak dengan si dia, dunia ini tidak ada artinya lagi.
       Maka inilah yang dilakukan Sang pembunuh itu di Burukene. Ia menerjemahkan cintanya sebagai keharusan hidup bersama Sang korban. Kalau tak dapat hidup bersama, maka iapun tak boleh hidup bersama orang lain. Maka ia (Sang korban) harus mati, di situ, di desa yang asri itu. Ia membunuh kekasih hatinya bukan karena mencintai. Sang pembunuh melakukannya bukan karena cinta itu sendiri. Tapi karena meletakkan kebahagiaan pada cinta yang diterjemahkan secara salah.
       Mungkin agak berat bagi sebagian orang jika ingin mengaktualisasikan kalimat "Mencintai tapi tak harus memiliki". Kayaknya agak berat. Tetapi lebih arif dan tentu saja elegan jika kita menempatkan cinta pada tempatnya. Pada jalurnya.
      Dr. 'Aidh al-Qarni dalam bukunya La Tahzan, berujar: "Kebahagiaan seseorang akan semakin bertambah, berkembang, dan mengakar adalah manakala ia mampu mengabaikan semua hal sepele yang tak berguna. Karena, orang yang berambisi tinggi adalah yang lebih memilih akhirat. 
       Syahdan, seorang ulama memberi wasiat kepada saudaranya demikian, "Bawalah ambisimu itu ke satu arah saja, yakni bertemu dengan Allah, bahagia di akhirat, dan damai di sisi-Nya".

Selasa, 04 Desember 2012

Doa-doa Mancuana dan Kekuatan Mengunjungi

            Sore tadi (4 Desember 2012), bersama istri dan kedua anakku, ku temui Ibuku yang sedang sakit. Kemarin, suhu badannya meninggi setelah melakukan beberapa aktivitas. Kemungkinan penyakit Malarianya kambuh lagi, atau mungkin sekedar kelelahan karena melakukan aktifitas yang agak berat. Saya agak khawatir. 
            Tapi, sore tadi kekhawatiranku hilang. Mengetahui kedatangan kami, buru-buru Ia membuka pintu kamarnya. Rasa bahagia terpancar jelas diwajahnya. Senyumannya nyaris tiada henti selama kami di gubuk sederhana tempat saya dibesarkan itu. Mungkin tingkah kedua cucunyalah yang membuatnya bahagia sore itu. Putriku yang baru berusia 8 (delapan bulan) juga nyaris tak lepas dari dekapannya. Ahh... Ibuku... Saat kami bertanya tentang kondisinya saat itu, Ia hanya menjawab singkat, "Sudah baik mi..".
           Ada catatan menarik dari Dr. Taufik Al Kusayer, dalam bukunya yang berjudul Seni Menikmati Hidup. Terutama tentang persoalan kunjung mengunjungi ini. Dalam buku tersebut, pakar energy yang bermukim di Vancouver Canada ini mengemukakan hasil temuan dan analisanya tentang aura yang melingkupi tubuh manusia. Ternyata, setiap orang memiliki aura tersendiri yang mengitarinya, dan dapat dideteksi dengan menggunakan alat tertentu.
            Uniknya, aura yang mengitari manusia tersebut mempunyai warna, bentuk dan ketebalannya disekitar tubuh. Hal tersebut juga sekaligus menggambarkan tentang kondisi fisik, akal dan ruh seseorang. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya aura terpancar dari sinar yang bersumber dari poros perasaan, kesadaran dan ruhnya, yaitu saraf tulang rusuk yang dapat menghubungkannya dengan otak. Selain itu otak terhubung secara baik dengan hati melalui beberapa media untuk saling berinteraksi dan bertukar informasi. 
           Setelah dianalisa, ternyata manusia berada dalam kondisi kreatif dan spiritualitas tinggi ketika kecepatan gerakan frekuensinya yang keluar dari otak mendekati getaran frekuensi radiasi elektromagnetik dari bumi yaitu 8Hz perdetik. Biasanya frekuensi in dicapai oleh sebagian ulama, pelaku ibadah dan trainer olah jiwa. Selain aura yang mengitari tubuh manusia selalu benar, mengungkapkan kesehatan fisik, akal dan ruh, aura juga merupakan barometer yang paling baik untuk mengukur kebugaran dan kesehatan secara umum.
           Aura ini bisa di foto, dengan alat khusus yang di jual di pasaran, yang disebut alat pembaca dan potret aura. Alat ini berbentuk computer yang dilengkapi dengan alat sensitif untuk mengukur kekuatan manusia, demikian juga kamera yang memiliki kemampuan untuk memotret sinar infra merah (infra red). Kekuatan yang bersumber dari aura manusia ini, baik aura tubuh, akal dan ruh adalah kekuatan yang bernilai yang bisa diukur dan di ketahui bentuk, ukuran dan warnanya, dan kemudian dilakukan analisa untuk membaca apa yang bisa disimpulkan dari aura tersebut.
          Dari hasil pemotretan aura itu bisa didiagnosa kondisi seseorang dan sisi-sisi lainnya seperti depresi dan keteguhannya jika ada dalam perasaan-perasaannya, atau tubuh yang berhubungan kuat dengan kondisi akal dan ruh secara bersamaan. Aura ini memiliki beberapa lapisan dengan ketebalan, warna dan bentuk yang beraneka ragam. Aura ini membawa kekuatan yang bersumber dari kedalaman diri manusia dan dari poros yang memanjang dan berpusat pada tulang punggung (saraf tulang belakang). Ketika energy seseorang positif, maka auranya akan besar dengan warna terang dan bentuknya yang indah, orang dengan aura ini kondisinya nyaman ketika siapapun berinteraksi dengannya, atau bahkan ketika mendekatinya tanpa terjadi interaksi dan percakapan apapun dengannya.
        Selama hidup, kita bersosialisasi dengan orang-orang yang kita merasa nyaman dan memberikan kepada kita energy positif. Selain itu, kita juga bersosialisasi dengan orang-orang yang kita tidak merasa nyaman tanpa mengetahui alasannya, hanya saja tubuh-tubuh mereka dikelilingi oleh aura yang buruk dengan warna gelap, bentuk yang tidak jelas serta permukaan yang tidak lurus. Dan biasanya mereka membawa energy negative yang berpengaruh terhadap orang-orang yang bersosialisasi dan duduk dekat mereka. 
         Oleh karena itu, orang bijak mengarahkan kita untuk bersosialisasi dan berkumpul selalu dengan orang-orang yang sholeh dan berilmu, sebab biasanya mereka memiliki energy positif yang berpengaruh dan membuat nyaman dan menghembuskan rasa tenang, rehat dan perasaan-perasaan positif serta kegembiraan dan terhindar dari rasa gelisah dan gundah gulana. 
          Dan Jika kita perhatikan, orang sakit akan merasa nyaman dan mentalnya serta kekuatannya meningkat manakala orang yang mengunjunginya banyak, dia mendapatkan dari pengunjung energy positif yang membantunya dalam memperbaiki aliran energy yang dia miliki. Aliran energy dalam organ tubuhnya akan membantunya untuk sembuh dan membekalinya dengan perasaan-perasaan positif, dan membuat proses penyembuhannya dari berbagai penyakit yang dia keluhkan akan lebih cepat. Inilah yang dirasakan orang tuaku sore tadi.
          Kamarin, saat suhu tubuhnya sedang tinggi-tingginya, Ia memintaku untuk membacakannya doa dan kemudian meniup badannya. Ku lakukan itu. Saya pun teringat apa yang dilakukannya jika saya sakit. Diambilnya segelas air, kamudian Ia merapal doa-doa, dan menyuruhku meminumnya. Apakah saya sembuh saat itu? Beberapa hari kemudian saya akhirnya sembuh. Seielah menjalani terapi  medis tentu saja. Tapi saya yakin air yang dibacakan doa itu jugamemiliki saham buat kesembuhan saya. Apakah memang secara ilmiah segelas air yang telah dirapal doa itu berpengaruh? 
        Adalah air, sumber kearifan ekologis. Temuan mutakhir Dr. Masaru Emoto mengenai air, ternyata air dapat merespons pikiran dan perasaan manusia. Air membalas keindahan "cinta" dan "syukur" yang kita sampaikan, dengan cara yang menakjubkan. Tapi air yang sama dapat pula memantulkan "kebencian" dan "kekerasan" yang kita lakukan. Dalam laporan eksperimennya, Dr. Emoto menulis bahwa bersama sejumlah tim peneliti, ia telah melakukan sejumlah eksperimen menarik dengan mengekspos air terhadap music, bahasa yang berbeda dan symbol.
        Terkait penelitian ini, Rijalul Imam berkomentar, "Dengan hasil eksperimen-eksperimen ini, kami bisa mengambil hipotesa bahwa pesan-pesan dapat dikirimkan melalui 'bentuk' seperti kata-kata dan gambar-gambar. Kami tidak menduga bahwa Kristal air bisa menunjukkan perubahan yang dramatis dan jelas. Kami menjadi lebih menyadari bahwa air menyimpan dan mengirim sejumlah pesan untuk kita." Baik music, bahasa yang berbeda, maupun simbol, dapat direspons oleh air dengan menampilkan Kristal-kristal sesuai yang diinginkan music, bahasa, dan symbol tersebut. Bila music, bahasa, dan symbol tersebut mengirim energy positif maka kristal yang terbentuk oleh air secara otomatis akan indah. Begitupula sebaliknya. 
        Dalam bukunya yang berjudul Super Health, Ega Zainur Ramadhani sedikit banyak menjelaskan kepada kita semua tentang penelitian Emoto tersebut. Kata Ega, Emoto melakukan percobaan dengan membacakan suatu kata atau memberi perlakukan terhadap sebotol air murni. Kemudian diambil beberapa tetes dengan pipet dan ditaruh pada piring petri untuk wadah penelitian. Selanjutnya dimasukkan kedalam alat pendingin dengan suhu sampai -25 derajat celcius. Setelah air berubah menjadi Es, air Kristal diteliti dibawah mikroskop pada suhu ruangan 5 derajat celcius. Dalam proses melelehnya air Es karena suhu ruangan, Dr. Masaru Emoto memotret proses tersebut. Kristal air dapat dilihat pada saat kepingan Es meleleh. Hasilnya sebagai berikut: (a). Kata "arigato" (terima kasih), terbentuk Kristal segi enam yang indah. (b). Kata "setan", Kristal berbentuk buruk. (c). Diputarkan simfoni Mozart, Kristal muncul berbentuk bunga. (d). Diperdengarkan music heavy metal, Kristal hancur. (e). 500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan "peace", Kristal air mengembang bercabang-cabang dengan indahnya. (f). Dibacakan doa Islam, terbentuk Kristal bersegi enam (heksagonal) dengan lima cabang daun muncul berkilauan. Air hesagonal berkhasiat untuk kesehatan karena perannya sebagai antioksidan, 
         Dr. Masaru Emoto kemudian menyimpulkan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetic atau compact disk. Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air.
        Eksperimen lain yang dilakukan oleh Emoto sebagaimana dipaparkan oleh Rijalul Imam dalam bukunya "Quantum Leadership of King Sulaiman" adalah meletakkan air suling disamping laptop, handphone, dan televisi dalam interval waktu tertentu. Hasilnya, ternyata Kristal air tersebut hancur. Hal ini menunjukkan bahwa airpun tidak kuasa atas gelombang elektromagnetik. Padahal, di zaman sekarang planet bumi ini telah mengalami polusi gelombang elektromagnetik yang tak terhindarkan.     
       Lalu Emotopun melakukan eksperimen pada air yang sama dengan benda-benda yang sama dalam interval waktu yang sama. tetapi air tersebut ditulisi terlebih dahulu dengan ungkapan cinta dan terima kasih. Hasilnya, cukup menakjubkan. Setelah air itu dilihat oleh mikroskop electron, air tersebut menampilkan Kristal yang indah.
        Emoto menyimpulkan bahwa air yang diberi energy positif oleh pikiran dan perasaan manusia akan tahan dari polusi gelombang elektromagnetik. Menarik setelah itu, Emoto meyarankan agar sebelum menggunakan handphone, laptop dan televisi, terlebih dahulu pikiran dan perasaaan harus positif dan bersih. angan niatkan melihat hal-hal yang negative, seperti pornografi dan kekerasan, sebab akan merusak air hado dalam tubuh kita. 
      Begitupula ketika menerima telepon genggam sebaiknya dibuka dengan kalimat positif dan diakhiri dengan kalimat positif agar air hado tubuh terlindungi dari gelombang elektromagnetik yang berpotensi merusak. Terakhir, katanya bila hendak mengakhiri pembicaraan di handphone hendaklah mengakhiri dengan positif pula.
        Dan sebaiknya jika kita ingin menyampaikan berita sedih, menjauhlah dari benda-benda yang aktif gelombang elektromagnetiknya karena air tubuh kita sedang turut sedih juga. Fenomena air dan ucapan positif dari pikiran dan perasaan manusia ini menunjukkan bahwa air merupakan energy cerdas yang merespons secara otomatis.
     Air sangat paham dengan perasaan dan pikiran manusia, apapun bahasanya, sebab pada hakikatnya pikiran dan perasaan itu merupakan energy aktif yang memancar dan mempengaruhi.
       Ahh... Ternyata kebisaan orang tua kita dahulu telah dibuktikan secara ilmiah. Karenanya, saat mengunjungi orang sakit, selain memang akan memberikan efek bagi mereka, doakan juga kesembuhan mereka, tapi jangan lupa bawa juga oleh-oleh ya... Hehehe...

Sabtu, 01 Desember 2012

Faiz dan Benteng Kakekku

Benteng Keraton Buton 1928. Sumber: Wikipedia


          Hari ini (1 Desember 2012), ada rasa bahagia menghujam di dada. Dari lisan anak usia 4 (empat) tahun itu, serangkai kalimat permintaan tertuju padaku. "Abi, pulang dari Rumah Sakit singgah di benteng kakekku ya". Pintanya penuh harap. "Iya nak", jawabku singkat. Kebetulan Ia membersamaiku di Rumah Sakit Palagimata. Namanya adalah Muhammad Faiz Ramadhan, dilahirkan pada tanggal 29 September 2008, bertepatan dengan 29 Ramadhan 1429H. Dia anak pertama saya.

            Demi memenuhi permintaan Faiz (begitu kami selalu memanggilnya), saat pulang kantor, ku pacu kendaraan roda duaku mengelilingi benteng keraton yang besar itu. Saya tidak begitu mengerti apa yang ada dalam benak anak ini ketika menyaksikan benteng terbesar di dunia ini. Rasanya Ia begitu menikmati "petualangan" kami. Sesekali ku lihat Ia tersenyum, dan tanpa henti matanya melirik jejeran tumpukan bebatuan tersusun rapi berbentuk "tameng' pertahanan yang begitu panjang. Bahkan mungkin begitu detail ia melihatnya. "Abi, lubang-lubang kecil itu untuk apa?", tanyanya tiba-tiba. "oh...itu untuk meriam dan senjata nak, untuk jaga kakek, nenek, tante, kakak, dan keluarga kakek nenek biar tidak dipukul orang jahat". Jawabku sok tahu. "Iya ka...orang jahat?" tanyanya penasaran. "Iya Sayang... Dulu itu ada orang jahat". Oo.... Jawabnya lagi. Lumayan lama kami berkendara mengelilingi benteng. Sambil sesekali diskusi kecil menemani perjalanan yang menyenangkan itu.
        Saya pernah berkata padanya, "Faiz, benteng ini dibuat kakek nenekmu...". Entah kunjungan kami yang ke berapa kalinya ke situs sejarah ini saat perkataan itu keluar dari lisanku. Ku katakan 'kakek nenekmu' padanya sebagai pengganti kata 'nenek moyang'. Alasannya sih cukup sederhana, agar ia lebih "mudah" memahami dan gemuruh emosionalnya lebih kental. Tampaknya sejak saat itu tersimpan dalam memorinya bahwa peninggalan sejarah tersebut adalah milik kakeknya. Ahh... Anak-anak.
           Benteng adalah salah satu peninggalan sejarah. Dengan mengikuti keinginan Faiz mengelilingi benteng, sesungguhnya saya juga sedang mengantarnya "melihat" apa yang telah dipikirkan, dikatakan dan diperbuat oleh nenek moyangnya. Tumpukan batu ini menjadi saksi atas apa yang telah diperbuat kakek-neneknya di masa lampau. Kusempatkan membuka situs wikipedia, dan kutemukan JV Bryce berkata, Sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat manusia. 
          Dengan mengetahui sejarah, sesungguhnya kitapun mengetahui siapa kita sebenarnya. Menurut Kartodirdjo, Sejarah merupakan cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas atau nasion di masa lampau. Pada pribadi pengalaman membentuk kepribadian seseorang dan sekaligus menentukan identitasnya. Proses serupa terjadi pada kolektivitas, yakni pengalaman kolektifnya atau sejarahnyalah yang membentuk kepribadian nasional dan sekaligus identitas nasionalnya. Bangsa yang tidak mengenal sejarahnya dapat diibaratkan seorang individu yang telah kehilangan memorinya, ialah orang yang pikun atau sakit jiwa, maka dia kehilangan kepribadian atau identitasnya. 
    Tentang kepribadian, saya selalu tertarik jika berbicara tentangnya. Ternyata sejarah mempengaruhi kepribadian. Saya mempunyai beberapa koleksi buku yang berbicara tentang kepribadian. Ada definisi sederhana bahwa kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Karenanya ia juga mempengaruhi konsep diri kita. Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
        Saat membuka situs belajarpsikologi.com, saya menemukan statement William D.Brooks, bahwa dalam menilai dirinya seseorang ada yang menilai positif dan ada yang menilai negatif. Maksudnya individu tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang positif dan ada yang mempunyai konsep diri yang negatif. 
          Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah : 
  • Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
  •  Merasa setara dengan orang lain.Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
  •  Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain.
  •  Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh masyarakat.
  • Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya. 
          Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih mengarah kekerendahan hati dan kekedermawanan daripada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif. 
         Mengenai konsep diri negatif, tak perlulah dibahas. Karena yang peling penting menurut saya adalah bagaimana menumbuhkan konsep diri positif ditengah-tengah kehidupan kita. Karenanya apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat manusia Buton dimasa lalu "tanahnya" harus digemburkan, dijaga dan diberi pupuk jika itu mampu menghadirkan konsep diri positif. Dan "Hama-hama" yang berpotensi mengganggu pertumbuhannya haruslah di jauhkan. 
         Jepang telah sukses melakukan itu. Dalam Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim, Salam A Fillah bertutur, "Kaisar Hirohito merasa, bahwa titik tolak politik ekspansif yang membawa Jepang pada kesengsaraan itu adalah anggapan rakyat dan para prajurit Jepang bahwa dirinya Sang Tenno, merupakan turunan langsung Amaterasu Omikami, dewa matahari. Dengan asumsi itulah, para prajurit Jepang tega membumi hanguskan banyak negeri bahkan dengan kamikaze karena merasa sedang memberikan pengabdian tertinggi, dan membawa tugas suci menebarkan cahaya Sang Matahari ke seluruh penjuru bumi. Betapa mengerikan! Maka dengan bijak, pada tanggal 1 Januari 1946, Kaisar Hirohito mengumumkan dengan tegas bahwa dirinya adalah manusia biasa yang sama sekali tidak bersangkiut paut dengan kedewaan. 
         Hirohito telah sukses mematahkan salah satu tradisi nenek moyangnya yang membahayakan. Dan akhirnya, bertahun-tahun kemudian pasca peristiwa bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima, Jepang menjelma menjadi salah satu negara maju dengan akar budaya yang kuat."      
         Akhirnya kita berharap semoga anak-anak yang hadir dari tanah ini, dapat memiliki visi besar terhadap tempat lahirnya, seperti yang dilakukan kaisar Meiji pada jepang:
 "I have dreamed of a unified Japan, of a country strong and independent and modern. And now we have railroads and cannon, Western clothing. But we cannot forget who we are, or where we come from."

Kamis, 29 November 2012

Mengisi Medan Kemanusiaan

gambar: google
Aposalamo amembalimo kancia, Tabeana mopakea motopenena, Momuliana incana duniasi, Tea toangganaile i-akherati 
(Berbeda dengan awalnya, Kecuali pakaian yang teramat baik, Yang mulia di dunia ini, Yang terhormat esok di akhirat)
 Namaangu kabarina tangkanapo, Ise kaea jua akalo-alo, Talu kaea apa keokasi, Lima piara ana kaoincafu
 (Enam banyaknya hanya itu, Satu malu, dua segan, tiga takut, empat kasih sayang, lima piara, enam insyaf)
 (Syair Wolio)

             "InsyaAllah kuat Kak". Kalimat ini keluar dari lisan istri seorang relawan Gaza yang diwawancarai wartawan TVone malam itu. Ibu muda berkerudung hitam itu dengan tegas dan penuh keyakinan menjawab pesan Sang suami yang sedang berada di pusaran konflik Gaza. "Sabar ya De' kami masih di sini.....". Begitu Pesan Sang suami. Ya, Sang Suami yang juga Relawan Mer-C itu, masih setahun lagi bertugas di sana. Terharu ku menyaksikan momen ini.
             Siang itu di tengah berkecamuknya Perang Dunia II, diatas geladak kapal, menjelang penyerangan balasan AS ke Tokyo, Laksamana Doolitle berucap pada Letnan Jack Richard (adegan dalam film Pearl Harbor): "Mungkin kita akan kalah bertempur, tapi kita akan menang berperang, kau tahu darimana aku tahu? "Tidak", jawab Richards. "Mereka", sambil menunjuk ke arah beberapa relawan. "Karena mereka langka. Disaat-saat seperti ini mereka merelakan diri. Tak ada yang lebih kuat daripada hati seorang relawan."
            Apa yang muncul dalam pikiran kita saat mendengar kata Relawan? Deretan kata dan kalimat ini mungkin mewakili: Pahlawan, orang yang mendedikasikan dirinya untuk kebaikan orang lain, mengutamakan kepentingan orang lain diatas kepentingan dirinya, hebat, luar biasa, dan lain sebagainya. Anda mungkin punya ribuan jawaban yang lain. Tapi, saya yakin, ekspresi kita tentang mereka akan terakumulasi dan terwakilkan pada satu kata, APRESIASI. 
             Bagaimana sesungguhnya orang-orang seperti ini bisa hadir? Ahh...mungkin pertanyaan ini tak perlulah kita jawab. Paling tidak kita tahu, semua orang membutuhkan mereka. Dan kitapun bisa menjadi seperti mereka. Nyaris di setiap sudut negeri ini terbuka lebar ruang-ruang bagi aktivitas kemanusiaan. Yang perlu kita lakukan adalah jangan membuat jiwa-jiwa luar biasa ini "terluka" rasa kemanusiaannya. 
             Dalam Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A Fillah mengajak kita menyempatkan waktu untuk menonton film Mother Theresa, In The Name of God's Poor. "Saya menyeksamai secuplik adegan menarik di film ini", Kata Salim. Ketika para pandit dan masyarakat fanatik Hindu berdemonstrasi menuntut pengusiran misionaris Ibu Theresa, kepala polisipun turun tangan. Ia menginspeksi kerja kemanusiaan suster itu di rumah sewaannya. Ia melihat penderita kusta, para fakir, orang cacat, jompo, semua mendapatkan perawatan dan pelayanan. Ia melihat sendiri bagaimana Ibu Theresa mengangkat seorang berpenyakit menular ke pangkuannya, memandikannya, menyuapinya dan menyelimutinya.
             Ia lalu keluar menemui para demonstran yang masih berteriak-teriak. "Tenang semua!!! Demi dewa, aku pasti akan mengusir wanita itu!", ia berkata penuh wibawa. "Aku akan mengusir wanita itu jika isteri-isteri dan anak perempuan kalian telah menggantikan dan menangani semua yang mereka kerjakan di panti ini! Salam!"
             Masih ingat dengan Sir Paul Hewson alian Bono? vokalis band U2 inin juga mengambil peran itu. Bono menghabiskan waktunya untuk kegiatan memerangi kemiskinan dan kelaparan di Afrika. Meski memiliki jadwal tur yang padat bersama U2, Bono tidak lupa mengampanyekan perdamaian dunia. Ia juga gigih menyuarakan anti-perang Irak. Ia juga menjadi salah satu yang berada dibalik gerakan penghapusan hutang negara-negara miskin. Semua aktivitas ini membuatnya beberapa kali masuk daftar nominasi penerima Nobel Perdamaian. 
             Bagaimana dengan kita???
             Saya ingin mengatakan bahwa di negeri ini kita sedang mengalami kelangkaan Relawan. Medan amal kemanusiaan yang begitu luas, belum mampu disentuh oleh sedikitnya jumlah mereka. Karenanya mari mengambil peran itu. Mari bergabung dengan jiwa-jiwa luar biasa itu. Berikan apa yang mampu kita berikan. Karena sedikit yang kita berikan itu, bermakna besar bagi kemanusiaan.      
            Hasan Al Banna berkata: "Setiap kali saya berada di tengah banyak orang yang senantiasa mendengarkanku, maka saya memohon kepada Allah dengan sangat agar Dia berkenan mendekatkanku kepada suatu masa, yang ketika itu kita telah meninggalkan medan kata-kata menuju medan amal, dari medan penentuan strategi dan manhaj menuju medan penerapan dan realisasi. Telah sekian lama kita menghabiskan waktu dengan hanya sebagai tukang pidato dan ahli bicara, sementara zaman telah menuntut kita unbtuk segera mempersembahkan amal-amal nyata yang profesional dan produktif. Dunia kini tengah berlomba untuk membangun unsur-unsur kekuatan dan mematangkan persiapan, sementara kita masih berada di dunia kata-kata dan mimpi-mimpi" 
Akhirnya mudah-mudahan kita menjadi seperti bait-bait puisi berikut: 
 Akulah si telaga: barlayarlah di atasnya 
Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma 
Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya 
Sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja perahumu
 Biar Aku yang menjaganya... 
 (Supardi Djoko Damono dalam akulah Si Telaga)

Sabtu, 24 November 2012

Misteri Sukses Orang Buton

gambar: google
Kebudayaan tempat kita besar dan warisan yang diturunkan oleh para pendahulu kita membentuk berbagai pola keberhasilan kita dalam cara yang tidak bisa kita bayangkan.
 (Malcolm Gladwell) 

        Beberapa hari yang lalu, saya sempat menyaksikan Thriller film terbaru Hollywood yang mengangkat kisah hidup Abraham Lincoln, seorang presiden Amerika Serikat. Saya lupa kapan tepatnya penayangan perdana film yang menceritakan kehidupan sang presiden (dua bulan sebelum kematiannya) ini. Tapi Saya yakin, film garapan Steven Spielberg ini akan menjadi Box Office, sebagaimana film-filmnya sebelumnya.
            Apa yang unik pada Abraham Lincoln? Mungkin ada yang akan menjawab, pidatonya. Betul, Pidato Presiden yang akhirnya di tembak mati ini memang menjadi salah satu pidato terbaik di dunia. Ataukah ketokohan dan kenegarawanannya? Bisa juga, walau tidak dimasukkan oleh Michael Heart dalam bukunya yang berjudul Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh di Dunia, tapi Heart memiliki catatan yang setidaknya layak menempatkan beliau sejajar dengan para tokoh tersebut.
       Tapi, sesuatu yang paling unik menurut Saya adalah daftar riwayat hidupnya sejak mulai "mandiri" sampai terpilih sebagai presiden. Salim A Fillah dalam Barakallahulaka menuliskan daftar riwayat itu:
  • Gagal dalam bisnis di usia 22 tahun 
  • Kalah dalam pencalonan untuk negara bagian si usia 23 
  • Gagal dalam bisnis di usia 25 
  • Ditinggal mati istrinya di usia 26 
  • Menderita penyakit syaraf di usia 27 
  • Kalah berpidato di usia 29 
  • Kalah dalam pencalonan anggota Kongres di usia 34 
  • Terpilih sebagai anggota Kongres di usia 37
  •  Kalah dalam pencalonan anggota Kongres di usia 39
  •  Kalah dalam pencalonan anggota senat di usia 46
  •  Kalah dalam pencalonan Wakil Presiden Amerika Serikat 
  • Kalah dalam pencalonan anggota senat di usia 49
  • TERPILIH SEBAGAI PRESIDEN dalam usia 51 
          Kalo Sule berkata kepada saya, "jadi gue harus koprol dan bilang WOW gitu?", maka saya akan menjawab, "Iya, dan kalo bisa koprolnya dari lawana Gundu-gundu supaya terlihat oleh sebagian besar masyarakat Baubau". Hehehe.... 
          Apa yang ada di benak kita saat mendengar atau menyaksikan orang-orang sukses? Dengan melihat perjalan Abraham Lincoln, atau menonton tayangan di televisi, membaca buku-buku motivasi, dan lain sebagainya, maka biasanya kita akan sampai pada kesimpulan bahwa mereka adalah tipe pekerja keras, memiliki daya tahan, semangat yang tinggi, pembelajar sejati, punya keberanian, penuh inisiatif, pantang menyerah, punya visi, dan lain sebagainya. Sesungguhnya ini tidaklah salah. Ini benar. Sayapun dalam berbagai kesempatan mengisi training pengembangan diri, juga mengatakan hal yang sama. 
          Akan tetapi, mungkin ada sesuatu yang lewat dari perhatian kita. Dan Malcolm Gladwell melihat itu dari sisi yang lain. "Saya ingin meyakinkan Anda bahwa berbagai penjelasan tentang kesuksesan seperti ini tidak ada artinya." Tegas Gladwell dalam buku (Best Seller Internasional)-nya yang berjudul Outliers. Orang-orang tidak bangkit dari nol. Kita berutang sesuatu dari orang tua dan dukungan orang lain. Orang-orang yang berani menantang para raja mungkin terlihat seakan-akan melakukan semua itu sendirian. Tetapi sebenarnya mereka, tanpa kecuali adalah penerima berbagai keuntungan yang tersembunyi, kesempatan yang luar biasa, dan warisan kebudayaan yang membuat mereka bisa belajar dan bekerja keras serta menghadapi dunia ini dalam cara yang tidak bisa dilakukan orang lain. Tempat dan kapan kita tumbuh besar memiliki pengaruh yang cukup besar. Kebudayaan tempat kita besar dan warisan yang diturunkan oleh para pendahulu kita membentuk berbagai pola keberhasilan kita dalam cara yang tidak bisa kita bayangkan. Dengan kata lain, tidak cukup untuk menanyakan seperti apa orang-orang yang sukses itu. Namun dengan menanyakan asal-usul mereka, kita bisa mengungkapkan logika dibelakang orang-orang yang meraih kesuksesan dan kegagalan. Jelas Gladwell. 
          Ahli biologi seringkali membicarakan tentang "ekologi" organisme: Pohon ek tertinggi di hutan menjadi yang tertinggi bukan karena ia tumbuh dari biji pohon yang paling gigih; ia menjadi pohon tertinggi karena tidak ada pepohonan lain yang menghalangi sinar sang surya, tanah di sekelilingnya dalam dan subur, tidak ada kelinci yang mengunyah kulit kayunya sewaktu masih kecil, dan tidak ada tukang kayu yang menebangnya sebelum ia tumbuh dewasa. Kita semua tahu bahwa orang yang sukses berasal dari bibit yang bagus. Tetapi apakah kita tahu cukup banyak tentang sinar matahari yang menghangatkan mereka, tanah yang menjadi tempat tinggal akar-akarnya, dan para kelinci serta tukang kayu yang bisa mereka hindari? 
          Akhirnya, ketika kita (orang Buton) sukses menjadi "orang", mampu melakukan sesuatu yang luar biasa, mencapai target yang kita cita-citakan,  maka sesungguhnya kita semua tanpa kecuali, Kata Gladwell adalah penerima berbagai keuntungan yang tersembunyi, kesempatan yang luar biasa, dan warisan kebudayaan (Buton) yang membuat kita bisa belajar dan bekerja keras serta menghadapi dunia ini dalam cara yang tidak bisa dilakukan orang lain.
      
 ***

Rabu, 21 November 2012

Bola Karet di Langit GAZA

gambar: eramuslim.com

    Minggu malam yang lalu Alhamdulillah Allah, SWT memberi Saya kesempatan kembali untuk menyaksikan program Golden Ways-nya Mario Teguh. Seperti biasa, dari lisannnya yang lembut, untaian kata indah penuh hikmah dan motivatif kembali "mencipta" gelombang positif di ruang dengar pemirsanya. Terus terang, saya "tersihir".
Tapi apa yang membuat perasaan saya malam itu berbeda dengan malam-malam sebelumnya adalah kalimatnya yang menarik tentang bola karet. Ini diucapkannya saat closing statement acara tersebut. Memang detail kata demi kata dalam rangkaian kalimat itu tidak sutuhnya ku ingat. Tapi memoriku sedikit masih menyimpannya.
"Jadilah seperti bola karet, semakin keras dipantulkan ke lantai, maka semakin tinggi ia melenting ke udara..... Jika ada yang "menekan" anda, itu adalah sebuah isyarat bahwa anda akan melenting tinggi melampaui kesuksesan orang yang "menekan" anda...." Inilah sebagian kata-kata yang masih tersimpan itu.
Kalimat ini mengingatkanku pada rangkaian kalimat dalam buku Winning with Passion, karya Jimmy Gani. Dalam buku setebal 284 halaman ini, pada sub bab membangun daya hidup, salah satu motivator terkenal ini juga menyebut tentang bola karet. Apa kaitan antara membangun daya hidup dengan bola karet?
Gani memulainya dengan menceritakan salah satu film kesukaannya yang berjudul Tai Chi Master yang dibintangi oleh Jet Li. Yang disukai oleh sang penulis dari film tersebut bukan hanya peragaan adu jotosnya saja, namun ada filosofi yang bisa diambil dari salah satu bagian cerita, yaitu ketika Sang Tai Chi Master (Jet Li) sedang berlatih ketika ia baru sembuh dari sakit. Pada adegan tersebut ia memainkan sebuah bola yang diputar dan dilemparkannya ke berbagai tempat, salah satunya ketika ia menekan bola tersebut masuk ke dalam gentong isi air. Semakin bola itu di tekan bukannya tenggelam, namun semakin memberi reaksi yang sangat kuat sekali. Begitu juga ketika bola itu dilemparkan ke dinding, semakin keras ia melempar bola tersebut semakin keras juga pantulannya yang akan ia terima.
Dari adegan tersebut, Gani menyimpulkan bahwa adanya hukum alam dalam kehidupan ini yaitu antara aksi dan reaksi. Jika kita melakukan sesuatu pasti akan timbul reaksi (sebagai akibat). Namun, Iapun berpikir bisakah bola itu memantul jika terbuat dari besi atau betu? Yakin tidak bisa.
Lalu apakah yang menyebabkan bola itu mampu memberikan reaksi terhadap aksi yang kita lakukan? Mengapa bola itu tidak tenggelam ketika ditekan ke dalam air? Mengapa bola itu memberikan perlawanan balik (memantul) ketika dilemparkan ke dinding?
Menurut Gani, selain karena adanya hukum alam (gravitasi), reaksi bola juga dipengaruhi dari kualitas yang dimilikinya. Kemungkinan bola itu dibuat dari karet yang kenyal sehingga dapat memantul dan di dalamnya pun terdapat gumpalan udara (gas) yang bersifat ringan dan menekan ke segala arah. Maka ketika bola itu ditekan ke dalam air bukannya tenggelam namun justru memberikan perlawanan yang kuat untuk naik ke permukaan. Semakin bola itu ditekan justru semakin keras daya tolaknya. Begitupun ketika dilempar ke dinding, semakin keras melemparnya semakin kuat juga daya pantulnya.
Jika hal ini dianalogikan dalam kehidupan kita tentu sangat bermanfaat sekali. Tidak ada salahnya kita mempunyai kemampuan seperti bola itu, tidak tenggalam dan terhempas ketika ditekan dan dilemparkan namun dapat memberi respons yang sama baik atau bahkan lebih baik.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sangat sering berhubungan dengan pekerjaan, target, dan tanggung jawab yang sangat menekan dan dapat menjadi pemicu terjadinya stres. Maka untuk menyikapinya, kita harus mampu membangun daya hidup dengan mengisi jiwa dan raga ini seperti bola tersebut.
Kita harus membangun daya hidup atas diri kita. Jiwa kita harus diisi dengan udara (gas) yang bernama Passion, dan raga kita harus dilatih agar lentur/kenyal dengan berbagai aktivitas sehingga kita terlatih dengan memiliki skill. Jangan jadikan diri kita menjadi bola batu atau bola besi yang bersifat kaku, keras, kasar mudah terhempas dan tenggelam ketika menerima tekanan. Jadikan diri kita begaikan bola yang terisi dengan gumpalan (gas) passion yang kuat, serta mampu bergerak lentur mengikuti berbagai bentuk dan kondisi yang dihadapi.
Menjelang Pemilihan Presiden Tahun 2004 yang lalu, saya menyaksikan sebuah diskusi publik yang di gelar di bundaran UGM. Emha Ainun Najib (Cak Nun) yang kebetulan menjadi salah satu pembicara pada diskusi tersebut seingat saya sempat berujar: "Apa hebatnya jadi orang Indonesia?...hebatnya orang Indonesia adalah walaupun di timpa berbagai krisis, mereka masih menunjukkan daya survival... Ini belum tentu mampu dilakukan oleh bangsa lain jika mendapat stressor yang sama". Walaupun statement Cak Nun ini bukanlah sebuah "fatwa", tapi saya perlu mengatakan WOW untuk ini.
Tapi apa yang mirip dan mungkin lebih hebat dari itu adalah daya hidup masyarakat Gaza. Tekanan yang begitu hebat mereka dapatkan dari Zionis Israel, ternyata tak mampu membuat mereka hancur. Justru sebaliknya, mereka menunjukkan daya survival yang tinggi.
"Israel kini mulai ketakutan terhadap kemampuan bertahan masyarakat Gaza yang telah mengalami embargo sekaligus menguatnya kemampuan militer HAMAS", demikian kata Mahfudz Siddiq, ketua Komisi I DPR RI.
Jiwa mereka telah diisi dengan udara (gas) yang bernama Passion, dan raga mereka telah dilatih agar lentur/kenyal dengan berbagai aktivitas sehingga terlatih dengan memiliki skill. Mereka tidak menjadikan diri mereka bola batu atau bola besi yang bersifat kaku, keras, kasar mudah terhempas dan tenggelam ketika menerima tekanan.
Kini "bola karet" milik warga gaza itu telah melenting tinggi di atas langit Gaza. Kian hari kian meninggi pantulannya. Dari saudara mereka di Indonesia, Minggu malam itu, Mario Teguh berucap: "Jadilah seperti bola karet, semakin keras ditekan/dipantulkan ke lantai, maka semakin tinggi ia melenting ke udara..... Jika ada yang "menekan" anda, itu adalah sebuah isyarat bahwa anda akan melenting tinggi melampaui kesuksesan/kehebatan orang yang "menekan" anda.

Jumat, 16 November 2012

Kosoryoku, Sebuah Resep dari Jepang

gambar: pix abay.com

“Imagination is more important than knowledge because knowledge is limited, whereas imagination embraces the entire world, stimulating progress, giving birth to evolution.”
 (Albert Einstein)

          Visi, mimpi dan imajinasi adalah 3 (kata) yang “sama maknanya”. Kata ini juga kadang dipertukarkan penggunannya dalam beberapa buku motivasi. Semuanya merujuk pada upaya pencapaian sesuatu dimasa mendatang yang tentu saja dibarengi dengan upaya, semangat dan ilmu yang cukup. 
             Setiap orang mempunyai mimpi, tapi tidak semua orang mengejar mimpinya. Mimpi adalah bayangan tentang sesuatu yang kita harapkan terjadi di masa depan, seabsurd apa pun ia. Dalam buku The Next Global Step, karya Kenichi Ohmae, kita diperkenalkan dengan istilah jepang, Kosoryoku. Kata ini berarti Visi, konsep dan imajinasi. Mungkin bagi sebagian orang, bermimpi adalah sesuatu yang “aneh”. Akan tetapi bermimpi toh tidak ada salahnya. Khayalan tentang negeri yang maju, makmur, dan damai dengan manusia-manusianya yang unggul pasti adalah mimpi yang positif, besar, dan sangat menyenangkan.
          Mungkin nanti kita juga bisa bermimpi. Akan tetapi, bebebrapa mimpi benar-benar bisa menjadi kenyataan, apalagi kalau diperkuat dengan ilmu yang cukup dan semangat yang besar.
             Jadi, bermimpilah, karena membunuh mimpi akan menyebabkan matinya motivasi, matinya kreativitas dan matinya potensi. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Eko Laksono, “Pengetahuan akan membuat manusia maju, tetapi imajinasilah yang mendoronng kreativitas unggul yang akan menghasilkan lompatan-lompatan besar peradaban. 
            Maka dengan tegas saya mengatakan “WOW” ketika membaca slide demi slide yang berjudul To Reflect & To Act yang diterjemahkan oleh Boedi Dayoni, Januari 2004. Isinya sebagai berikut:   
          “Perbedaan antara Negara berkembang (miskin) dan Negara maju (kaya) tidak tergantung pada umur negara itu. Contohnya India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang.
           Disisi lain –Singapura, Kanada, Australia dan New Zealand- Negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun. Saat ini mereka adalah bagian dari Negara maju di dunia, dan penduduknya tidak lagi miskin.
            Ketersediaan Sumber Daya Alam dari suatu Negara juga tidak menjamin Negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang punya area yang sangat terbatas. Daratannya, 80% berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian dan peternakan. Tetapi saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu Negara “Industri Terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua Negara di dunia dan mengekspor barang jadinya. 
          Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat, tetapi sebagai Negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11% daratannya yang bisa ditanam. Swiss juga mengelola susu dengan kualitas terbaik (Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia). Swiss juga tidak punya cukup reputasi dalam keamanan, integritas dan ketertiban, tetapi saat ini Bank-Bank di Swiss menjadi Bank yang sangat di sukai di dunia. 
          Para eksekutif dari Negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari Negara terbelakang akan sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan….”
              Perbedaannya hanya terdapat pada komitmen dan ketaatan pada nilai dasar kehidupan. Begitu kesimpulan mereka. Tetapi menurut pendapat saya, hal tersebut terangkum dalam satu kata di atas, KOSORYOKU. Hal inilah yang dilakukan oleh negara-negara terbelakang menjadi maju. Dan hal inipun berlaku dalam konteks pribadi. Dan bangsa Jepang adalah Saksi dan contoh nyata.
                “Eipsa Scientia Potestas est.” Tulis Eko Laksono dalam Bukunya Imperium III. Kalimat ini berarti pengetahuan adalah kekuatan. Ungkapan ini sangat bagus, lanjut Eko, tetapi sudah absolute, kadaluarsa. Ini bukan abad 17 lagi, tetapi sudah abad 21. Dahulu di zaman Francis Bacon, karena mental zaman kegelapan masih kental, perbedaannya adalah siapa yang mempunyai (dan mengembangkan) ilmu pengetahuan. Dahulu siapa saja yang mengembangkan ilmu pengetahuan pasti akan kuat dan berkuasa. Sekarang sudah beda. 
              “Untuk itu, sebuah bangsa yang ingin maju dan “berkuasa” tidak cukup hanya belajar, tidak cukup hanya mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka harus superior. Harus menciptakan proses pembelajaran yang unggul. Untuk mencapai hal itu, logikanya sederhana. Belajar dari yang terunggul. Semua yang terunggul. Bangsa-bangsa terunggul dan manusia-manusia terunggul dalam sejarah umat manusia”. Pungkas Eko Laksono.

Senin, 12 November 2012

Kekuatan ‘Personal Power’ dalam Syair Wolio (Sebuah pesan untuk Pemimpin Baubau 2013-2018)

Sumber : timur-angin.com

“Bari-baria mingkuna boasakana, Ee komiu mokenina kapoli, Tantomakea tilikia kamatea, Bari-baria miakidina situ” ( Segala gerak dan tutur katanya, Wahai kalian yang memegang kekuasaan, Perhatikan, tilik dan lihat, Semua orang kecil itu).’ 
 {Syair Wolio} 

                 Namanya adalah Abdul Rahman Ibnul Jauzi, dilahirkan di Baghdad sekitar tahun 1117M, saat dunia sedang menyaksikan ganasnya perang salib. Ia adalah seorang ulama, yang dengan tangannya telah menulis banyak karya yang hampir mencapai dua ratus buku. Beliau memiliki reputasi terkenal dalam memberikan nasehat. Majlis taklimnya biasa dihadiri oleh para raja, menteri, imam dan para penguasa. Pernah diceritakan bahwa beberapa majelisnya dihadiri oleh seratus ribu orang.
              Anis Matta dalam bukunya Mencari Pahlawan Indonesia, memberikan gambaran yang luar biasa tentang orang ini. “Kata-katanya adalah sihir”. Kata Anis Matta. Suara yang mengantar pikiran-pikirannya adalah gema yang menguasai jiwa. Sorot mata yang menyertai nasihat-nasihatnya adalah kekuasaan yang mengalahkan hati. Ribuan atau bahkan ratusan ribu orang menemui kesadarannya kembali begitu mereka mendengarnya. Mereka semua bertobat seketika. Bahkan, pemilik hati sekeras batu sekalipun. Bahkan, penguasa paling digdaya yang tidak pernah menangis seumur hidupnya akan menangisi dirinya dihadapannya.
           Pria ini juga di sebut Anis sebagai orang yang memiliki kekuasaan spiritual. Kekuasaan yang menurut Anis tidak mengikat, tapi mengendalikan. Tidak menekan, tapi menggetarkan. Tidak mengancam, tapi mempesona. Tidak menakutkan, tapi menggairahkan, Tidak memaksa, tapi mencerahkan. Ia berkuasa karena kekuatan kepribadiannya. Ia berkuasa dengan kharismanya. Kharismanya terbentuk dari gabungan wibawa dan pesona, ilmu dan akhlaq, pikiran dan tekad, keluasan wawasan dan kelapangan dada. Ulama, pemikir, budayawan, seniman, biasanya memiliki jenis kekuatan seperti ini. Mereka tidak menguasai leher kita, tapi menguasai pikiran dan jiwa kita. Mereka tidak menguasai hidup kita, tapi mengarahkan hidup kita. Ketaatan kita pada mereka lahir dari pengakuan yang tulus atas integritas mereka. Bukan ketakutan terhadap kekuasaan dan ancaman mereka. Ketundukan kita muncul dari rasa hormat dan cinta, bukan dari rasa takut dan ketidakberdayaan. 
         John C. Maxwell, dalam buku The Law of Connection (Hukum hubungan), memberikan statement menarik tentang bagaimana orang-orang seperti ini bisa hadir di tengah-tengah kehidupan kita: “kemampuan seorang pemimpin yang baik adalah menyentuh hati orang lain terlebih dulu, sebelum meminta seseorang mengikuti Anda. Fakta menunjukkan bahwa ada orang yang bersedia mengikuti pemimpin yang mereka tidak sukai, tetapi mereka akan dengan senang hati mengikuti pemimpin yang mereka sukai. Itulah sebabnya, kemapuan menarik simpati pengikut merupakan bagian terpenting dalam proses mempengaruhi orang lain.”
               Dan kemampuan menarik simpati orang lain kata Maxwell, dimulai dari kepedulian terhadap sesama, menghargai mereka sebagai “manusia” yang memiliki harkat dan martabat, dan kemampuan seorang pemimpin untuk memberikan nilai tambah (added value) bagi sesamanya. Kemampuan menarik simpati adalah masalah keotentikan dan orisinalitas Anda sebagai seorang pemimpin, agar orang lain tahu dan merasakan bahwa Anda peduli dengan mereka secara tulus. 
       Maka jauh sebelum Maxwell mengungkapkan teorinya, sebuah syair wolio telah “menitip” pesan untuk para pemimpin: ‘Bari-baria mingkuna boasakana, Ee komiu mokenina kapoli, Tantomakea tilikia kamatea, Bari-baria miakidina situ (Segala gerak dan tutur katanya, Wahai kalian yang memegang kekuasaan, Perhatikan, tilik dan lihat, Semua orang kecil itu).’ 
            Marpaung Perlindungan, penulis best seller Setengah Isi Setengah Kosong, dalam Life is Choise menyebut fenomena semacam ini sebagai personal power. Personal Power (kekuasaan pribadi) adalah kekuasaan yang paling penting. Sang pemimpin mampu memimpin orang lain karena kekuatan pribadinya yang luwes, ringan tangan dan rendah hati. Pengikutnya mau menerima pengaruhnya bukan semata-mata karena sang pemimpin tersebut memiliki jabatan. Namun, ada kekuatan pribadinya yang luar biasa sehingga ada daya tarik sendiri pada orang tersebut. 
        Parlindungan melanjutkan bahwa kekuasaan semacam ini perlu terus disah dan dikembangkan, tetapi tanpa menafikkan jenis kekuasaan yang lain. Jenis kekuasaan apakah yang lain itu? yaitu Legitimate Power, Reward Power dan Expert Power. Hanya saja ketiga jenis kekuasaaan ini tidaklah sempurna tanpa adanya Personal Power.
             Pertama adalah Legitimate Power, artinya kekuasaan yang dimiliki pemimpin karena dia disahkan oleh pihak manajemen perusahaan untuk memegang jabatan tertentu (pemimpin “SK”). Oleh karena itu, pemimpin yang mengandalkan kekuasaan seperti ini, semua pengikutnya akan menghormati dan mengikutinya selama ia memegang jabatan tersebut. Namun, tidak ada keterikatan batin diantara keduanya. Begitu sang pemimpin tidak lagi memegang jabatan tersebut maka diapun akan disingkirkan dan dilupakan oleh masyarakat sekitarnya. 
            Kekuasaan yang kedua adalah kekuasaan memberi (reward power), artinya seseorang memiliki kekuasaan dengan memberi. Semakin banyak dan sering dia memberi maka semakin banyak pula orang yang mengikutinya. Namun, ketika suatu saat sang pemimpin tersebut tidak mampu lagi memberi, diapun akan ditinggalkan orang lain. 
         Kekuasaan jenis ketiga adalah kekuasaan karena ahli (expert power), ketika seorang pemimpin mampu mempengaruhi orang lain karena dia memiliki keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh pengikutnya. Keahlian ini dimiliki berdasarkan disiplin ilmu yang dimiliki dan pengalaman yang sudah melekat, ditambah lagi pergaulannya yang luas selama ini. 
          Namun, sekali lagi ketiga hal ini tidaklah cukup. Ketiganya perlu sebuah cahaya yang mampu memancarkan pesona ketiganya. Karenanya disinilah pentingnya Kekuasaan Pribadi (Personal Power). Inilah cahayanya. Dan orang-orang yang memiliki ini, usia sejarahnya akan jauh melampaui usia biologisnya. Mereka ini akan senantiasa dikenang oleh banyak orang walaupun telah tutup usia. Maka begitulah kita orang Buton melakukannya pada Sultan Himayatuddin (Oputa Yikoo). Seorang pemimpin yang mampu menggerakkan 5000 prajurit dan bergerilya melawan penjajah Belanda di negeri Butuuni. ***

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More