![]() |
gambar: pinterest.com |
Adalah Karna, seorang kesatria dan pemanah tangguh bangsa Kuru. Pada
generasinya, hanya Arjuna putra Pandu yang dapat menandingi kehebatan
surya putra itu. Memang sih, masih ada Resi Dorna dan Pangeran Bisma
yang memiliki keahlian mumpuni menggunakan busur dan anak panah, tapi
keduanya sudah sepuh. Adapula Abimanyu putra Permadi, namanya melangit
dan menggetarkan kahyangan, namun ia adalah bintang yang masih sangat
belia, belum pantas disejajarkan dengan Karna.
Sayang, akibat potensi dan keunggulannya tak banyak yang menghargai,
karena dianggap keturunan kusir istana yang berasal dari kasta rendah,
akhirnya Karna sang putra Kunti itu memilih bergabung dengan Duryodana
dan Sangkuni nan bathil, ketimbang Pandawa yang berdiri di pihak
kebenaran. Mengapa? Sebab pemilik senjata Kunta itu dihargai, serta
dinobatkan menjadi Raja Angga oleh pihak Kurawa. Maka jadilah ia pembela
100 pangeran Astina, hingga ke medan Kurusetra.
Baiklah, kita tinggalkan kisah Mahabharata. Mari bicara soal penghargaan. Pagi tadi saat sedang asyik menyusuri jalan beraspal dengan roda duaku, tiba-tiba Saya harus memperlambat dan menghentikan laju kendaraan kala sampai di simpang jalan. Dari arah yang berbeda sebuah mobil pick-up juga melakukan hal yang sama.
Kupersilahkan roda empat itu untuk lebih dulu melintas, tapi pengemudinya tak mau. Malah sebaliknya, seorang penumpang yang duduk di sisi sang sopir memberi isyarat dengan lambaian tangan agar diriku berlalu lebih dahulu.
Saya tersenyum padanya, sedikit menundukkan kepala, tanda terima kasihku pada mereka, lalu meninggalkan perempatan tanpa rambu lampu lalu lintas itu menuju tujuan.
Sebenarnya, diriku bisa saja tak melakukan itu. Dan melintas begitu saja meninggalkannya. Tapi bagiku, mereka layak mendapat penghargaan berupa pesan terima kasih. Sederhana memang, tapi menurut pendapat Saya, hal itu akan membuat sang pengemudi merasa mendapat dukungan atas kebaikan yang telah dilakukannya. Dengan begitu, bisa jadi ia juga akan istiqomah dengan keputusannya untuk selalu berbuat baik.
Baiklah, kita tinggalkan kisah Mahabharata. Mari bicara soal penghargaan. Pagi tadi saat sedang asyik menyusuri jalan beraspal dengan roda duaku, tiba-tiba Saya harus memperlambat dan menghentikan laju kendaraan kala sampai di simpang jalan. Dari arah yang berbeda sebuah mobil pick-up juga melakukan hal yang sama.
Kupersilahkan roda empat itu untuk lebih dulu melintas, tapi pengemudinya tak mau. Malah sebaliknya, seorang penumpang yang duduk di sisi sang sopir memberi isyarat dengan lambaian tangan agar diriku berlalu lebih dahulu.
Saya tersenyum padanya, sedikit menundukkan kepala, tanda terima kasihku pada mereka, lalu meninggalkan perempatan tanpa rambu lampu lalu lintas itu menuju tujuan.
Sebenarnya, diriku bisa saja tak melakukan itu. Dan melintas begitu saja meninggalkannya. Tapi bagiku, mereka layak mendapat penghargaan berupa pesan terima kasih. Sederhana memang, tapi menurut pendapat Saya, hal itu akan membuat sang pengemudi merasa mendapat dukungan atas kebaikan yang telah dilakukannya. Dengan begitu, bisa jadi ia juga akan istiqomah dengan keputusannya untuk selalu berbuat baik.
0 komentar:
Posting Komentar