Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

Jumat, 19 Juli 2019

Sehari di Siompu: Perjalanan penuh hikmah

gambar: clipartmax.com
Mesin perahu tiba-tiba mati di tengah lautan. Pulau Siompu bagian barat yang kami tuju masih lebih dari separuh perjalanan lagi jaraknya. Sementara pelabuhan keberangkatan sudah tak tampak oleh mata. Saat itu, maju tak kuasa, kembalipun tak bisa. Gelombang lautlah yang kini mulai menentukan arah perahu.

Saya menoleh ke arah buritan, tempat nakhoda mengendalikan perahu. "Bisa diperbaiki Pak?", tanyaku. Lelaki pemilik perahu tak segera menjawab. Tapi ekspresi pesimis tampak di wajahnya. Tak lama kemudian ia melontarkan kekata yang tak seharusnya ia ucapkan: "Saya tak bawa peralatan tuk perbaiki masin ini". Astaghfirullah, "ini ujian", batinku. La Ode Mu'jizat mencoba tetap tenang.

Selama masih ada harapan, sepanjang itupula kehidupan tetap eksis. Orang bisa bertahan tak makan selama sebulan. Sanggup tiada meneguk setetes air selama tiga hari. Tapi ketika seseorang kehilangan harapan dalam hidupnya, maka pada detik itu sesungguhnya ia sudah "mati". Hari itu di atas perahu, Saya yakin masalah kami akan ada jalan keluarnya. Niat perjalanan kami ke Siompu adalah untuk kebaikan. Allah pasti akan memberikan pertolongan.

Kuarahkan tatapan ke lautan biru. Yang jaraknya begitu dekat. Jika menjulurkan tangan, bisa ku sentuh permukaannya. Saya coba menjangkau dasarnya dengan pandanganku. Tapi tak bisa, tiada tampak dasarnya. Hanya birunya yang menari di pandangaku. "Ini sangat dalam", batinku. Sebab tiada riak. Kebalikan dari pepatah itu: "air beriak tanda tak dalam". Ya, memang sih, perahu yang kami tumpangi mengapung di antara Batauga dan Pulau Siompu. Jauh di tengah laut dalam. 

Saban hari Saya sering bercerita pada para Sahabat tentang seorang pemuda yang menumpang sebuah kapal menuju kampung halaman. Di tengah laut, kapalnya pecah, lalu tenggelam. Sang pemuda mengapung di lautan dengan berpegang pada puing kapal. Ia berhasil menjangkau pulau terdekat, terpencil, dan tiada berpenghuni. Di situ dirinya mendirikan gubuk sederhana sekedar berlindung dari rintik hujan dan terik mentari. Berhasil pula dirinya menyalakan api, digunakannya memanggang hasil laut. Sang pemuda bertahan hidup, sambil terus berupaya mencari pertolongan. 

Pada suatu hari saat dirinya sedang mencari pertolongan, ia lupa mematikan api yang menyala di depan gubuknya. Api itu membesar dan menghanguskan tempat peristirahatannya. Ia berlari menuju gubuk, berlutut dan meratap. "Kenapa?", teriaknya. Tak berapa lama kemudian, tiba-tiba beberapa orang tiba di pulau itu. Sang pemuda terkejut sekaligus gembira. "Siapa kalian, dan mengapa bisa sampai di sini?", tanyanya. "Kami tim penolong, dari kejauhan kami melihat ada asap membumbung ke angkasa. Kami pikir di sini ada yang membutuhkan pertolongan. Maka kami segera menuju pulau ini", jawab seorang dari mereka.

Walau situasinya tak separah yang dialami oleh pemuda pada kisah di atas, setidaknya Saya akhirnya merasakan suasana batin ketika seseorang terombang-ambing di tengah lautan dan mengharap bantuan segera datang. Saya pula teringat akan hikmah dari kisah sang pemuda. Bahwa dalam kehidupan ini, banyak hal yang kita tidak tahu dari mana asalnya, bagaimana prosesnya, dan apa efeknya di masa depan, tapi ia terjadi begitu saja. Akan tetapi ternyata ada hikmah yang muncul dibalik setiap peristiwa.

"Mana tidak ada benang", keluh pemilik perahu tiba-tiba. Istriku lalu menarik benang pada surban yang mengalung di leherku. Diberikannya pada sang nakhoda. Entahlah, aku tak tahu untuk apa benang itu, tapi ku lihat ada sedikit ekspresi optimis di wajahnya. Tak lama kemudian, bapak itu mencoba menyalakan mesin. Tapi gagal. Lalu minta benang lagi dan berusaha nyalakan. Ternyata keberuntungan masih belum menghampiri. Mesin tak mau nyala.

Gelombang lautan mulai menggoyang perahu. Agak kuat dari sebelumnya. Seolah menjadikan tumpangan kami sebagai mainan. Kini rasa mual mulai hadir. Di buritan, kulihat pemilik perahu duduk menatap mesin yang tak mau bekerja sama. Entah cara apa lagi yang bakal dilakukannya agar perahu bisa segera bergerak.

Dalam situasi seperti itu, sebagai penumpang kami butuh ekspresi tenang dan optimis dari sang nakhoda. Seperti yang ku saksikan pada seorang pramugari di pesawat yang pernah kutumpangi. Ketika pesawat berguncang, kami para penumpang saling memandang satu sama lain. Ada rasa cemas dalam diri. Tapi sebab sang pramugari tetap menunjukkan wajah tenang dan optimis, maka kamipun tak panik. Alhamdulillah pesawat yang kami tumpangi selamat sampai tujuan.

Tapi, kata-kata yang harusnya di buang jauh itu akhirnya muncul juga. "Seumur hidup Saya baru mengalami yang seperti ini", ucap sang nakhoda. Ia menyerah. "What?", batinku. Alih-alih ia memberi harapan dan optimisme pada penumpangnya, dirinya malah putus harapan. Lah bagaimana dengan kondisi psikologis penumpang? (Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More