![]() |
gambar: wallhere.com |
Air mataku tumpah. Tak bisa ku bendung. Ibuku berkata: "pergilah,
(sebab) itu untuk masa depanmu." Hari itu, di tahun 1999, adalah saat
keberangkatanku untuk menuntut ilmu ke Jogja. Hingga akhirnya, 7 (tujuh)
tahun diriku di Kota Gudeg. Belajar banyak hal tentang hidup dan
kehidupan.
Belum kering air mataku karena harus meninggalkan
kampung halaman, seorang ibu yang tak ku kenal datang menghampiri.
"Jangan menangis, kamu sudah besar (dewasa)", kata wanita itu, lalu berlalu meninggalkanku.
Kata-katanya singkat, tapi merasuk dalam jiwa. Jadi motivasi dan
kekuatan. Dalam sekejap tangisku berhenti. "Ya, benar, Saya sudah
dewasa", batinku. Dari atas geladak kapal, di hari keberangkatanku
menuju Jogja, kupandangi wajah kampungku nan asri. Aku bertekad, akan
kembali dengan membawa sesuatu yang berarti dan membanggakan.
Malam ini Saya mengenang ibu yang tak ku kenal itu. Sudah 19 tahun berlalu, tapi kata-katanya masih akrab di telinga. Tanganku menengadah ke langit, memohon pada Yang Kuasa, agar sang ibu diliputi kebaikan, kesehatan, kebahagiaan dan umur yang barokah.
Suatu hari di tahun 2003, kapal yang kutumpangi bersandar di dermaga Tanjung Perak Surabaya kala langit berselimut malam. Saat itu pelabuhan sudah mulai sepi. Saya berharap masih bisa menemukan bus yang dapat mengantar ke terminal bungurasi (sidoarjo), hingga bisa langsung ke Jogja. Sayang, harapanku tak kesampaian.
Maka menginap di rumah bibi yang terletak di salah satu sudut Kota Pahlawan adalah pilihan yang paling rasional malam itu. Malangnya, Saya tak tahu jalur transportasi ke tujuan. Opsi naik taksi tak mungkin, sebab dana terbatas.
Sampai Saya bersua dengan seorang Bapak yang sedang menunggu bus. Ku bertanya padanya tentang alat transportasi yang dapat mengantarku sampai tujuan. Rupanya ia tinggal di luar kota Surabaya. Tapi kata beliau, bus yang akan ditumpanginya bisa membawaku dekat ke tujuan.
Ia lalu mengajakku bersamanya saat bus yang dinanti akhirnya tiba. Aku memutuskan ikut, sebab kulihat ada guratan kejujuran di wajahnya. Di sebuah pemberhentian, sang bapak memintaku turun, dan berpesan bahwa Saya harus naik becak untuk sampai ke alamat yang di tuju. Beliau tetap dalam bus, masih harus meneruskan perjalanan dengan kendaraan itu. Di tempat itulah kami berpisah. Sempat kuucap terima kasih padanya. Dan Alhamdulillah, malam itu diriku tiba dengan selamat di rumah bibi.
Malam ini Saya mengenang sang bapak. Orang yang tak dikenal, tapi berbuat baik padaku. Tanganku menengadah lagi ke langit, memohon pada Yang Kuasa agar ia diliputi kebaikan, keselamatan, kebahagiaan dan hidup yang barokah.
Apa yang ingin Saya sampaikan lewat tulisan ini adalah berbuat baiklah pada sesama. Walau hanya sebuah kalimat motivasi singkat. Sebab ketika engkau terlelap di malam hari, tanpa sepengetahuanmu, doa dari orang-orang yang engkau tolong mengetuk pintu-pintu langit, memohon kebaikan untukmu....
Malam ini Saya mengenang ibu yang tak ku kenal itu. Sudah 19 tahun berlalu, tapi kata-katanya masih akrab di telinga. Tanganku menengadah ke langit, memohon pada Yang Kuasa, agar sang ibu diliputi kebaikan, kesehatan, kebahagiaan dan umur yang barokah.
Suatu hari di tahun 2003, kapal yang kutumpangi bersandar di dermaga Tanjung Perak Surabaya kala langit berselimut malam. Saat itu pelabuhan sudah mulai sepi. Saya berharap masih bisa menemukan bus yang dapat mengantar ke terminal bungurasi (sidoarjo), hingga bisa langsung ke Jogja. Sayang, harapanku tak kesampaian.
Maka menginap di rumah bibi yang terletak di salah satu sudut Kota Pahlawan adalah pilihan yang paling rasional malam itu. Malangnya, Saya tak tahu jalur transportasi ke tujuan. Opsi naik taksi tak mungkin, sebab dana terbatas.
Sampai Saya bersua dengan seorang Bapak yang sedang menunggu bus. Ku bertanya padanya tentang alat transportasi yang dapat mengantarku sampai tujuan. Rupanya ia tinggal di luar kota Surabaya. Tapi kata beliau, bus yang akan ditumpanginya bisa membawaku dekat ke tujuan.
Ia lalu mengajakku bersamanya saat bus yang dinanti akhirnya tiba. Aku memutuskan ikut, sebab kulihat ada guratan kejujuran di wajahnya. Di sebuah pemberhentian, sang bapak memintaku turun, dan berpesan bahwa Saya harus naik becak untuk sampai ke alamat yang di tuju. Beliau tetap dalam bus, masih harus meneruskan perjalanan dengan kendaraan itu. Di tempat itulah kami berpisah. Sempat kuucap terima kasih padanya. Dan Alhamdulillah, malam itu diriku tiba dengan selamat di rumah bibi.
Malam ini Saya mengenang sang bapak. Orang yang tak dikenal, tapi berbuat baik padaku. Tanganku menengadah lagi ke langit, memohon pada Yang Kuasa agar ia diliputi kebaikan, keselamatan, kebahagiaan dan hidup yang barokah.
Apa yang ingin Saya sampaikan lewat tulisan ini adalah berbuat baiklah pada sesama. Walau hanya sebuah kalimat motivasi singkat. Sebab ketika engkau terlelap di malam hari, tanpa sepengetahuanmu, doa dari orang-orang yang engkau tolong mengetuk pintu-pintu langit, memohon kebaikan untukmu....
0 komentar:
Posting Komentar