Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

Jumat, 19 Juli 2019

Cinta, Rantai Motor, dan Istidraj

gambar: pngdownload.com
“Bersisik bukannya ikan, berpayung bukannya raja.” Apakah itu? Ya, tepat sekali, itulah nanas. Buah yang banyak tumbuh di Buton. Karenanya wilayah ini menjadikan buah tersebut sebagai iconnya. Oh iya, selain nanas, naga juga menjadi simbol untuk masyarakat yang berbudaya maritim ini.

Akan tetapi, buah yang biasa terpajang di atas bumbungan rumah tradisional ini sekaligus juga menggambarkan watak orang-orangnya. Diantara keunikannya adalah ia memiliki kulit luar yang kasar, tapi lembut daging buahnya. Begitupula manusia yang lahir di negri seribu benteng ini, diantara keunikannya adalah terlihat agak kasar, tapi sesungguhnya memiliki hati yang lembut.
Suatu hari, dengan mengendarai roda dua, Saya dan istri menyusuri dan menikmati indahnya pemandangan pantai Kotamara Baubau. Istriku mengenakan jilbab besar, dan tanpa disadari, ujung kerudungnya nyaris masuk ke rantai motor.

Seorang ibu yang juga mengendarai roda dua, tiba-tiba berteriak dari arah belakang: “Hei, jilbabmu (akan) masuk ke rantai.” Tapi itu bukan teriakan biasa, namun sebuah bentakan keras. Kami berdua kaget, dan istri Saya segera memperbaiki posisi kerudungnya agar tak melilit ke rantai motor. Sesuatu yang dapat membahayakan dirinya.

Saya lalu tersenyum pada ibu itu, sambil mengucap “terima kasih.” Tapi bagai pesawat tempur, beliau berlalu begitu saja, tanpa respon sedikitpun atas penghargaan kami. Well, bagi yang tak memahami hal semacam ini, bisa jadi akan hadir rasa ketersinggungan.

Tapi coba perhatikan dengan seksama, ternyata sang ibu begitu cinta dan peduli. Jika mau, dirinya bisa berlalu begitu saja, tanpa memperingatkan istri Saya akan bahaya yang bakal menimpa. Tapi itu tak dilakukannya. Mengapa? Sebab ia memiliki cinta dan kepedulian pada orang lain. Wanita itu tak ingin istri Saya celaka oleh sebab kerudung yang masuk dan melilit di rantai motor. Dari mana asal kepedulian ini? Tentu dari kebaikan, kepakaan, dan kelembutan hati.

Itulah orang Buton. Kasar secara penampakan, tapi memiliki kelembutan hati. Walau tentu saja, dalam kehidupan sehari-hari, tidak selalu kita menemukan perlakuan semacam itu. Banyak kok orang Buton, dalam konteks yang sama, ketika mengingatkan seseorang akan suatu bahaya yang menimpa, ia bertutur secara bijak dan tak membentak. Hanya saja, sekedar info, jika mengalami situasi serupa dengan yang Saya dan istri alami, mohon jangan tersinggung. Sebab itu watak melekat yang kadang muncul secara alami.

Waduh, panjang kali ya pengantarnya. Padahal, Saya cuma mau bilang bahwa ketika Allah SWT masih menegur kita, itu adalah wujud cinta-Nya pada seorang hamba. Yang Maha Kuasa ingin agar manusia tetap berada di jalan lurus. Jalur keberkahan yang menuntun ke Surga.

Sebab jika manusia tak lagi ditegur, pun tiada lagi yang mengingatkan, atau dibiarkan begitu saja masuk dan terus terjerembab dalam palung kemaksiatan, karena si hamba telah menutup hati, penglihatan dan pendengarannya, maka bersiaplah, sang hamba akan berangsur-angsur masuk dalam kebinasaan dalam cara yang sama sekali tak dipahaminya. Itulah istidraj.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More