![]() |
gambar: id.lovepik.com |
"Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam
golongan orang-orang yang sholeh, dan jadikanlah aku buah tutur yang
baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku
termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh kenikmatan." (QS.
Asy-Syu'ara, 83-85)
Pada akhir kehidupanmu nanti, dikau ingin
dikenang seperti apa oleh orang lain? Kira-kira begitulah pertanyaan
Stephen Covey dalam bukunya yang
berjudul 'The 7 Habits of Highly Effective People'. Maka pesan beliau,
biasakan untuk 'Merujuk Pada Tujuan Akhir'. Sebuah visualisasi yang
dapat menyentuh sebagian dari nilai-nilai fundamental seseorang yang
terdalam. Caranya? Bayangkan ketika anda meninggal nanti, ucapan seperti
apa yang engkau inginkan keluar dari lisan orang-orang terhadapmu.
Nah, Surah Asy-Syu'ara di atas, adalah doa Nabi Ibrahim kepada Allah
SWT agar beliau menjadi pembicaraan yang baik setelah wafatnya. Sebuah
permohonan yang Saya yakin, kita semua pun ingin begitu.
Untuk
menjadi buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian,
tentu kita harus meninggalkan sejarah hidup yang enak dibaca.
Demikianlah yang terjadi pada Bapak para Anbiya. Ia menorehkan catatan
kehidupan yang menjadi teladan sepanjang masa.
Allah berfirman
tentang Ibrahim: "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu
pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia." (QS. Al
Mumtahanah, 4)
Menghadirkan kemanfaatan bagi sesama adalah salah
satu cara untuk membuat sejarah hidup yang baik. Apa yang kemudian kita
sebut dengan amal sholeh. Sesuatu yang lahir dari keikhlasan dan
penghambaan pada Sang Pencipta. Sebuah refleksi dari keimanan.
Sayyid Quthb dalam tafsir Fi-Zhilalil Qur'an barkata: "Amal shalih
adalah buah dari keimanan, dan gerak yang bermula pada detik dimana
hakikat keimanan itu menghujam di dalam hati. Maka keimanan adalah
hakikat yang aktif dan energik. Begitu hakikat keimanan menghujam di
dalam nurani maka pada saat itupula ia bergerak mengekspreaikan dirinya
di luar dalam bentuk amal shalih.
Itulah iman Islami. Tidak mungkin tinggal diam tanpa gerak, atau tersembunyi tanpa menampakkan diri dalam bentuk yang dinamis di luar diri sang Mu'min. Jika tidak bisa melahirkan gerakan yang alami tersebut maka keimanan itu berarti palsu atau mati. Sama seperti bunga yang tidak bisa menahan semerbak wewangiannya. Ia pasti muncul secara alami. Jika tidak, bisa dipastikan tidak ada!"....
0 komentar:
Posting Komentar