Blog yang berisi catatan-catatan singkat dan sederhana. Mencoba menangkap dan menulis pesan bijak dari berbagai sumber.

About

Jumat, 19 Juli 2019

Balajar dari Ibrahim: Seperti apa anda ingin dikenang?

gambar: id.lovepik.com
"Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang sholeh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh kenikmatan." (QS. Asy-Syu'ara, 83-85)

Pada akhir kehidupanmu nanti, dikau ingin dikenang seperti apa oleh orang lain? Kira-kira begitulah pertanyaan Stephen Covey dalam bukunya yang berjudul 'The 7 Habits of Highly Effective People'. Maka pesan beliau, biasakan untuk 'Merujuk Pada Tujuan Akhir'. Sebuah visualisasi yang dapat menyentuh sebagian dari nilai-nilai fundamental seseorang yang terdalam. Caranya? Bayangkan ketika anda meninggal nanti, ucapan seperti apa yang engkau inginkan keluar dari lisan orang-orang terhadapmu. 

Nah, Surah Asy-Syu'ara di atas, adalah doa Nabi Ibrahim kepada Allah SWT agar beliau menjadi pembicaraan yang baik setelah wafatnya. Sebuah permohonan yang Saya yakin, kita semua pun ingin begitu.

Untuk menjadi buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian, tentu kita harus meninggalkan sejarah hidup yang enak dibaca. Demikianlah yang terjadi pada Bapak para Anbiya. Ia menorehkan catatan kehidupan yang menjadi teladan sepanjang masa. 

Allah berfirman tentang Ibrahim: "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia." (QS. Al Mumtahanah, 4)

Menghadirkan kemanfaatan bagi sesama adalah salah satu cara untuk membuat sejarah hidup yang baik. Apa yang kemudian kita sebut dengan amal sholeh. Sesuatu yang lahir dari keikhlasan dan penghambaan pada Sang Pencipta. Sebuah refleksi dari keimanan.

Sayyid Quthb dalam tafsir Fi-Zhilalil Qur'an barkata: "Amal shalih adalah buah dari keimanan, dan gerak yang bermula pada detik dimana hakikat keimanan itu menghujam di dalam hati. Maka keimanan adalah hakikat yang aktif dan energik. Begitu hakikat keimanan menghujam di dalam nurani maka pada saat itupula ia bergerak mengekspreaikan dirinya di luar dalam bentuk amal shalih.

Itulah iman Islami. Tidak mungkin tinggal diam tanpa gerak, atau tersembunyi tanpa menampakkan diri dalam bentuk yang dinamis di luar diri sang Mu'min. Jika tidak bisa melahirkan gerakan yang alami tersebut maka keimanan itu berarti palsu atau mati. Sama seperti bunga yang tidak bisa menahan semerbak wewangiannya. Ia pasti muncul secara alami. Jika tidak, bisa dipastikan tidak ada!"....

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More